Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Berita Tempo Plus

Nyanyian untuk Sapardi

Musikalisasi puisi ibarat sudut sepi di hamparan industri musik yang ingar-bingar. Upaya mengantarkan puisi ke ruang publik yang luas.

30 Januari 2006 | 00.00 WIB

Nyanyian untuk Sapardi
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Di sebuah sudut ruang yang diterangi tak banyak sinar lampu, di dalam toko buku Aksara, Kemang, Rabu pekan silam, dua perempuan melantunkan bait-bait puisi. Padanya, bait-bait itu dipilin dalam jalinan irama. Diramu dengan nada gitar akustik yang bening. Dan mengalunlah Aku Ingin, Hujan Bulan Juni, dan Sajak Kecil Tentang Cinta—tiga buah puisi karya Sapardi Djoko Damono—sebagai lagu yang terdengar liris dan bersahaja.

Kedua perempuan pelantun lagu itu tak lain Tatyana dan Reda Gaudiamo. Keduanya adalah ”murid” Sapardi yang kerap mengolah irama puisi-puisi ”sang guru” dengan gubahan nada. Bahkan hingga kini telah lahir dua album kaset musikalisasi puisi Sapardi: Hujan Bulan Juni (1990) dan Hujan Dalam Komposisi (1996).

Dua perempuan yang telah berstatus ibu itu pada pertengahan 2005 kembali meluncurkan album terbaru yang diberi judul Gadis Kecil. Pada album ini berisi 11 puisi karya Sapardi, di antaranya Gadis Kecil, Dalam Bis, Hatiku Selembar Daun, Ketika Jari-Jari Bunga Terbuka, Hutan Kelabu, Dalam Diriku, Sajak Kecil Tentang Cinta, dan Aku Ingin.

Seperti kedua album terdahulu, album terbarunya ini juga dijual dengan jalur mirip indie label, untuk menyatakan tidak diproduksi dan didistribusikan oleh industri musik besar dengan jaringan yang luas. Tatyana dan Reda bertekad mengantarkan puisi kepada ruang publik yang lebih luas. Selama ini puisi dianggapnya sebagai sesuatu yang eksklusif. ”Lewat musikalisasi wajah eksklusivitas puisi berangsur lenyap,” tutur Tatyana.

Upaya yang dilakukan Tatyana dan Reda mensosialisasi puisi melalui musik sebenarnya bukanlah hal baru dalam dunia seni kontemporer. Pada pertengahan dekade 1970-an kita bisa mengingat upaya ”kaum urakan” (kelompok Bengkel Teater), Emha Ainun Nadjib, dan Ebiet G. Ade, serta Untung Basuki dan kawan dari kelompok Sanggar Bambu. Kebanyakan mereka tumbuh dan hidup di Yogyakarta.

Tak sedikit mereka menyanyikan puisi karya penyair sekaligus dramawan kondang W.S. Rendra. Pada Ebiet, banyak karya puisi Emha yang dikumandangkan bersama gitarnya, sebelum Ebiet menuliskan dan menyanyikan puisi karyanya sendiri. Memang, berbeda dengan Reda dan Tatyana, kelompok Yogya ini tak terlihat merekam hasil karyanya melalui kaset. Mereka hidup dan bergerak dari pentas ke pentas.

Bagi Reda dan Tatyana, album Gadis Kecil adalah proyek personal. Lewat kocek pribadi keduanya menyusun rencana. Sejumlah kawan lama yang pernah terlibat dalam penggarapan album musikalisasi sebelumnya dikumpulkan. Mereka adalah A.G.S. Arya Dipayana, bertindak sebagai penggubah, Umar Muslim dan Jubing Kristianto sebagai pemain gitar.

Mengaransemen sebuah puisi menjadi lagu tentu saja bukanlah perkara mudah. Menurut Arya Dipayana, utamanya adalah menjaga orisinalitas puisi. Artinya, tidak mengubah materi puisi. Inilah yang membedakan lirik lagu dengan larik puisi. Lirik lagu masih bisa dikompromikan dengan bangunan sebuah komposisi atau estetika melodi. ”Sedangkan puisi merupakan sebuah otoritas mutlak,” tuturnya menjelaskan.

Langkah pertama adalah membaca, menafsirkan makna puisi sebelum diterjemahkan ke dalam susunan nada. Penghayatan makna inilah yang kemudian memberikan stimulans untuk menulis melodi atau memberikan rangsang untuk membuat ritme, nada lagu. ”Karena puisi itu bukan hanya menangkap makna tapi bangunan imaji yang disampaikan lewat kata,” kata Arya Dipayana.

Karya-karya Sapardi bukanlah puisi yang sulit dipahami. Kesederhanaan dan kejujuran menjadi ciri khas sekaligus kekuatannya. Penulis cerita pendek kenamaan Seno Gumira Adjidarma mengakuinya. Sajak-sajak Hujan Bulan Juni karya Sapardi, menurut Seno, begitu sederhana, tidak eksperimental, bentuknya konvensional, tetapi keindahan sajak-sajak itu tak tergantikan oleh penjelasan apa pun selain oleh puisi itu sendiri.

Dan di sudut toko buku Aksara, Tatyana, Reda, Jubing, dan Umar menghipnotis pengunjung. Larik Hujan Bulan Juni pun mengalir menjadi berirama, mengalun indah dengan iringan suara hujan yang turun menderas malam itu.

Cahyo Junaedy

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus