Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pameran Tunggal Otto Djaja
Tempat: Legong Fine Art - Pejompongan, Jakarta Pusat
Waktu: 8-25 Agustus 1999
Puisi itu dapat dengan tepat menggambarkan pandangan hidup Otto Djaja. Pelukis besar Indonesia ini83 tahun, seangkatan dengan Affandi, Soedjojono, dan Hendramemang terkenal sebagai penikmat hidup. Jalannya sudah tertatih dan harus dibimbing, tapi kegembiraan hidupnya tak berkurang.
Hidup, bagi Otto Djaja, adalah kebahagiaan. Penuh keindahan dan kesenangan. Dari sinilah kemudian bertolak lukisan-lukisannya: sepasang kekasih memadu cinta (Seruling Malam, 1997), tingkah-laku sehari-hari (Bercanda, 1998), kebahagiaan keluarga (Bersepeda Sekeluarga, 1971), dan keindahan pandangan mata (Empat Wanita Sedang Mandi, 1998).
Otto adalah pemuja perempuan dalam kondisi sosial apa pun.
Hubungan lelaki-wanita, bagi Otto Djaja, adalah hubungan keindahan. Sang pelukis mengutarakannya dengan cara yang sederhana, polos, dan lucu. Lukisannya yang menampilkan seorang gadis bertelanjang dada, misalnya (model atau penari atau perempuan sedang mandi di kolam), tampak indah, jauh dari pengertian pornografi. Perempuan bagi Otto adalah keindahan dan optimisme hidup. Memamerkan lebih dari 30 batang lukisan (akrilik di atas kanvas dan sketsa hitam-putih di atas kertas), Otto Djaja termasuk legenda hidup yang laris.
Lahir di Rangkasbitung, Jawa Barat, 6 Oktober 1916, Otto adalah pendiri Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi) bersama Soedjojono dan kakaknya, Agoes Djaja_keduanya sudah mendahuluinya ke alam seni lukis yang kekal. Otto pernah mengenyam pendidikan di Rijks Academie van Beldende Kunsten dan di Facultie Letteren en Wijsbegeerte Gemeentelijk Universiteit, Amsterdam, Belanda.
Sebagai anggota pasukan Pembela Tanah Air (Peta), Otto terjun di sejumlah kancah pertempuran dalam perang kemerdekaan. Humoris ini juga tercatat sebagai anggota Veteran Pejuang RI. Karya-karyanya_mendapat perhatian sejak 1944membawanya melanglang buana berpameran di Belanda, Belgia, Prancis, Jerman, Amerika, dan Australia. Bung Karno adalah salah satu kolektor lukisannya.
Pelukis yang penampilannya mengingatkan orang pada seniman Paris ini agak unik: dia mengidentifikasikan dirinya sebagai Petruk. Boleh jadi itu karena ia menyadari bahwa wajahnya, badannya, dan sikap hidupnya yang santai mengingatkan orang pada punakawan Pandawa yang lucu itu. Dalam sejumlah lukisannya, Petruk pun lalu hadir di mana-mana, berbaur dengan rakyat kecil dengan segala suka-dukanya: di warung, di kantor, di kolam pemandian, di tukang ramal, di peragaan busana, di kawasan pariwisata, dan di sejumlah tempat lagi.
Petruk barangkali disayang Tuhan sehingga dikaruniai umur panjang supaya tetap produktif.
Danarto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo