Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta -Film pendek Ruah dan The Unseen Words dari Yogyakarta berhasil memboyong dua Piala Citra untuk kategori Film Pendek Terbaik dan Film Dokumenter Pendek Terbaik dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2017 yang diselenggarakan di Grand Kawanua International City, Menado, Sulawesi Utara pada 11 November 2017 lalu. Film pendek Ruah disutradarai oleh Makbul Mubarak dan The Unseen Words oleh Wahyu Utami.
Baca: Fakta soal Night Bus, Film Terbaik FFI 2017
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Film ini diilhami dari pengalaman saya tumbuh di Yogyakarta," kata Makbul dalam siaran pers yang diterima Tempo, Senin, 13 November 2017.
Dia merasa Piala Citra yang diterimanya adalah bentuk apresiasi terhadap karya-karya film pendek. Uut, nama panggilan Wahyu Utami, pun merasa Piala Citra untuk The Unseen Words di luar ekspektasinya. "Karena dulu waktu bikin, ya bikin aja. Riset ya riset aja.Saya lebih fokus pada apa yang harus disampaikan dan bagaimana mencapainya," kata Uut.
Produksi kedua film itu disokong Dinas Kebudayaan DIY melalui Kegiatan Pendanaan Produksi Film Pendek 2016 dan 2017 yang didanai dari dana keistimewaan DIY bidang kebudayaan. Ruah dan The Unseen Words menjadi dua film pertama produksi Dinas Kebudayaan DIY yang berhasil menyabet penghargaan tertinggi untuk insan perfilman Indonesia ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya mengapresiasi kinerja tim produksi film yang memanfaatkan skema dukungan dari Dinas Kebudayaan ini dengan sebaik-baiknya untuk membuat film-film yang mampu menunjukkan dinamika kebudayaan Yogyakarta dengan lebih baik, sekaligus mampu mengedukasi masyarakat luas," kata Kepala Dinas Kebudayaan DIY Umar Priyono.
Kegiatan Pendanaan Produksi Film Pendek merupakan program tahunan Dinas Kebudayaan DIY yang bertujuan untuk mendorong lahirnya karya-karya film berkualitas dari para pembuat film Yogyakarta yang mampu merepresentasikan nilai dan karakter kultural keyogyakartaan. Program ini dimulai sejak tahun 2015 dan hingga saat ini telah berhasil memproduksi 27 film pendek fiksi dan dokumenter. Tahun lalu, tiga film pendek fiksi dan dokumenter menjadi nominasi Festival Film Indonesia 2016 untuk kategori Film Pendek dan Film Dokumenter Terbaik.
Umar berharap pencapaian dua film pendek Yogyakarta di FFi 2017 ini akan mendorong para pembuat film di kota gudeg itu untuk terus membuat karya-karya yang berkualitas.
“Kami selalu membuka masukan dari rekan-rekan pembuat film agar ke depannya program Pendanaan Produksi Film Pendek menjadi semakin baik,” kata Umar.
Indra Tranggono, Pemerhati Budaya sekaligus Anggota Tim Kurator Film Dinas Kebudayaan DIY 2017, dalam catatannya menyatakan bahwa kehadiran negara bagi pengembangan dunia perfilman DIY ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya sineas-sineas muda Yogyakarta yang potensial yang mampu bicara di tingkat nasional dan internasional melalui film sebagai wahana ucap kebudayaan. Meski Yogyakarta yang dihadirkan dalam film-film ini nantinya tidak hanya berwujud setting sosial saja. Melainkan juga nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang yang menjadi acuan publik DIY.
"Menghadirkan gagasan dan cara manusia-manusia DIY yang khas, genuin dalam merespons dan menjawab sejumlah persoalan dan tantangan yang muncul dalam perubahan," kata Indra.
Ruah merupakan film produksi Limaenam Films dan The Unseen Words diproduksi oleh Maju Jalan Films. Selain FFI 2017, Ruah juga akan berkompetisi di Singapore International Film Festival (SGIFF) 2017 yang akan diselenggarakan pada tanggal 23 November-3 Desember 2017. SGIFF adalah festival film terbesar di Asia Tenggara. Festival film ini sangat strategis untuk memperkenalkan karya, gagasan maupun program tertentu kepada khalayak internasional.
PITO AGUSTIN RUDIANA