Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso bikinan Netflix mengangkat kembali kasus kopi sianida.
Pada Januari 2016, Wayan Mirna Salihin meninggal setelah minum es kopi Vietnam bersama Jessica Wongso dan satu temannya.
Film dokumenter ini mengulas berbagai pertanyaan seputar persidangan Jessica Wongso, yang divonis 20 tahun penjara.
Netflix merilis film Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso. Film dokumenter ini membuka kembali kasus Wayan Mirna Salihin yang meninggal akibat racun sianida pada 2016. Dalam durasi 1 jam 26 menit, penonton disuguhi cerita tentang peliknya kasus ini dari berbagai sudut pandang. Dari Mirna yang menuduh Jessica sebagai pembunuh hingga pengacara yang membela Jessica di persidangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mirna, 27 tahun, meninggal setelah minum es kopi bersama dua temannya di Olivier Cafe, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada 6 Januari 2016. Tudingan mengarah kepada Jessica Kumala Wongso—saat itu berusia 27 tahun—teman lama Mirna yang memesan kopi tersebut. Kasus ini dikenal sebagai kasus kopi sianida, mengacu pada racun yang ditemukan di lambung dan minuman Mirna.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Persidangan kasus kopi sianida menjadi sorotan publik. Dalam opininya, majalah Tempo menyebut persidangan Jessica Wongso sebagai reality show karena disiarkan langsung selama berjam-jam, dipenuhi omongan pengamat hukum dengan opini yang menyalahkan terdakwa, tapi melupakan fakta bahwa kasus ini bergulir tanpa bukti primer: rekaman CCTV tidak menunjukkan Jessica menaruh racun pada kopi Mirna dan jenazah tak diautopsi.
Jessica Wongso dalam film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso”. Dok. Netflix
Ice Cold kembali membuka fakta-fakta tersebut. Ada perdebatan antara kuasa hukum dan jaksa penuntut. Ada juga gambaran saat polisi memberikan keterangan dalam persidangan berupa catatan kriminal Jessica di Australia, yang jelas-jelas tidak berhubungan dengan kasus kopi sianida.
Keterangan para ahli ikut dipaparkan. Budiawan, pakar toksikologi dari Universitas Indonesia yang dihadirkan pengacara Jessica dalam persidangan, mengatakan autopsi tidak sah jika tak membedah jenazah secara keseluruhan. Temuan sianida didapat lewat pemeriksaan lambung pada hari ketiga setelah kematian Mirna. Orang tua korban menolak jenazah diautopsi.
Film Ice Cold juga menampilkan Reza Indragiri Amriel, pakar psikologi forensik, yang mengatakan mendapat uang dari orang tidak dikenal untuk tidak berkomentar soal kasus kopi sianida. Menurut Reza, jika dirinya yang tidak ada hubungan apa-apa bisa disiram uang, bagaimana dengan mereka yang berkaitan langsung dengan kasus tersebut.
"Mungkin publik agak terperanjat karena pengakuan tentang uang itu," ujar Reza kepada Tempo, Rabu, 4 Oktober 2023. Menurut dia, wajar penonton menjadi skeptis terhadap penegakan hukum dalam kasus ini. Ia mengaku telah menyerahkan uang itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Mengubah Perspektif Publik
Masifnya pembahasan kasus kopi sianida di media konvensional dan media massa sepanjang 2016 berujung pada keyakinan bahwa Jessica Wongso merupakan pembunuh Mirna Salihin. Di film, ditampilkan testimoni sejumlah orang yang menyebut Jessica sebagai pembunuh dan bermuka jahat. Pengacara Otto Hasibuan sampai dijauhi sebagian besar keluarganya karena membela Jessica.
Film ini memunculkan perspektif baru. Dari benci menjadi simpati kepada Jessica. Reza Indragiri mengatakan, secara psikologis, daya gugah film itu terhadap afeksi publik tergolong tinggi. "Keyakinan publik bisa terkoreksi. Dari yang semula condong ke kanan, bisa banting setir ke kiri," ujar dia kepada Tempo.
Namun, di sisi lain, Reza mengajak penonton menikmati film tersebut dengan kritis. Sebab, dengan durasi kurang dari 90 menit, sulit berharap semua fakta bisa tersaji secara utuh.
Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso
Anzi Matta, penonton, menyukai film Ice Cold karena menyajikan sederet fakta yang membuatnya berpikir ulang soal vonis 20 tahun penjara yang diterima Jessica. "Film dokumenter investigasi sangat jarang di Indonesia," kata dia. Namun ada juga kritik dari Anzi. Ia mengatakan Ice Cold belum bisa disebut sebagai dokumentasi investigasi yang lengkap karena membahas proses pengadilan tanpa penelusuran detail kasus.
Amelia Hapsari, pegiat film dokumenter, menyoroti satu kekurangan film Ice Cold adalah ketiadaan wawancara keluarga Jessica. Sudut pandang pelaku semata digali dari keterangan pengacara. "Sementara ayah Mirna ditampilkan sebagai orang yang kompleks dan menimbulkan pertanyaan," kata Amelia kepada Tempo, Rabu lalu.
Jessica, yang mendekam di Rumah Tahanan Pondok Bambu setidaknya hingga 2036, sempat diwawancarai sebentar lewat video call—sebelum disudahi petugas. Namun, menurut Amelia, tetap perlu ada keterangan keluarga. "Apalagi Jessica juga bukan karakter yang bisa dipercaya sepenuhnya," ujarnya.
Tangkapan layar potret Mirna Salihin (kiri) dan Jessica Wongso di film Ice Cold. Dok. Netflix
Anggota juri anggota Academy Awards alias Piala Oscar 2022 ini mengatakan film dokumenter Netflix memang selalu dikemas secara unik dan memiliki nilai drama tinggi. "Khususnya genre true crime. Banyak orang ingin tahu detail lengkap ceritanya," kata Amelia.
Dokumenter Netflix biasa dibuka dengan pertanyaan besar. "Lalu menampilkan drama, seperti mengajak penonton untuk mempertimbangkan kembali suatu kejadian dengan kritis," ujarnya. Ramainya perbincangan publik setelah Ice Cold dirilis pada akhir bulan lalu mengajak kita ramai-ramai berpikir ulang tentang penegakan hukum di negeri ini.
ILONA ESTERINA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo