Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pentas duo musikus Grey Filastine dan Nova Ruth di atas kapal Arka Kinari di dermaga Sendang Biru, Malang.
Pesan krisis iklim dari pertunjukan duo Nova Ruth dan Grey Filastine.
Bagian dari misi pelayaran Arka Kinari untuk ikut menyelamatkan lingkungan.
SUARA zikir melantun di dermaga Sendang Biru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada Jumat malam, 10 Juni lalu. Aroma harum dupa menguar di sekitar dermaga. Seorang pemuda mengenakan celana, kemeja, dan ikat kepala putih membawa dupa mengitari dermaga. Dupa ditancapkan di kedua sisi dermaga itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sembari merapal doa, pemuda itu menggenggam dua potongan ekor ikan tuna berkeliling dermaga. Tiba-tiba seorang pemuda lain mengeluarkan botol berisi spiritus. Percikan bunga api dari pemantik langsung membakar spiritus. Ia berkeliling sambil menyirami dermaga dengan api spiritus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemuda itu kemudian membungkus kepalanya dengan kain hitam berlapis selotip. Ia melilit tubuh hingga kepalanya dengan kembang api. Sebuah pemantik di tangan menyulut kembang api hingga mengeluarkan bunga api. Dar... dar... dar.... Ia berputar-putar mengelilingi dermaga.
Seorang pemuda lain mengenakan sarung, ikat kepala, kemeja, dan celana putih hadir membawa alat musik dawai eksperimental bernama genggongan. Suara petikan dawainya menggema di antara warga pantai Sendang Biru yang memenuhi area sekitar dermaga.
Duo Grey Filastine dan Nova Ruth di atas kapal Arka Kinari, dalam Story Telling Concert Sendang Biru, di dermaga Sendang Biru, Malang, Jawa Timur, 10 Juni 2022. TEMPO/Eko Widianto
Pertunjukan genggongan oleh Junas, Ari Artwork, Art Join, dan Abdul Khafidz Fadli ini menjadi penampilan pembuka Story Telling Concert Sendang Biru, proyek musik garapan pasangan Nova Ruth Setyaningtyas dan Grey Filastine, di atas kapal Arka Kinari. Duo musikus ini telah berkelana keliling dunia dengan kapal layar Arka Kinari dari Rotterdam, Belanda, sejak Agustus 2019. Di setiap tempat yang disinggahi, Nova Ruth dan Grey Filastine menggelar pertunjukan. Kali ini mereka berpentas di dermaga Sendang Biru, pantai selatan Malang.
“Terjadi krisis kesadaran saat menghadapi perubahan iklim. Mudah-mudahan genggongan ini memberikan pikiran positif terus. Menyerap energi negatif dan memancarkan energi positif ke seluruh wilayah,” kata Abdul Khafidz Fadli.
Perlahan-lahan lampu di area pertunjukan meredup. Sebuah sorot lampu menyinari layar kapal Arka Kinari. Di atas kapal, Filastine memainkan musik elektronik kontemporer yang menggema di area dermaga, disusul nyanyian Nova yang menyapa penonton dengan lagu berjudul “Sibila”. Lagu kontemporer ini terinspirasi ramalan kuno sibyl tentang kehancuran dunia akibat ulah manusia.
Penampilan Nova dan Filastine itu mampu membetot perhatian para penonton. Mereka terhipnosis alunan musik elektronik yang berpadu dengan pertunjukan multimedia yang disorot dalam layar kapal Arka Kinari. Pertunjukan multimedia di layar itu mengajak para penonton membayangkan kembali kehidupan pasca-ekonomi karbon, ketahanan terhadap perubahan iklim.
Malam itu, duo Nova Ruth dan Grey Filastine menyajikan 13 lagu. Pentas diakhiri dengan lagu “Tulak Balak”. Nova menjelaskan, pertunjukan itu berkisah tentang perjalanan mereka dari menemukan kapal, diterjang badai sebagai metafora krisis iklim yang datang tiba-tiba, hingga fase penolakan terhadap manusia yang terpuruk akibat perubahan iklim, bersama-sama bertahan dan beradaptasi. “Di setiap pertunjukan ada perkembangan lagu dan visual, tergantung pengalaman yang ditangkap dalam perjalanan,” tutur Nova seusai pertunjukan.
Nova mengungkapkan, komitmennya mengarungi samudra dengan energi bersih dan misi menyelamatkan lingkungan bermula pada 2016 sebagai “penebusan dosa”. Setelah menyadari jejak karbon yang ditinggalkan selama ini, duo Filastine dan Nova menuangkan isu ekologi dalam lagu dan visual sejak 2012. Namun mereka kerap menggelar pertunjukan dari satu negara ke negara lain dengan naik pesawat.
Akhirnya mereka memutuskan mencari kapal yang bisa dijadikan rumah tinggal sekaligus panggung pertunjukan. Mereka sempat menggagas pembangunan kapal pinisi. Tapi, karena faktor ekologis dan biaya, rencana itu mereka batalkan. “Tak jelas asal-usul kayu bahan kapal itu. Harga pinisi juga mencapai sekitar Rp 4 miliar,” ujar Nova.
Mereka kemudian berburu spesifikasi kapal yang dibutuhkan. Pilihan jatuh pada kapal Neptune I buatan Jerman Timur pada 1947. Lantas mereka memberi nama kapal lawas itu Arka Kinari. Nama itu diambil dari dua bahasa. Arka dari bahasa Latin berarti menahan atau mempertahankan, sementara Kinari dari bahasa Sanskerta bermakna musikus penjaga kehidupan.
Kapal dua tiang layar itu dimodifikasi dengan penambahan panel surya dan alat distilasi yang mengubah air laut menjadi air tawar. Panel surya menghasilkan listrik sebesar 1.500 watt untuk menyalakan lampu, navigasi, studio musik, dan pertunjukan. Kapal juga dirancang nyaman sebagai tempat tinggal, studio musik, dan panggung pertunjukan. Dengan begitu, Arka Kinari menjadi contoh hidup berkelanjutan. “Selama perjalanan, Arka Kinari 90 persen menggunakan layar. Hanya 10 persen yang menggunakan mesin diesel untuk menggerakkan kapal,” kata Nova.
Pada 2012, saat mengeluarkan album berjudul “Loot”, Grey Filastine dan Nova Ruth membayangkan krisis iklim menyebabkan Kutub Selatan dan Kutub Utara mencair sehingga daratan berubah. Lantas Filastine dan Nova berimajinasi membuat cerita peta bumi yang berubah akibat mencairnya es di kedua kutub. Ternyata, sepanjang perjalanan, menurut Nova, perubahan bumi lebih cepat daripada cerita yang dibuatnya.
Cerita itu, Nova menuturkan, bermula saat Arka Kinari mendarat di Pulau Sand Blast, Panama. Permukaan laut naik, pulau tertutup air segara. “Tiba-tiba ada kapal kecil datang. Membawa jeriken, meminta air karena mereka tak ada air bersih. Habis hati saya. Ini nyata, terjadi,” ucapnya.
Seniman Bejo Sandy dalam Story Telling Concert Sendang Biru, di dermaga Sendang Biru, Malang, Jawa Timur, 10 Juni 2022. TEMPO/Eko Widianto
Saat masuk ke perairan Indonesia, ia disambut “pulau plastik”. Tumpukan sampah plastik mengambang menjadi satu, menjadi “pulau”. Pulau plastik itu terbentuk di dekat Papua. Saat itu Nova memulai pelayaran untuk program Jalur Rempah bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dari Sorong, Banda Neira, Selayar, Makassar, Benoa, hingga Surabaya.
Meski begitu, Nova tak bisa melupakan perayaan dan pertemuan antarbudaya di setiap persinggahan. Ada ritual, pemberkatan kapal, dan penyambutan. Di Banda Neira, ia disambut dengan kapal kora-kora. Di Makassar, kapal diberkati oleh bissu, tokoh spiritual masyarakat Bugis, dengan ritual seserahan kepada laut dan tarian di atas kapal.
Lewat misi pelayaran kapal Arka Kinari, Nova ingin mendekatkan diri budaya bahari. Saat ini, menurut dia, budaya maritim kian jauh. “Nenek moyangku seorang pelaut” hanya menjadi cerita. “Generasi sekarang memunggungi laut,” katanya.
Tim Arka Kinari terdiri atas tujuh personel yang merupakan kapten, mualim, kepala kamar mesin, tim dapur, dan tim dokumentasi. Mereka menjadi awak Arka Kinari secara sukarela. “Mulai tahun ini bisa memberi tunjangan. Kalau membayar mereka tidak kuat. Mahal,” ujar Nova.
Arka Kinari akan melanjutkan perjalanan dengan program Panggilan Melaut. Ada 11 perempuan pekerja seni yang terpilih. Secara bergiliran mereka akan tampil di lima titik, merasakan budaya bahari dan mengeskpresikannya melalui kesenian masing-masing, dari seni tari, film, musik, hingga underwater photography. Rencananya, pertunjukan mulai digelar pada Juli mendatang di Jakarta.
Pada 2024, mereka diundang tampil di Spanyol, lalu berpameran di museum maritim di Barcelona. Target Arka Kinari, kata Nova, adalah berlayar hingga 7-10 tahun mendatang. “Tak muluk-muluk, hanya ingin meninggikan kesadaran warga atas lingkungan,” ucapnya.
Berlabuh di Sendang Biru, boleh dibilang Nova pulang kampung. Ia bertemu dengan keluarganya dan menyapa warga Malang. “Pemandangan di selatan Jawa itu indah pol (sekali). Terlihat bukit dan hutan belantara. Mata dimanjakan, laut yang ketemu bukit. Jawa selatan ini luar biasa. Jangan dieksploitasi,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo