BILA seorang Indonesia yang merasa modern harus berhadapan
dengan tari bedaya, yang lamanya sampai 45 menit, besar
kemungkinan ia akan merasa membuang-buang waktu. Tapi bagaimana
kesannya ketika menyaksikan pertunjukan Lara Dean Dancers and
Musicians di TIM --yang modern, dan dari Amerika? Acaranya juga
berlangsung 45 dan 35 menit!
Padahal dalam karya tari dan musik Laura Dean juga begitu sering
terjadi pengulangan. Ulangan nada dan gerak seperti didorongkan
dengan keras ke diri penonton, merampas seluruh kesan, dan
akhirnya bermaksud menyeret kesadaran kita untuk berasyik dalam
menikmati bentuk-bentuk sederhana terus-menerus sampai
tenggelam. Tampak bahwa pengulangan adalah salah satu pendirian
estetik Laura Dean. Dengan yakin ia menggunakannya untuk
menggerakkan penarinya dan mempengaruhi penonton.
Hipnotik
Gerak berulang dalam ritme yang tetap itu seperti menjurus ke
situasi in trance, tapi ternyata tidak ke sana arahnya. Di
antara rangkaian pengulangan yang lama, kadang disisipkan bagian
komposisi yang singkat dan 'sadar'. Komposisi tetap memberi
bingkai yang kuat. Jadi, meski bagaimanapun penonton
'dihipnotik', mereka tetap diletakkannya di seberang sebagai
penglihat saja.
Barangkali memang menarik membandingkannya dengan ciri serupa
yang dimiliki salah satu tari tradisi kita, yaitu Bedaya Jawa.
Kesan akhir keduanya berbeda -- karena beberapa hal. Dalam
bedaya, pengulangan dilakukan untuk menguatkan kesan hadirnya
empat arah mata angin. Dan yang diulang adalah untaian panjang
sejumlah motif tari yang berbeda satu sama lain. Temponya
lambat.
Pengulangan pada Dean lain sifatnya. Gerakan pendek diulang
langsung berkali-kali, bisa belasan kali, dan dalam tempo cepat.
Kesan "berulang-menetap" ini diperkeras pula karena dalam
karya-karya yang ditampilkan ini peng ulangan yang satu
disambung pengulang an lain, dan seluruhnya dilakukan dalam satu
pola lantai yang tak berubah lama sekali.
Gerak berpusing seperti gasing adalah pendirian estetik Dean
yang lain. Digabung dengan yang disebut terdahulu, menjadi
'gerak berpusing yang diulang-ulang'. Berputar, adalah
pernyataan gerak ekspresif yang paling spontan. Unsur purba ini
dikembangkan betul. Intensitasnya dicurahkan deras dengan
melakukannya secara bertubi-tubi.
Untuk melakukan putaran pada sumbu sampai lebih seratus kali
tentu diperlukan stamina luar biasa dari para penari. Juga
keterlatihan dalam menjaga keseimbangan. Dan apa yang mereka
lakukan hampir seperti olah raga yang berat. Meski ada kepuasan
mengungkapkan gaya, energi terbesar dikeluarkan untuk teknik.
Penyajian virtuositas amat ditonjolkan.
Dalam hampir seluruh bagian dari kedua karya yang ditampilkan,
yaitu Song dan Tympani, para penari berpusing ke arah kanan.
Kaki kanan sebagai tumpuan dan kaki kiri mengarahkan putaran.
Pusingan dilakukan dalam berbagai sikap yang sederhana dan
terbatas jumlahnya: kedua lengan direntang, keduanya ditekuk ke
samping dengan penyudutan dan ketinggian bervariasi, kedua
lengan ke depan sambil pantat didorong ke belakang, kedua tangan
ke belakang punggung.
Dalam satu rangkaian putaran berulang, sikap tubuh dan tangan
tetap. Misalnya ditekuk ke samping tinggi. Namun karena cepatnya
para penari berputar bersama, terjadi kesan optik seolah
tangan-tangan mereka digerakkan mendekat dan menjauhi satu sama
lain. Pentas lalu seperti arena tempat memainkan boneka-boneka
mekanik.
Kualitas teknik dan daya tahan fisik para penari Dean ini tampak
pula ketika mereka, di samping dan sambil menari, mengeluarkan
pula suara-suara stakato dalam paduan nada tertentu. Angela
Caponigro, yang berbuntut-kuda panjang itu, di saat-saat
tertentu menimpali paduan stakato tersebut dengan helaan n:lda
yang lebih berpanjang-panjang.
Kesan keseluruhan adalah dalam komposisi gerak tak ada
garis-garis yang tebal, sedang komposisi musik seolah tanpa
melodi. Nada-nada dari dua buah piano, terbatas jumlahnya,
dibunyikan berulang-ulang secara amat perkusif - sehingga tak
ubahnya suara timpani yang dibunyikan di berbagai sudut
membrannya atau dipukul dengan kekuatan berbeda. Rangkaian nada
tersebut tidak menjadi kalimat melodik, melainkan pola-pola
ritmik.
Tarikan kesan dari suara-suara monoton yang diulang-ulang itu
sejalan benar dengan geraknya, sehingga hampir-hampir identik:
kalimat nada sama dengan kalimat gerak. Hanya sekali-dua terjadi
'istirahat' dari ketegangan -- ketika penari-penari hampir tidak
bergerak sedang musiknya bergerak terus sampai berganti hingga
tiga atau empat motif. Atau musik berganti tempo pada waktu tari
masih meneruskan tempo sebelumnya.
Pola-pola geometris yang digunakan Dcan sebagai dasar
komposisinya, dalam kenyataan pengungkapannya menjadi baur. Ini
disebabkan karena pola-pola itu cair mengalir, satu ke dalam
yang lain secara tidak kentara. Pembauran ini terutama terdapat
pada hagian-bagian ketika enam penari dalam karya-karya itu
melakukan gerakunion (sama untuk semua) berpusing sambil
beranjak berkeliling.
Yang menjadi muncul dominan adalah kesan gasing, kumparan dan
pusaran, tanpa bentuk tertentu. Dalam suasana ini rambut panjang
salah satu di antara keenam penari, jika dikibaskan ke
depan-belakang atau sisi ke sisi, sempat sekali-sekali
membersitkan garis singkat dalam kancah pusaran itu.
Ada satu arus komposisi tertentu yang. rupanya disenangi Laura
Dean: meletakkan bagian yang berkepanjangan sebagai porsi utama,
dan mengawali, menyeling atau mengakhirinya dengan bagian yang
pendek. Bagian berkepanjangan ditandai pengulangan yang
hampir-hampir menantang kebosanan. Juga ditandai simetri. Sedang
bagian yang pendek memberikan semacam kelegaan - untuk sebentar
keluar dari simetri, dari arus besar.
Misalnya, setelah khusyuk berputar berpuluh kali, tiba-tiba
begitu cerah para penari membuka mata, merentangkan kaki dan
lengan, membuat frase-frase pendek yang sederhana sambil
menghadapkan diri ke arah penonton. Tympani diawali bagian
pendek yang memikat bersama-sama mereka bergerak pelan, terukur
dan dirasakan. Inisonnya tidak kaku, sehingga kita lebih
melihat kebersamaan mereka dalam merasakan gerak daripada
melihat kecermatan presisi.
Genealogi
Grup Laura Dean Dancers and Musicians baru didirikan 1976, tapi
Dean sendiri sudah menghasilkan karya tari sejak 1966. Ia
menciptakan sendiri musiknya. Aspek tata rupa ternyata tidak
menjadi pokok perhatiannya. Ia adalah satu di antara berpuluh
koreografer Amerika Serikat yang tergolong generasi ketiga
penganut modern dance.
Mula-mula ia belajar balet, kemudian antara lain mengikuti
Martha Graham, pelopor modern dance generasi kedua. Kemudian
pcrnah pula mengikuti grup Paul Taylor, salah seorang di antara
empat atau lima orang pelopor generasi ketiga. Meski tempatnya
dalam sejarah tari USA tidak gigantik, dengan usahanya yang
tekun dan pendiriannya yang jelas itu rupanya ia mampu
mewujudkan, karya yang tersendiri.
Edi Sedyawati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini