Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Indonesia dan Belanda menyepakati repatriasi 472 benda bersejarah hasil kolonialisme.
Berbeda dengan repatriasi yang dilakukan Prancis, Indonesia menggali lebih dulu semua informasi soal benda-benda tersebut.
Benda-benda bersejarah itu, termasuk empat arca peninggalan Singosari, diperkirakan akan tiba di Tanah Air pada pertengahan Agustus 2023.
Sudah kelewat lama empat arca itu mondok di Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda. Kini mereka bersiap pulang ke Indonesia. Patung setinggi hampir 2 meter peninggalan Kerajaan Singosari tersebut merupakan bagian dari repatriasi benda bersejarah yang dirampas Belanda dari Indonesia. Penandatanganannya berlangsung pada Senin, 10 Juli lalu. Total ada 472 artefak yang siap-siap balik kandang. Selain empat sekawan dari Singosari tersebut, ada 335 harta karun asal Lombok serta satu keris dari Klungkung dan 132 koleksi lukisan Pita Maha, Bali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, mengatakan pemulangan ini dilakukan melalui penelitian dan dialog panjang antara Tim Repatriasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Komite Pengembalian Benda Budaya dari Konteks Kolonial—ketuanya adalah Lilian Gonçalves-Ho Kang Yo, aktivis hak asasi manusia Belanda asal Suriname.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kesepakatannya, berkas dokumen dan pengepakannya akan selesai pada awal Agustus. Kami berharap pada pertengahan Agustus sudah dikirim semua," kata Hilmar saat dihubungi Tempo, pada Kamis, 13 Juli lalu.
Perwakilan Indonesia dan otoritas Belanda sedang mengurus proses bea-cukai di bandara agar pemulangan berjalan lancar. Menurut Hilmar, obyek yang terbesar berupa patung berukuran hampir 2 meter dengan berat ratusan kilogram. Secara logistik, patung tersebut memerlukan penanganan khusus, seperti dimasukkan ke peti dan dijaga saat pengiriman. "Harapannya, pengiriman dapat segera diselesaikan sekali jalan," ujarnya.
Jumlah tersebut masuk daftar delapan prioritas benda sejarah yang diajukan Tim Repatriasi sejak Juli 2022. Total ada empat jenis benda sejarah yang sudah dipulangkan dalam proses pertama ini, sementara empat lainnya masih dinegosiasikan.
Sejarawan Bonnie Triyana mengatakan keempat jenis benda bersejarah yang dimiliki kembali oleh Indonesia ini didapatkan lewat penelitian asal-usul dan sejarahnya. Bonnie, Sekretaris Tim Repatriasi, ikut merumuskan mekanisme pemulangannya.
Al-Quran milik Teuku Umar. Dok. Nationaal Museum van Wereldculturen
Sejak dibentuk pada 2021, Tim Repatriasi menginisiasi rangkaian dialog. Di tingkat internal, mereka bersepakat tidak ingin sekadar memulangkan ribuan benda bersejarah tanpa meneliti sejarah dan asal-usulnya. Pada akhirnya, Belanda menyetujui dua skema yang menjadi dasar pertimbangan barang tersebut harus dipulangkan. "Pertama, barang diambil melalui historical injustice atau kekerasan dan perampasan. Kedua, adalah apabila barang dinyatakan penting bagi negara tersebut," kata Bonnie.
Empat jenis benda bersejarah yang belum dapat dipulangkan meliputi fosil manusia purba Jawa atau "Java Man", Al-Quran milik Teuku Umar, Pustaka Luwuk, dan tali kekang kuda Pangeran Diponegoro. Bonnie mengatakan penelitian mengenai asal-usulnya sudah rampung. Komite repatriasi Belanda telah menyerahkan hasil penelitian dan rekomendasinya kepada kementerian budaya mereka. Keputusan pemulangan merupakan wewenang kementerian.
Benda yang membutuhkan dialog panjang adalah fosil Java Man. Tim Repatriasi terakhir membahasnya dengan pihak Belanda pada Selasa, 11 Juli lalu. Peninggalan purbakala tersebut memang tak diambil secara paksa. Namun, sebagai fosil manusia tertua di Jawa, Java Man merupakan obyek penting bagi Indonesia.
Belanda bisa saja mengembalikan benda bersejarah yang dimaksudkan itu. Namun, Bonnie melanjutkan, hal yang lebih penting adalah pengetahuan apa yang bisa didapatkan. "Contohnya, Al-Quran Teuku Umar. Ada tiga buah. Kami harus tahu didapat dari mana dan kenapa bisa di sana," ujarnya.
Contoh lainnya, keris. Ada banyak keris kuno di Indonesia. Karena itu, untuk mendatangkan keris yang saat ini dimiliki Belanda, menurut Bonnie, Indonesia harus tahu asal-usulnya. Mekanisme itu juga mengembalikan semangat pencarian pengetahuan lewat riset dan pertukaran informasi di antara kedua negara.
Bonnie juga menyebut tempolong (tempat meludah) sirih. Selama ini, dia melanjutkan, Belanda sekadar menyimpan tanpa tahu cerita penggunaan dan pembuatannya. Indonesia bisa melengkapi catatan tersebut sembari belajar pengelolaan dan penyimpanan obyek kuno kepada Belanda.
Kerja sama penelitian antarnegara diakui oleh Gunay Uslu, Sekretaris Negara untuk Kebudayaan dan Media Belanda. Dikutip dari laman pemerintah mereka, Uslu menganggap pengembalian kali ini sebagai momen bersejarah. Ini pertama kalinya Belanda menggunakan mekanisme rekomendasi komite untuk mengembalikan benda-benda bersejarah milik negara lain.
Saat ini, mereka juga sedang mempersiapkan pemulangan benda bersejarah milik Sri Lanka. Menurut Uslu, proses ini tidak sekadar memindahkan obyek. "Ini adalah momen untuk melihat masa depan. Kami memulai periode kerja sama yang lebih erat dengan Indonesia dan Srilanka di berbagai bidang, seperti penelitian koleksi, presentasi, dan pertukaran antarmuseum," kata dia.
Empat arca peninggalan Kerajaan Singosari yang akan dikembalikan ke Indonesia. Dok. Museum Nasional, Museum Rotterdam
Jalan Panjang Pemulangan Benda Bersejarah
Kesepakatan awal pemulangan benda bersejarah dari Belanda di mulai dalam Konferensi Meja Bundar pada 1949—saat pertama kalinya Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Namun kemufakatan itu tak kunjung terwujud. "Mungkin pihak Belanda juga banyak pertimbangan. Kalau dikembalikan, apakah terawat dengan baik?" kata Hilmar Farid.
Pada 1977, barulah Belanda memulangkan sejumlah benda bersejarah, seperti arca Prajnaparamita; payung, pelana kuda, dan tombak Pangeran Diponegoro; serta 243 benda pusaka Lombok hasil invasi militer di Puri Cakranegara.
Sejak Oktober 2015, Belanda mulai bernegosiasi dengan Indonesia untuk mengembalikan benda-benda bersejarah yang tersimpan di Museum Nusantara, museum kecil di Delft. Hingga Desember 2019, sebanyak 1.500 koleksi pulang kampung dan museum tersebut tutup permanen.
Pemulangan benda bersejarah menjadi isu global sejak Presiden Prancis Emmanuel Macron memerintahkan pemulangan benda bersejarah milik bekas jajahan mereka di Afrika pada 2021. Menurut Hilmar, proses repatriasi Indonesia berbeda. Presiden Macron langsung mengembalikan barang-barang hasil kolonialisme mereka tanpa berdialog dengan Senegal, Kamerun, Kongo, Pantai Gading, dan lainnya. "Tidak bertanya soal kesiapan negara pemilik," ujar Hilmar.
Hilmar mengatakan Indonesia belajar dari pengalaman tersebut sehingga pemulangan membutuhkan proses yang panjang. Pakar sejarah dari Universitas Indonesia ini memperkirakan ada ratusan ribu benda bersejarah milik Indonesia yang disimpan Belanda. Setelah pemulangan selesai, Hilmar dan tim repatriasi akan mengajak masyarakat dan ahli mendiskusikan rencana pemulangan berikutnya.
ILONA ESTERINA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo