Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Puisi A. Muttaqin

Puisi Merawat Kura-kura dan Menalkin Kelinci  karya A. Muttaqin, penyair yang berdomisili di Surabaya, Jawa Timur.

4 Agustus 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/Alvin Siregar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Merawat Kura-kura

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak aku merawat sepasang kura-kura, Tuhan seperti berjarak 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

lebih dekat dari urat mataku. Dua kura-kura itu bersayap rangkap 

di hari-hari tertentu, terbang di jam-jam tertentu, seperti dua 

malaikat yang membuat langit yang semula biru kini berwarna 

ungu. Di langit ungu itu, si kura-kura memetik biji-biji mimpiku: 

butiran cinta yang tidak pernah sanggup aku ucap dengan kata 

atau dengan bahasa ibuku. Biji-biji mimpi itu pelan-pelan tumbuh 

menjadi pohon. Pohon anggun. Mirip pohon sukun. Daunnya 

rimbun. Buahnya berjibun. Cabangnya wingit. Ranting-rantingnya 

gesit merogoh langit. Langit ungu. Dengan lapis-lapis yang juga 

ungu. Di langit ungu itu ada dua lubang — itulah lubang mimpi 

di mana Tuhan tampak tersenyum dan menabur kuncup kembang 

ke dalam tidurmu. Ke dalam tidurku. Ke dalam tidur setiap mata. 

Saat si kura-kura menumbuhkan sayapnya. Dan terbang 

membawa biji-biji doa dan benih mimpi kita.

 

(2024)

Menalkin Kelinci  

Sodara sekalian, di antara kami, ia tampak paling putih. 

Ia kesayangan para peri dan orang-orang suci. Bukan kebetulan, 

Sodara sekalian, jika ia jadi makanan kegemaran bagi ular dan 

elang—dua satwa yang hafal perihal dalam dan tinggi dan rahasia 

di bumi. Karena ia, bocah-bocah gembira dan sebagian lansia 

merasa kembali muda. Tak seperti ayam, kucing, dan anjing, ia 

tidak bikin tetangga gerah. Sodara sekalian, mungkin hanya sekali 

ia bikin kita susah. Yakni, ketika malam kelam dan ia melompat 

dari kandang. Sebab di langit yang putih-mati, ia melihat ibunya. 

Pucat. Sendiri. Merambat. Tertatih-tatih. Sedang ia telah mahir 

melompat. Melompat dan melompat. Hingga matanya merah. 

Hingga telinganya terangkat seperti dua kuncup doa: al-fatihah…

 

(2023)

A. Muttaqin, menulis puisi dan cerita pendek. Buku puisinya yang telah terbit adalah Pembuangan Phoenix (2010), Tetralogi Kerucut (2014), dan Tilas Genosida (2024). Ia tinggal di Surabaya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Para penulis bisa mengirim cerpen, puisi, dan esai seni serta budaya untuk Tempo lewat surat elektronik: [email protected] dan cc: [email protected]. Panjang cerpen maksimal 13.000 karakter. Kiriman puisi minimal lima judul dan maksimal 10 judul. Panjang esai maksimal 6.000 karakter. Karya-karya tersebut belum pernah terbit di medium mana pun, termasuk media sosial. Lampirkan biodata singkat, alamat lengkap, kontak, dan nomor rekening. Waktu tunggu maksimal enam pekan.  

A. Muttaqin

A. Muttaqin

A. Muttaqin penulis puisi dan cerita pendek, tinggal di Surabaya.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus