Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merawat Kura-kura
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak aku merawat sepasang kura-kura, Tuhan seperti berjarak
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
lebih dekat dari urat mataku. Dua kura-kura itu bersayap rangkap
di hari-hari tertentu, terbang di jam-jam tertentu, seperti dua
malaikat yang membuat langit yang semula biru kini berwarna
ungu. Di langit ungu itu, si kura-kura memetik biji-biji mimpiku:
butiran cinta yang tidak pernah sanggup aku ucap dengan kata
atau dengan bahasa ibuku. Biji-biji mimpi itu pelan-pelan tumbuh
menjadi pohon. Pohon anggun. Mirip pohon sukun. Daunnya
rimbun. Buahnya berjibun. Cabangnya wingit. Ranting-rantingnya
gesit merogoh langit. Langit ungu. Dengan lapis-lapis yang juga
ungu. Di langit ungu itu ada dua lubang — itulah lubang mimpi
di mana Tuhan tampak tersenyum dan menabur kuncup kembang
ke dalam tidurmu. Ke dalam tidurku. Ke dalam tidur setiap mata.
Saat si kura-kura menumbuhkan sayapnya. Dan terbang
membawa biji-biji doa dan benih mimpi kita.
(2024)
Menalkin Kelinci
Sodara sekalian, di antara kami, ia tampak paling putih.
Ia kesayangan para peri dan orang-orang suci. Bukan kebetulan,
Sodara sekalian, jika ia jadi makanan kegemaran bagi ular dan
elang—dua satwa yang hafal perihal dalam dan tinggi dan rahasia
di bumi. Karena ia, bocah-bocah gembira dan sebagian lansia
merasa kembali muda. Tak seperti ayam, kucing, dan anjing, ia
tidak bikin tetangga gerah. Sodara sekalian, mungkin hanya sekali
ia bikin kita susah. Yakni, ketika malam kelam dan ia melompat
dari kandang. Sebab di langit yang putih-mati, ia melihat ibunya.
Pucat. Sendiri. Merambat. Tertatih-tatih. Sedang ia telah mahir
melompat. Melompat dan melompat. Hingga matanya merah.
Hingga telinganya terangkat seperti dua kuncup doa: al-fatihah…
(2023)
A. Muttaqin, menulis puisi dan cerita pendek. Buku puisinya yang telah terbit adalah Pembuangan Phoenix (2010), Tetralogi Kerucut (2014), dan Tilas Genosida (2024). Ia tinggal di Surabaya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Para penulis bisa mengirim cerpen, puisi, dan esai seni serta budaya untuk Tempo lewat surat elektronik: [email protected] dan cc: [email protected]. Panjang cerpen maksimal 13.000 karakter. Kiriman puisi minimal lima judul dan maksimal 10 judul. Panjang esai maksimal 6.000 karakter. Karya-karya tersebut belum pernah terbit di medium mana pun, termasuk media sosial. Lampirkan biodata singkat, alamat lengkap, kontak, dan nomor rekening. Waktu tunggu maksimal enam pekan.