Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Padahal grafis itu luwes

Pameran seni grafis jerman barat berlangsung di tim. diselenggarakan dkj dan goethe institut. menampilkan lebih dari 60 karya seniman internasional, a.l: the realist in art karya arwerd d.gorella.

24 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KARYA grafis di kalangan kita memang belum seakrab senilukis cat di kanvas. Pameran grafis Jerman Barat (di Ruang Pameran TIM 9 s/d 19 Desember, didalangi Dean Kesenian Jakarta dan Goethe Institut), karena itu sebagaimana pameran grafis yang lain banyak memberi bahan perbandingan. Di situ bisa dilihat lebih dari 60 buah karya dari seniman-seniman yang dianggap punya reputasi internasional. Bukan hanya sejumlah ide, tapi juga teknik yang mantap. Perkawinan ide dan teknik itu berlangsung dengan baik, sehingga di samping kita diberi problem kita tidak disiksa untuk memaafkan keteledoran pertukangan. Ini menyebabkan karya-karya itu mudah dinikmati. Sebuah karya cukilan kayu berwarna bernama The Realist in Art. Diciptakan oleh Arwerd D. Gorella ( 40 tahun), Di sana tampak Karl Mar sedang berhadapan dengan Gustave Courbert. Di atasnya ada sindiran kira-kira berbunyi: "Karl Marx dan Gustave Courbert berdiskusi tentar realisme, Paul Ceanne (pelukis) sebaliknya langsung pergi melihat pemandangan alam." Karya ini barangkali termasuk sebagian dari karya yang bisa langsung dinikmati. Di bawah ini tulisan Bambang Bujono, seorang kritikus senirupa yang juga pelukis, memberi informasi di sekitar seni yang di masa datang bisa dipastikan akan Iebih populer di Indonesia ini. Mungkin karena ukurannya yang relatif kecil dibanding lukisan cat minyak atau akrilik, lembaga-lembaga kebudayaan luar negeri lebih suka memamerkan karya grafis negeri mereka daripada lukisannya, di Indonesia. Tentu juga karena karya grafis bisa dicetak banyak, risiko rusak cukup bisa ditanggung. Kita, Jakarta khususnya, telah sempat menyaksikan karya grafi Australia Belanda, Swedia, Perancis, Amerika Serikat, Jepang, Italia, Jerman Barat. Bukan lagi kejutan -- setelah beberapa seniman kita pulang dari luar negeri membawa informasi dan terutama buku-buku. Hanya mungkin kita berhak iri. Peralatan berbagai macam teknik grafis, yang memungkinkan melahirkan karya grafis yang bisa dijual murah, di sini tidak lengkap. Misalnya saja untuk cetak batu (lithografi). Konon teknik ini paling disuka. Soalnya paling luwes: kalau membual gambarnya memakai cat air, hasilnya, ya, seperti cat air kalau memakai potlot ya seperti potlot dan seterusnya. Batu untuk keperluan itu di Indonesia dapat dijumpai di studio grafis Seni Rupa ITB. Lalu favorit nomor dua jatuh pada cetak saring (silk- screen) Teknik ini memang cemerlang: kalau mau bikin grafis pakai warna, dengan cetak saring dianung warna bisa hebat, bersih, manyala. Juga ini praktis dan komersiil. Poster-poster TIM misalnya, yan disebarkan ke seantero Jakarta, dicetak dengan teknik cetak saring. Meskipun pengerjaannya masih "primitif", untuk mempropagandakan kegiatan TIM lumayanlah. Primitif? Foto-foto belum bisa menghiasi poster-poster TIM. Sedan cat yang dipakai agaknya kwalitas bawah. Tapi yang memungkinkan foto dicetak dengan cetak saring, yang disebut ortho-film, memang tidak murah. Yang paling tua dan paling ekonomis adalah cukilan kayu. Bukan berarti tak bisa mengikuti zanan. Dalam pameran grafis Jerman Barat ini, HAP Grieshaber menyuguhkan cukilan kayu berwarna yang hebat. Paling tidak dalam ukurannya yang lebih dari setengah meter persegi ilu. Dulu, cukilan kayu hanya kecil-kecilan, kebanyakan seukuran kertas folio. Mungkin bagi mereka yang tak kenal bagaimana mengerjakan cukilan kayu, melihat karya Grieshaber biasabiasa saja reaksinya. Tapi yang mengalami bagaimana mencukil-cukil kayu berukuran lebih setengah meter persegi, yang nantinya dipakai untuk mencetak grafis berwarna, akan merasa bagaikan mengerjakan sawah sehektar dengan cangkul - sendirian. Respons terhadap teknik, guna memberi kejutan dalam karya grafis, memang tidak jarang. Saya harap anda masih ingat pameran grafis Belanda beberapa tahun silam, di TIM juga. Seorang grafikus hanya membuat komposisi empat garis, tapi dikerjakan dengan cetak saring -- hitam putih lagi. Ah, rasanya bagaikan pergi ke Bogor dari Senen Raya naik pesawat jet saja! Tapi itulah. Menerbitkan dimensi lain, yang menggelitik kepala dan hati kita, dan menyebabkan kita berseru: wah! Wah itu boleh kagum dan boleh sebaliknya. Gambar Wayang Mestinya kita tak usah jauhjauh melihat. Di beberapa rumah di Jakarta saja kadang-kadang terpancang di temboknya atau gedeknya gambar wayang. Dikerjakan dengan cukilan kayu, berwarna, cukup rapi. Harganya tidak mahal Tetangga saya membelinya dua puluh lima perak dari pasar. Konon asalnya dari Purwokerto dan Purworejo di Jawa Tengah. Nah, kesenian rakyat ini tentulah luput dari perhatian DKJ dan juga LPKJ. Seyogyanya ada riset untuk lebih mengenalkan karya-karya itu, dan bila mungkin mengembangkannya. Kalau sekali-sekali ketoprak boleh nongol di Teater Tertutup, bisa difikirkan grafis wayang ini bisa dibawa ke Ruang Pameran TIM. Tak perlu sendirian, mungkin bisa digabung dengan kerajinan rakyat lainnya. Media grafis juga amat luwes untuk menyesuaikan diri dengan zaman. asanya seni rupa tak mau ketinggalan menyuguhkan kritik sosial. Teknik grafis - terutama cetak saring - enak sekali buat hal itu. Masih ingat pameran Hardi, itu anak muda yang bersemangat protes? Dari foto dalam koran, atau hasil jepretan sendiri, ditambah-tambah komentar ini-itu, lalu dicetak saring, jadilah karya protes yang infonnatif, meski tidak selalu orisinil. Tulisan ini sekedar usul: setelah serentetan pameran karya grafis luar negeri, mustinya kegiatan diimbangi dengan yang dalam negeri. Bambang Bujono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus