Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Proses belum selesai

Pameran lukisan karya oesman effendi,60, di tim, jakarta, menampilkan 40 lukisan yang bersumber dari motif tradisional sum-bar dan lebih merupakan suatu vignet. (sr)

26 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OESMAN Effendi (lahir di Padang 1919) muncul kembali di Ruang Pameran TIM setelah absen tahun lalu. Setelah undur dari Jakarta 1972, untuk berlipat diri di Kota Gedang, OE kini mengetengahkan tak kurang dari 40 lukisan dengan warna-warna meriah untuk memamerkan produktifitasnya dan pencariannya. OE berangkat dari kegelisahan yang lain. Bukan lagi "menemukan abstraksi alam," dari ngarai dan bukit Sumatera Barat yang molek itu. Lukisannya kini menawarkan kepada para penikmatnya untuk ikut menghayati "hakekat melukis" sendiri. Berhasil Pada OE warna adalah warna. Adalah cahaya. Bukan dimanfaatkan untuk meniru atau memindahkan isi alam. Tapi bermaksud mengemukakan esensi setiap wujud baik sawah ngarai atau apa saja. Sementara garis yang merupakan kekuatan utama pula pada lukisannya, bukan lagi garis yang sebenarnya yang menganduqg tenaga dan ekspresi, akan tetapi semata "rasa garis." Ada persamaan dengan Rusli: mengajak orang ikut berproses. Hanya saja kalau Rusli menawarkan banyak bidang putih kosong, di mana penikmat seperti diberi ruang untuk mengikuti imajinasi -- pada OE dengan kanvas yang penuh, harmoni keseluruhan gambarnya membuat orang penasaran untuk ikut aktif. Ia tidak memberi orang suguhan -- tapi mengajak "bekerja". Namun mungkin karena usia, tenaga atau memang tema yang digarap masih dalam proses, kita menemukan beberapa hal yang belum selesai. Kalau dahulu lukisannya tampak "terkunci" dengan baik, sekarang seperti belum mendapat kata akhir yang pantas. Ia seperti menggantung, sulit mencari titik. Dengan demikian tampak bahwa OE belum menemukan akhir babak yang sedang ditempuh. Bagi beberapa orang yang biasa dengan hal-hal yang tuntas, mungkin hal tersebut mengganggu. Sebaliknya bagi mereka yang gemar mengamati proses, inilah justru saat di mana lukisan OE menjadi sangat menarik. Lukisannya menjadi lebih longgar dan membutuhkan partisipasi yang sebenarnya. Dengan kata lain, baik dari warna maupun komposisi, ia menjadi lebih atraktif dan membutuhkan "kawan". OE adalah salah satu contoh usaha yang berhasil untuk mempergunakan alam sebagai titik tolak kesenian kontemporer. Itu amat penting terutama buat pelukis Indonesia yang tinggal di kota. Lukisannya bukan semata gagasan yang divisuilkan, sebagaimana banyak kita lihat pada senirupa modern Indonesia. Pada OE gagasan tetap hanya bagian. Lukisannya bukan teori, analisa, manipulasi teknis, tetapi petualangan "rasa". Dengan 40 buah karya, OE kali ini tampak sebagai orang tua yang gigih, yang terus bekerja tanpa menganggap pekerjaannya tugas rutin. Sumbernya memang masih tetap bukit, ngarai, sawah, motif-motif tradisionil Sumatera Barat. Tetapi kekayaan daerah tersebut bukan menunggangi, bukan etalase. Ujarnya: "Apa yang saya hasilkan tahun ini sebenarnya lebih merupakan vignet-vignet." Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus