Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Memorabilia Masa Revolusi

Rijksmuseum, Amsterdam, mengadakan pameran seni dan benda-benda koleksi bersejarah tentang masa revolusi Indonesia periode 1945-1947. Memamerkan 200 item benda seni, memorabilia, dokumen, poster, foto, dan video dari pengalaman mereka yang pernah mengalami masa revolusi.

6 Maret 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pameran revolusi di Rijkmuseum, Amsterdam, Belanda. Dokumentasi Rijkmuseum

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pameran

  • Mengambil perspektif mereka yang pernah terlibat dan mengalami masa revolusi.

  • Pameran itu dikuratori oleh empat kurator dari Indonesia dan Belanda.

Bagi Merapi Obermayer, 75 tahun, tindakan kedua orang tuanya, Paul Wolfgang Obermayer dan Julia Nelissen, kepadanya merupakan sebuah revolusi. Lahir di koloni penderita kusta Plantungan, Kendal, Jawa Tengah, pada 6 September 1947, Merapi yang masih bayi tak punya cukup pakaian. Sebelum ia lahir, orang tuanya melucuti sampul buku linen untuk dibuat menjadi baju.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menyebutkan orang tuanya mungkin satu-satunya di dunia yang merendam sampul buku linen untuk dijadikan bahan baju bayi. “Baju bayi ini merupakan simbol revolusi ketika kami hidup di masa yang tidak biasa,” ujar Merapi dalam tayangan di saluran YouTube Rijksmuseum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pameran revolusi di Rijkmuseum, Amsterdam, Belanda. Dokumentasi Rijkmuseum

Situasi peperangan menyulitkan mereka untuk sekadar mendapatkan kain katun. Merapi mendapat cerita bahwa mereka tinggal di dekat sungai yang penuh dengan mayat para pejuang. Masyarakat lalu mengangkat mayat-mayat itu dan menguburkannya secara layak dengan dibungkus kain kafan. Saking banyaknya yang meninggal, persediaan kain dan kapas menipis.

Suatu ketika, ibunya yang tangguh, tapi mengalami trauma sebagai korban perang, meminta maaf kepada Merapi karena situasi darurat saat ia lahir. “Itu momen sangat berharga dan kami saling memahami,” ujar Merapi. Ia menyimpan baju dari bahan linen itu di museum kecil pribadinya tak jauh dari Rijksmuseum.

Kisah keluarga Tjokorda Gede Dalem Pudak dan Tjokorda Esa Kresna Pudak, bapak dan anak keturunan Tjokorda Rai Pudak, tak kalah memilukan. Mereka menyimpan kenangan selembar baju lusuh yang telah pudar warnanya. Baju yang penuh lubang bekas peluru dan robek di sana-sini itu merupakan saksi bisu pengantar kematian Tjokorda Rai. Dia tewas disiksa Belanda di Kedewatan, Bali, karena bersurat kepada seorang keluarga jauh. Namun si pengantar surat salah alamat sehingga diterima orang yang memihak tentara NICA.

Tjokorda Gede Dalem juga dipenjara. Ketika dibebaskan, ia menemukan bahwa jasad ayahnya dikubur kurang layak. “Baju itu merupakan bukti bahwa ia mengabdi sebagai pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Cukup sedih tapi bangga. Beliau membuktikan itu sampai meninggal,” ujar Tjokorda Esa Kresna, putra Tjokorda Gede Dalem. Ia pernah melihat ayahnya menangis mengingat memori itu.

Pier Terwen, seorang warga Belanda, juga menyimpan kenangan tentang situasi saat itu. Ibunya cukup lama tinggal di Indonesia dan sempat ditahan di sebuah kamp saat masa perang revolusi. Setelah itu, sang ibu dirawat di Rumah Sakit Cikini dan meneruskan bekerja. Selanjutnya, ibunya pulang ke Belanda tanpa menyimpan dendam dan menyimpan cinta untuk Indonesia.

Pameran revolusi di Rijkmuseum, Amsterdam, Belanda. Dokumentasi Rijkmuseum

Ketika berlayar pulang ke Belanda, ia memakai gaun dan rok panjang terbuat dari sutra. Pakaian itu juga dikenakannya ketika tinggal di negeri asalnya. “Yang unik dari rok itu adalah bahan dan coraknya, yakni peta suatu wilayah, bukan wilayah Indonesia tentunya,” ujar Pier Terwen. Rok ini sudah diakuisisi dan menjadi koleksi Rijksmuseum sejak 2000.

Ibunya pernah bercerita saat itu orang Amerika menemukan cara mencetak di kedua sisi kain sutra. Peta itu menunjukkan zona penurunan pasukan militer yang dirancang khusus untuk tentara yang akan diterjunkan tanpa tahu nantinya bakal mendarat di mana. Karena terbuat dari sutra, peta tidak akan basah atau hancur ketika mendarat di air.

Nah, baju bayi linen dari sampul buku, baju penuh lubang peluru, dan rok peta ini merupakan beberapa obyek memorabilia yang dipamerkan dalam pameran bertajuk "Revolusi! Kemerdekaan Indonesia" yang sedang digelar di Rijksmuseum, Amsterdam, Belanda. Benda yang dihadirkan seakan-akan menjadi penanda sebuah revolusi.

Kisah di balik benda-benda ini diungkapkan anak dan cucu dari orang-orang yang terlibat serta mengalami masa revolusi, 1945-1949, dalam video berjudul Afterlives of Revolution. Mereka, antara lain, Merapi Obermayer (putri Wolfgang Paul Obermayer, pegawai di koloni kusta Plantungan), Tjokorda Gede Dalem Pudak dan Tjokorda Esa Kresna Pudak (anak dan cucu Tjokorda Rai Pudak), serta Pier Terwen (anak dari Peu Terwen–de Loos, warga Belanda).

Ada pula kisah Sukmawati Soekarnoputri (anak Bung Karno), Kartika Affandi (anak seniman Affandi), Maya Ngantung (anak seniman Henk Ngantung), Martha Anthony Akihary (anak Petrus Akihary, instruktur KNIL), Evlina Suzana (putri pejuang Eben Haeser Sinuraya), Kwee Tjoe (putra Letty Tjoe, warga keturunan Tionghoa), dan Kurniawan Adigunarso (anak pelukis Toha Adimidjojo).

“Kami ingin menghadirkan kisah terbaik dari mata saksi revolusi, dari orang-orang yang berbeda latar belakang, sehingga suara beragam dari orang-orang bisa didengar,” ujar juru bicara Rijksmuseum, Jacobien Schneider, kepada Tempo melalui surat elektronik yang dikirimnya pada 26 Februari 2022. Pemilihan benda-benda yang dipamerkan merupakan kombinasi dari keunikan obyek itu sendiri, kisah dari obyek tersebut, dan sosok yang mereka hadirkan terwakili.

Pameran ini dikurasi empat kurator, yakni Harm Stevens dan Marion Anker dari Belanda serta Bonnie Triyana dan Amir Sidharta dari Indonesia. Tak kurang 200 item yang dipamerkan, seperti lukisan dan patung, foto-foto, poster, pamflet, benda-benda kenangan, serta dokumen atau arsip tentang revolusi tersebut. Mereka menyiapkan pameran itu selama hampir empat tahun dan sempat terhambat pandemi.

Pameran revolusi di Rijkmuseum, Amsterdam, Belanda. Dokumentasi Rijkmuseum

Karya dan benda-benda yang dipamerkan itu merupakan koleksi dari berbagai museum dan galeri. Dari Indonesia, ada pinjaman dari Galeri Nasional Indonesia, Museum Keramik dan Seni Rupa, Museum Dullah, Museum Affandi, Dewan Kesenian Jakarta, Museum Komunikasi dan Informatika Jakarta, serta Museum Universitas Pelita Harapan.

Sementara itu, dari luar negeri, ada koleksi pinjaman dari Perpustakaan Nasional Australia, Tropenmuseum Amsterdam, Imperial War Museum London, Perpustakaan Universitas Leiden, Museum Bronbeek Arnhem, Arsip Nasional Belanda, Internationaal Instituut voor Sociale Geschiedenis Amsterdam, Museum Nasional voor Wereldculturen, Nationaal Militair Museum, serta koleksi pribadi dan keluarga.

Jacobien Schneider mencontohkan baju Tjokorda diketahui dari studi Anne–Lot Hoek di Bali; Album Teman merupakan koleksi Universitas Leiden; dan kartu identitas KNIL berasal dari kolega museum, yakni Huib Akihary.

Para kurator, menurut Jacobien, mengkombinasikan metode kronologi dan tematik. Mereka memulai dari proklamasi, kemudian menceritakan kronologi pertemuan di Lapangan Ikada dan seterusnya. Foto-foto Henri Cartier Bresson dan klip film pada hari setelah penyerahan kedaulatan yang memperlihatkan Sukarno kembali ke Jakarta juga dipamerkan. Ada pula 10 video tentang kehidupan setelah revolusi.  

“Kami bagi berdasarkan kluster. Misalnya, sudut pandang tentara, wartawan, seniman, elite, dan rakyat,” ujar Bonnie Triyana dalam wawancara dengan Tempo, pekan lalu. Rencana awal, para kurator juga hendak menghadirkan tujuh lukisan koleksi Istana Presiden RI, tapi batal menjelang pameran. Alasannya, karena meningkatnya jumlah kasus varian Omicron Covid-19.

DIAN YULIASTUTI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus