Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsitektur

Provokasi untuk Gedung Sekarat

Beberapa arsitek menciptakan maket-maket bangunan idaman untuk Kota Tua Jakarta.

18 Agustus 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gedung Tjipta Niaga berdiri kekar di Kota Tua dengan tiga lantainya. Coba tengok ke dalam, lantai dasarnya difungsikan sebagai galeri seni. Di lantai dua, ­pengunjung dapat duduk santai sambil menikmati kopi di dalam sebuah kafe. Sedangkan di lantai paling atas, anak-anak ramai mempelajari sejarah Kota Tua di dalam ruangan yang berlantai tembus pandang. Sayap bangunan lain memiliki beragam fungsi, dari toko fashion, toko buku, studio tari, studio fashion, hingga salon.

Ini, sayangnya, bukanlah kenyataan. Aslinya, gedung warisan Belanda itu masih bobrok, tak terawat. Gambaran indah ini baru sebatas maket gagasan OMA—firma arsitektur Belanda—dalam workshop Jakarta Old Town Reborn, yang dipamerkan di Pusat Kebudayaan Belanda, Erasmus Huis, hingga 15 Agustus.

"Workshop ini menghadirkan gagasan-gagasan yang inspiratif tentang Kota Tua," ujar Yori Antar, kurator workshop. Meskipun nama proyek ini mengingatkan kita pada proyek revitalisasi Kota Tua "Jakarta Old Town Revitalization Corporation" yang dipimpin Lin Che Wei, Yori menyebutkan kedua kegiatan itu berdiri sendiri-sendiri.

Di samping OMA, ada enam firma arsitektur lain dari Belanda dan Indonesia yang ikut serta, yaitu Andramatin, djuhara + djuhara, Han Awal & Partners, KCAP, MVRDV, dan Niek Roozen bersama Wageningen University. Adapun yang menjadi bahan "eksperimen" adalah Gedung Tjipta Niaga, Samudera Indonesia, Kerta Niaga, PT Pos Indonesia, Rumah Akar, Gedung Sadeli, serta lanskap di wilayah Kota Tua. "Kami memilih situs-situs yang benar-benar tak terurus," Yori menambahkan.

Para arsitek itu mencoba menyuntikkan beragam ide dalam nadi gedung-gedung sekarat tersebut. Firma Kees Christiaanse Architects & Planners (KCAP), yang menggarap rancangan baru Gedung Samudera Indonesia, misalnya. Facade gedung ini yang rusak parah oleh banjir pada 2008 diimajinasikan dibangun kembali dengan struktur baru yang menggunakan bambu. Adapun djuhara + djuhara membawa fungsi "apartemen mini" pada Gedung Sadeli, yang terletak di kawasan Kali Besar. "Saya percaya, untuk merevitalisasi Kota Tua, fungsi hunian harus dikembalikan agar wilayah ini kembali manusiawi. Keluarga harus dapat hidup dengan normal di sana," ujar Ahmad Djuhara dari djuhara + djuhara.

Dalam rancangannya, Gedung Sadeli diubah sebagai hunian 18 unit, lengkap dengan public space dan fasilitas penunjang, seperti toko dan restoran. Dibuat pula basement untuk mencukupi kebutuhan ruang yang terbatas. Sedangkan bagian luar ruangan lebih difokuskan sebagai tempat untuk pejalan kaki dan tempat beristirahat, dengan satu jalur untuk kendaraan. Ahmad menyebutkan, ketika timnya tengah meninjau gedung yang sekarang digunakan sebagai lokasi kantor itu, ia menemukan lorong-lorong yang menghubungkan satu gedung dengan gedung lain, tapi sekarang ditutup para pemilik gedung. "Ini bisa dimanfaatkan sebagai tempat usaha," ujarnya.

Muncul pula Rumah Akar, yang sempat ditangani Yori Antar sekitar satu dekade lalu, yang kini menjadi salah satu tempat yang ramai disasar kalangan fotografer. Dalam workshop ini, Rumah Akar dirancang kembali oleh Han Awal & Partners Architects dengan konsep "Kota Bawah", yaitu istilah yang digunakan pemerintah Belanda dulu buat kawasan sekitar Fatahillah untuk pusat perniagaan. Dalam rancangannya, Rumah Akar yang tampak eksotis dengan belitan akar-akar pohon tetap dipertahankan, dan ditambah dengan struktur baja untuk menopang dua lantai yang telah ada sebelumnya dan empat lantai baru yang akan difungsikan sebagai hotel.

Meskipun cemerlang, bukan berarti ide-ide ini siap direalisasi. Banyak tantangan yang dihadapi, seperti sempitnya lahan, yang menyebabkan susahnya melakukan penggalian dengan kedalaman yang ditargetkan. Level air tanah di lokasi tersebut juga tinggi dan merupakan air laut yang sifatnya korosif. Toh, hal itu tak jadi soal karena Yori sejak awal telah mewanti-wanti bahwa kegiatan ini bukan ajang bagi para arsitek untuk mengejar proyek. "Ini ide 'pancingan', yang kontroversial," ujar Ahmad Djuhara. "Ini provokasi," ia menambahkan.

Ratnaning Asih, Ninis Chairunnisa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus