Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Perjamuan di Aula d'Amri

17 Juli 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meja panjang berikut rupa-rupa minuman tertata rapi sejak pukul 12.00. Ada minuman bersoda hingga berbotol-botol wine yang direndam dalam ember pendingin. Aneka makanan buah, seperti anggur, jeruk, semangka, dan tomat, segar tersaji. Sejumlah mikrofon wireless ditaruh di atas meja di Aula d'Amri G, Arsenale, Venesia, pada Kamis, 22 Juni lalu itu.

Beberapa puluh menit kemudian, satu per satu undangan tavola aperta (open table) datang. Tepat pukul 13.00, sebanyak 20 orang penggemar seni kontemporer berkumpul ngerumpi bersama perupa Tintin Wulia. Di antaranya berasal dari Amerika Serikat, Belanda, Jerman, dan Italia. Jauh-jauh hari mereka memesan tempat untuk mengikuti acara perjamuan selama satu jam yang dipandu Anja Radomirovic, salah satu anggota panitia pameran seni Biennale Venesia ke-57, itu.

Mikrofon nyaris tak lepas dari tangan Tintin begitu selesai menceritakan tentang karyanya yang dipamerkan di Paviliun Indonesia di Arsenale. Peserta diskusi mengajukan seputar video yang ditayangkan di paviliun, terutama soal Pulau Buru. Video ini memang terdiri atas sekuel wawancara pendek berlatar belakang politik di Indonesia di masa lalu. Mereka adalah bekas tahanan yang menceritakan pengalamannya selama dalam penjara dan bagaimana menghadapi stigma yang dibangun rezim Orde Baru.

"Bagaimana respons pemerintah ketika Anda menampilkan kisah itu dalam Biennale kali ini?" tanya Anja Radomirovic membuka diskusi ringan. "Saya rasa tidak ada masalah. Ini bukan fiksi ilmiah. Ini tentang kelangsungan hidup manusia," kata Tintin kepada tamu-tamunya yang menyimak dengan saksama. Mereka meyakini isu politik yang berujung pada penghilangan hak hidup manusia masih menjadi perkara sensitif di sejumlah negara. Secara personal, Tintin merasakan hal itu, ketika kakeknya hilang pada 1965 sampai sekarang. Kemudian keluarganya harus bolak-balik Cina dan Bali saat kerusuhan 1998. Kini, cerita itu berulang dalam kehidupan Tintin, yang lebih dari 10 tahun terakhir harus pulang-pergi antara Brisbane, Australia; dan Indonesia.

Rangkaian cerita dalam video berdurasi 2-3 menit yang dibungkus dalam metafor Planet Mars 2065 merupakan sesuatu yang terjadi di Indonesia pada 1965. Instalasi ini sebenarnya juga penampakan asli keahlian Tintin dalam berkesenian. Dimulai pada 2002, ia mendirikan komunitas diskusi Minikino, yang salah satu produknya pemutaran film pendek. Film-film buatan Tintin antara lain Violence Against the Fruit (2000), yang menarasikan metafor kekerasan terhadap etnis Tionghoa pada 1998. Setelah itu, sepanjang 2003-2005, video Tintin sering tampil di berbagai pameran di Tanah Air dan mancanegara. Sebut saja Everything's OK (2003), animasi tentang pertumbuhan Kota Jakarta yang tidak terkontrol. Miniatur Ibu Kota divisualkan dalam bentuk potongan styrofoam berukuran kecil dan rumit.

Karya video lain, Ketok, meraih penghargaan dalam Festival Film Pendek di Hamburg, Jerman. Tintin pernah mempresentasikan karya videonya berjudul Invasion di Rumah Seni Cemeti, Yogyakarta, pada 2008. Video ini berisi rekaman wawancara dengan Sobron Aidit. Ia mendapat tugas belajar ke luar negeri, tapi tidak diizinkan pulang oleh pemerintah Orde Baru. Tintin tertarik memvideokan pengalaman Sobron, yang lama tinggal di Paris. Salah satu alasannya, adik D.N. Aidit ini termasuk korban stigmatisasi.

Acara tavola aperta disudahi saat jarum jam menunjuk ke angka 2 siang waktu Venesia dengan makan siang menu khas Eropa. Wakil Duta Besar RI untuk Italia, Des Alwi, hadir dalam perjamuan khusus ini. Semula ia menerka-nerka makna karya kontemporer Tintin Wulia, tapi setelah itu ia mengaku semakin bisa memahami pesannya. "Tiga rangkaian instalasi, saling terkait alur ceritanya," kata Des Alwi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus