Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Pertarungan Dua Raksasa

Berangkat dari kisah nyata rivalitas di luar trek dua pabrik otomotif, Ford dan Ferrari. Balapan tak hanya menjadi bumbu.

8 November 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JULUKAN mobil keluaran produsen otomotif Ford Motor Company ini sangat gahar: Ferrari Killer. Disebut begitu karena si pemilik nama GT40 tersebut melumat Ferrari di kompetisi “neraka” Le Mans 24 Jam di bagian barat laut Prancis empat tahun berturut-turut sejak 1966. Raihan Ford bersejarah karena sejumlah alasan. Salah satunya lantaran balapan itu selama 1960-1965 didominasi Ferrari, pabrik asal Modena, Italia.

Medan laga di Le Mans yang disuguhkan dalam film Ford v Ferrari terlihat mengerikan. Pembalap tak hanya menghadapi tantangan cuaca di sana yang sukar ditebak. Fisik dan konsentrasi pun dipertaruhkan untuk menaklukkan perlombaan yang berlangsung seharian penuh tersebut. Sirkuit Le Mans menyimpan sejarah kelam pada 11 Juni 1955. Hari itu, sebuah mobil “terbang” ke bangku penonton dan menewaskan 84 orang, sementara 120 lainnya terluka.

Karena itu, berlaga di Le Mans adalah uji nyali bagi Ford, yang sebelumnya tak tercatat dalam sejarah sebagai petarung di sirkuit. Produsen asal Michigan, Amerika Serikat, ini mengubah nasibnya setelah sang bos, Henry Ford II (diperankan Tracy Letts), menyetujui usul timnya, yang berharap Ford turun ke kompetisi balapan. Misi awalnya adalah meraih citra baru agar pabrik tak terjerembap ke jurang kebangkrutan seperti yang dialami perusahaan pimpinan Enzo Ferrari.

Persoalannya, mobil balap tak ada dalam portofolio Ford. Karena itu, Henry Ford II mengirim utusannya ke Modena untuk membeli Ferrari, yang disebut tim Ford sebagai mobil dengan sex appeal tinggi. Namun Enzo Ferrari (diperankan Remo Girone) menolak tawaran Ford karena merasa terhina oleh materi negosiasi. Kata dia, tak semua hal bisa dibeli dengan uang. Sedangkan menurut Ford, “Uang memang tidak bisa membeli kemenangan, tapi dapat membeli orang.”

Karena premisnya adalah from zero to hero, film ini membutuhkan Ferrari sebagai pihak antagonis, yang terwakili lewat pria-pria Italia berwajah pongah. Adapun Ford diwakili Carroll Shelby (Matt Damon) dan Ken Miles (Christian Bale), yang merepresentasikan perjuangan kelas pekerja. Shelby salah satu ikon dunia balap. Ia orang Amerika pertama yang menjuarai Le Mans 24 Jam, yakni pada 1959. Nahasnya, karier Shelby setelah itu mentok lantaran kondisi jantungnya menurun. Pria asal Texas ini akhirnya berjualan mobil sampai kemudian direkrut Ford untuk merancang moda balapan.

Sedangkan Miles, yang bertampang urakan, kerap menaklukkan trek karena keberaniannya mengambil risiko. Pembalap asal Inggris ini dianggap jauh dari citra Ford, yang dalam film disimbolkan lewat Leo Beebe (Josh Lucas), si eksekutif yang sejak awal sengit padanya. Sementara penampilan Beebe teramat licin dan bersih, Miles yang tengil dianggap “bukan seorang Ford”. Dia beraroma bensin dengan kulit mengkilat terciprat oli di bengkel miliknya. Namun, pada akhirnya, Miles menjadi “Cinderella” dalam legenda Ford melawan superioritas Ferrari.

IMDB

Demi intens memerankan Miles, Christian Bale memamerkan kelihaiannya menurunkan berat badan. Sebab, sebagai Miles, pria jangkung ini memerlukan tubuh yang sedikit lebih ringan untuk keluar-masuk Ford GT40. Bale (Trilogi Batman the Dark Knight, Vice) memang ulung dalam urusan “modifikasi” berat tubuh. Saat memerankan Wakil Presiden Amerika Serikat George W. Bush, Dick Chaney, dalam Vice (2018), bobotnya naik hampir 21 kilogram. Yang tak kalah epik adalah penampilannya sebagai si ceking Trevor Reznik dalam The Machinist (2003), saat ia menyusutkan berat badannya sampai 28 kilogram. Sedangkan saat menjadi Batman, yang filmnya diarahkan sutradara Christian Nolan, Bale tampak liat dan atletis.

Sutradara James Mangold (Logan, Walk the Line, dan Girl, Interrupted) bisa menyetir Ford v Ferrari sehingga tak kalah apik dibanding film balapan lain yang sama-sama membangkitkan adrenalin. Misalnya seri The Fast and the Furious yang legendaris, Drive, Baby Driver, Days of Thunder, ataupun biopik seperti Rush (tentang dua pembalap Formula 1 pada 1970-an, Niki Lauda dan James Hunt) serta Senna (kisah legenda Formula 1 dari Brasil, Ayrton Senna). Adapun duet Bale dan Damon tampak bertenaga, baik saat sedang bereksperimen bongkar-pasang mesin maupun bersekutu di luar sirkuit. Keduanya sama-sama cerewet dan antikorporat sehingga kompak mengolok-olok bos Ford, Leo Beebe, yang menyulut intrik internal.

Kombinasi perjuangan, bisnis otomotif, keluarga, persahabatan, serta adegan balapan yang brutal adalah formula yang menjadikan Ford v Ferrari membius sepanjang 2 jam 33 menit. Belum lagi film ini menyegarkan mata kita dengan sederet mobil antik seperti MGA 1500, Ford Country Squire, Ford Mustang, dan Chevrolet Impala yang beredar di jalanan pada masanya. Seabrek istilah teknis otomotif tentu saja terus berseliweran. Tapi, bila pun kita tak memahaminya, tidak ada masalah karena setelahnya Shelby dan Miles bakal ngebut dengan mobil Ford rancangan mereka, pertanda bahwa GT40 makin siap merambah aspal sirkuit dan menaklukkan Ferrari.

Hiruk-pikuk di pit serta kerumunan teknisi yang jungkir-balik membenahi mesin menjadi bumbu penambah ketegangan. Selebihnya, persaingan antara Ford dan Ferrari adalah romantika yang menguras emosi dengan balapan Le Mans 24 Jam 1966 sebagai puncak perseteruan dua raksasa itu. Ambisi Henry Ford II yang berpilin dengan kenekatan gila Miles dan Shelby mewujud pada performa GT40 yang cadas. Walau ini bukan pertarungan Star Wars, aksi Miles di Le Mans tak kalah heroik dibanding Luke Skywalker dalam film epik garapan George Lucas tersebut. Teruntuk Miles dan Shelby, may the “Ford” be with you.

ISMA SAVITRI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Ford v Ferrari

Sutradara: James Mangold

Aktor: Christian Bale, Matt Damon, Tracy Letts

Produksi: 20th Century Fox, Chernin Entertainment

Sinematografi: Phedon Papamichael

Rilis: 15 November 2019

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Isma Savitri

Isma Savitri

Setelah bergabung di Tempo pada 2010, lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro ini meliput isu hukum selama empat tahun. Berikutnya, ia banyak menulis isu pemberdayaan sosial dan gender di majalah Tempo English, dan kini sebagai Redaktur Seni di majalah Tempo, yang banyak mengulas film dan kesenian. Pemenang Lomba Kritik Film Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2019 dan Lomba Penulisan BPJS Kesehatan 2013.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus