Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ANAK-anak dan orang tua terombang-ambing di atas kapal besar. Mereka seperti tengah berada di lautan dengan kepungan gelombang besar. Mereka berteriak ketakutan. Tiga anak buah kapal yang menyertai mereka sebagai pemandu mencoba menenangkan. Hingga beberapa saat kemudian, gelombang besar mereda. Anak-anak yang cemas menghadapi ganasnya lautan itu pun bersukaria. Mereka memancing dan memainkan perahu kertas. Perahu-perahu kertas itu bertaburan seperti bintang bersinar di antara kelambu yang melingkari kapal besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penampilan anak-anak dan orang tua di kapal besar itu merupakan bagian dari pertunjukan kolaborasi Papermoon Puppet Theatre dari Yogyakarta dan Polyglot Theatre, kelompok teater dari Australia. Pertunjukan khusus berjudul Cerita Anak (Child’s Story) yang berlangsung di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, Yogyakarta, 27-29 April lalu, itu merupakan program spesial bagian dari ArtJog 2018. Mereka berpentas sepekan sebelum bursa pasar seni rupa itu digelar di Jogja National Museum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua kelompok teater ini menempatkan anak-anak sebagai pusat cerita. Mereka mengawinkan teknologi, musik, dan tata artistik panggung yang kuat. Misalnya gelombang laut yang dibuat dari kain berwarna biru yang bergulung-gulung. Ada juga proyeksi video. "Karya serupa pernah kami pentaskan di Asia TOPA (Triennial of Performing Arts) Melbourne dan Perth Festival tahun lalu," ucap penggagas Papermoon Puppet Theatre, Maria Tri Sulistyani atau Ria Papermoon. Asia TOPA adalah festival tiga tahunan yang mengangkat karya seniman kontemporer dari Asia. Ria Papermoon bekerja sama dengan Sue Giles dari Polyglot Theatre dalam kolaborasi itu.
Papermoon dan Polyglot bekerja sama sejak 2008 hingga sekarang. Dua kelompok teater ini aktif melibatkan komunitas desa untuk pertunjukan mereka. Untuk pentas di Yogyakarta ini, mereka melibatkan anak-anak dari Dusun Kepek, Timbulharjo, Sewon, Bantul. Sedangkan di Australia, mereka melibatkan anak-anak dari Sekolah Dasar Dinjerra, Braybrook.
Cerita Anak (Child’s Story) di Yogyakarta dibawakan dalam versi berbeda dengan pementasan sebelumnya di Australia. Semula, karya ini hanya bisa dinikmati 40 penonton yang sekaligus menjadi penampil. Anak-anak yang didampingi orang tua itu menjadi penumpang kapal. Mereka yang tampil di balik kelambu tidak menyadari bahwa mereka ditonton ratusan orang. Mereka tampil natural. "Apa yang terjadi di panggung itu reaksi spontan mereka terhadap musik, suara, tata cahaya, dan proyeksi video," ujar Ria.
Cerita Anak berkisah tentang sejarah maritim Pulau Jawa dan kisah nyata seorang anak Sri Lanka yang mencari suaka di Australia. Proses kreatif Cerita Anak dimulai pada 2015. Anggota Papermoon dan Polyglot mengerjakan proyek seni di Lasem, desa para nelayan di pantai utara Jawa. Mereka menjelajahi laut bersama 40 anak Lasem dengan naik perahu. Dari sanalah mereka mengumpulkan cerita-cerita lokal. Kehidupan nyata anak-anak itu diciptakan kembali melalui imajinasi pertunjukan teater.
Di Melbourne, Australia, Polyglot juga melakukan perjalanan bersama anak-anak Sekolah Dasar Dinjerra. Di sana, ada kisah nyata dari anak-anak yang mengalami bahaya. Pada 2016, seniman Polyglot kembali ke Indonesia untuk mengembangkan konsep teater. Pada tahun yang sama, tim kreatif Papermoon pergi ke Australia untuk residensi dua minggu, termasuk lokakarya dengan Sekolah Dasar Dinjerra dan masyarakat umum. Kedua kelompok teater itu kemudian menyatukan temuan mereka.
Untuk pertunjukan Cerita Anak, mereka membentuk tim kreatif. Sue Giles dari Polyglot dan Ria Papermoon menjadi co-director, Iwan Efendi bertugas mendesain boneka dan gambar, serta Anna Tregloan mengatur desain. Sedangkan Steph O’Hara bertugas mendesain suara dan Anton Fajri menjadi pembuat boneka.
Kurator ArtJog, Bambang "Toko" Witjaksono, mengatakan ArtJog terus berinovasi dengan cara tidak hanya menampilkan pameran seni rupa, tapi juga seni pertunjukan. Satu di antaranya Cerita Anak sebagai pemanasan sepekan sebelum ArtJog digelar.
Cerita Anak, yang terinspirasi oleh kisah lama sejarah maritim di Lasem, Jawa Tengah, cocok dengan tema "Pencerahan" yang diusung ArtJog tahun ini. "Pertunjukan kolaborasi Papermoon dan Polyglot ini merupakan pertunjukan teater imersif, menampilkan pengalaman interaktif dan imajinatif," ujar Bambang.
Pertunjukan teater tanpa kata ini, menurut Bambang, menempatkan penonton di tengah panggung sebagai penumpang dalam petualangan melintasi ganasnya lautan. Mereka diajak menyelami dan mendengar kisah-kisah dasar laut. "Kekuatannya pada pengalaman visual dan fisik penonton," ucap Bambang.
Shinta Maharani
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo