Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Sebuah Parodi Kehidupan Mafia

Kali ini citra mafia dijungkirbalikkan. Robert de Niro tampil sebagai bos mafia yang mudah terharu dan menangis sesenggukan. Billy Chrystal bertugas "menyembuhkan"-nya.

27 Juni 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANALYZE THIS
Sutradara:Harold Ramis
Skenario:Peter Tolan dan Harold Ramis
Pemain:Robert de Niro, Billy Chrystal
Produksi:Warner Bros

Dia seorang psikiater New York terkemuka, kaya raya, dan duda berputra satu yang dua pekan lagi akan menikah dengan seorang penyiar cantik ternama. Segalanya sudah diperhitungkan, sangat kalkulatif, dan terencana rapi. Psikiater itu sudah membayangkan hidup yang tenteram dan bahagia di samping pengantin barunya. Sampai suatu hari yang "nahas": Paul Vitti, bos mafia yang paling berkuasa di New York, tiba-tiba saja meluncur di muka pintu kantornya. Sebuah mimpi buruk?

Sang psikiater adalah Ben Sobol (Billy Chrystal). Sang bos mafia adalah Paul Vitti (Robert de Niro). Dan sutradara film ini adalah Harold Ramis, yang pernah mengocok perut penonton dengan film The Groundhog Day (dengan pemain komedian Bill Murray) dan Multiplicity (dengan pemain Michael Keaton). Apa lagi yang diharapkan selain sebuah komedi yang cerdas tanpa slapstick, tanpa penghinaan inteligensi?

Dalam waktu dua pekan, Vitti akan harus memperlihatkan dirinya sebagai don yang dihormati (baca: ditakuti) karena dia harus memimpin pertemuan akbar antar-"geng" satu kota New York. Celakanya, Vitti sering terlihat "lunak". Dia tak bisa berkonsentrasi, kehilangan selera bercinta dengan kekasihnya, dan terkadang sesak napas. Dia sering cepat terharu melihat film yang menggambarkan hubungan ayah dan anak (maklum, ayahnya dihajar peluru musuhnya saat ia berusia 12 tahun). Dia tak pernah kuasa menembak (itu selalu harus dilakukan oleh bodyguard-nya). Dia cepat panik—meski dia tak pernah mengakuinya. Lalu, bagaimana Sobol akan menyembuhkannya di bawah ancaman kekuasaan sang mafia?

Bagi Sobol, yang bosan dengan pasiennya yang rata-rata adalah nyonya yang tak puas dengan hubungan seksual dengan suami, tawaran Vitti sungguh menantang sekaligus menakutkan.

Maka jadilah: sesi demi sesi sang mafia dan sang psikiater yang diiringi cerita-cerita berdarah. Yang menjadi humor di sini adalah bagaimana kedua orang dari kultur yang sangat berlawanan itu kemudian harus saling beradaptasi. Vitti bercerita tentang dunianya yang penuh peluru dan darah, sementara Sobol membalasnya dengan teori Freud. Sobol, yang akan menikah, mengadakan acara malam hari dengan calon mertuanya dan Vitti datang nyelonong dengan amplop tebal sebagai hadiah perkawinan.

Karena Sobol telah berhasil menenangkan Vitti yang mengalami stres, Vitti memberikan hadiah "seadanya": sebuah air mancur dengan patung-patung "bidadari" desain Italia yang menampilkan citra OKB (orang kaya baru).

Komedi Ramis kali ini adalah serangkaian adegan komikal tiga dimensi. Berbeda dengan The Groundhog Day, yang dengan absurd mengisahkan seorang penyiar yang setiap hari bangun pada hari dan tanggal yang sama (sehingga ia bisa meramal apa yang akan terjadi), film Analyze This berkisah dengan gaya yang lebih linier. Segalanya mudah ditebak, tapi kegairahan cerita memang bukan pada plot, melainkan pada dialog yang cerdas dan adegan yang memiliki daya kejut yang menyengat.

Adegan Ben Sobol yang terpaksa menggantikan peran Vitti dalam pertemuan para gangster—ia bergaya percaya diri dan berbicara dengan "bahasa mafia" yang petantang-petenteng adalah puncak dari parodi dari kehidupan mafia.

Tentu saja ini merupakan hal yang menarik jika mengingat hampir setengah dari daftar filmografi Robert de Niro adalah film yang menampilkan dirinya sebagai anggota mafia. Dan terutama dalam serial The Godfather karya Francis Ford Copolla, kita tahu Hollywood cenderung meromantiskan film mafia sehingga dunia berdarah itu terkadang menjelma menjadi dunia yang gagah dan menggairahkan.

Itulah sebabnya sutradara Ramis menginjak citra itu dengan menampilkan tokoh Vitti yang menangis sesenggukan setiap kali terharu hingga ujung jarinya pun tak kuasa menarik pelatuk pistol.De Niro bermain baik. Billy Chrystal tampil fenomenal. Film ini sangat layak untuk dinikmati—sekaligus untuk ikut menertawai dunia yang penuh sesak dengan jagoan lapuk seperti itu.

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus