Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Seniman gaek Tjutju Widjaja, 80 tahun, menggelar pameran tunggal di Selasar Sunaryo Art Space. Belasan karyanya di ruang Bale Tonggoh menampilkan sapuan kaligrafi Cina. Dia mengekspresikan sosok Sri Sumarah, tokoh dalam cerita pendek karangan Umar Kayam. Berjudul Sumarah, pameran ini berlangsung sejak 3 Agustus hingga 5 September 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karya terbesarnya yang berjudul Brave berukuran 2 x 3 meter. Tjutju membuatnya dengan kuas besar, di antaranya ada yang seukuran pengepel lantai. Kedua tangannya meliuk-liuk menyapukan tinta Cina berwarna hitam pada kanvas berlapis kertas xuan. Karya itu dibuat langsung di area amfiteater Selasar Sunaryo pada 9 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proses melukisnya bertahap atau berlapis dari sapuan warna tipis, sedang, lalu diselesaikan oleh tinta yang pekat. Tjutju mengekspresikan sosok Sri Sumarah, seorang perempuan, istri, dan ibu, yang punya kekuatan menjalani tantangan hidup. “Merenungkan lalu saya meningkatkan emosi dan mengabstraksikan,” katanya dalam video pengiring pameran.
Lukisan karya Tjutju Widjaja. dok.Selasar
Total ada 17 karya lukisan kaligrafi Cina buatan Tjutju yang digarap pada kurun 2020-2021. Beberapa judulnya seperti Confidence, Diversity, Dream Come True, dan Enjoyment. Tinta Cina yang dipakainya tidak hanya hitam, melainkan juga kombinasi warna lain seperti merah, kuning, dan biru.
Kekaryaan terbaru Tjutju ini masih senapas dengan garapan sebelumnya yang dibuat untuk mempertahankan disertasi berjudul, Representasi Semangat Feminisme Kelenteng Perempuan dan Zhai Ji di Bandung pada 2020. Dia akhirnya meraih gelar doktor pada usia 79 tahun dari Program Studi Doktor Ilmu Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung.
Menurut kurator pemangku Selasar Sunaryo Art Space, Heru Hikayat, paling tidak ada tiga isu yang diusung Tjutju. Pertama, soal diaspora dan perpaduan budaya Tionghoa di Bandung khususnya. Kedua, isu perempuan dan gender, kemudian tentang lukisan kaligrafi dan abstrak. “Secara menyeluruh, Tjutju Widjaja sebenarnya membuat seri karya abstrak, semi abstrak, juga kaligrafi,” katanya.
Pelukis Tjutju Widjaja, 80 tahun, membuat kaligrafi Cina untuk pameran tunggalnya di Bale Tonggoh, Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, pada Juni 2021. dok.Selasar
Sementara itu pemilik galeri, Sunaryo, sebelumnya mengenal Tjutju Widjaja sebagai pebisnis kemudian menjadi seniman lukis dan kaligrafi Cina. Di usia yang tidak muda, Tjutju melakoni cita-citanya yang putus semasa remaja yaitu kuliah. Setelah meraih gelar sarjana seni dari Universitas Kristen Maranatha, studinya berlanjut ke pascasarjana sampai menjadi doktor dari ITB.
Ketika melihat langsung Tjutju Widjaja berkarya dengan goresan kuas besar, Sunaryo menilai lapisan sapuan tintanya tidak hanya mempertimbangan teknik dan artistik saja. “Tetapi mengandung simbol-simbol tentang proses kehidupan,” katanya. Makna kehidupan itu dalam mencari harmoni dan pertimbangan energi semesta. Unsur itu yang menurutnya jadi keunikan kaligrafi Tjutju.
ANWAR SISWADI