Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Serenade dari Tubingen

Orkestra Tubingen pimpinan Gudni A. Emilsson memainkan repertoar Mozart sesuai dengan aturan tradisi. Sebuah persembahan yang elok.

9 April 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pekan lalu, Tubingen Kammerorchester pimpinan Gudni A. Emilsson bermain di Jakarta. Mereka memainkan repertoar yang cukup menarik dan bervariasi. Musik barok, klasik, dan romantis. Pemainnya muda-muda tetapi menjanjikan. Dengarkan mereka memainkan Mozart. Asli! Artinya, sesuai dengan "aturan tradisi" gaya Mozart yang umum, seperti perpaduan yang pas antara suara dan rambu-rambu musik. Lafal musiknya terkontrol dalam arus tempo yang mengalir lincah dan melantun pada bagian kedua. Presisi penalaan nada serta ucapan kalimat musiknya bening dan transparan. Begitulah sifat utama musik Mozart. Standar dasar penafsiran seperti itu memang harus dipatuhi pemain musik bila mereka menghadapi menu Mozart. Divertimento-F-mayor Kv.138 adalah model musik hiburan priayi Eropa tempo dulu. Mozart menulis karya ini dua seperempat abad yang lalu. Itulah sisi positif budaya tulis. Jejak sejarah bisa dilacak hingga kini.

Karya Antonio Vivaldi, konser untuk trompet dan orkes gesek B-dur, bahkan telah ditulis komponis Italia itu 300 tahun lalu. Karyanya masih sederhana dibandingkan dengan karya-karya yang berkembang kemudian. Tapi, sebagai ikon sejarah, ia sangat berharga. Pemain trompet Carl-Friedrixh Schmidt telah menafsir ulang karya Vivaldi dengan apik. Nada trompetnya melengking jernih walau terasa agak flegmatis untuk Vivaldi yang pra-Italiana temperamental.

Sekitar 280 tahun yang lalu, Johann Sebastian Bach menulis komposisi untuk dua biola dan orkes. Ketika itu ia berumur 35 tahun. Sebenarnya, ada dua karya sejenis yang ia tulis pada masa itu yang sekaligus menjadi penanda kepiawaiannya sebagai peletak dasar perkembangan musik modern di kemudian hari. Tubingen Kammerorchester memilih memainkan karya Bach dalam d-minor BWV 1043. Karya ini telah menjadi nomor standar bagi pemain biola di seluruh dunia. Tak terlalu istimewa orkes ini memainkan masterpiece Bach tersebut. Sedikit oblag (goyang) di sana-sini, menimbulkan kesan kurang masif untuk nomor unggulan Bach yang menuntut solidaritas tinggi itu. Selain itu, kepaduan dua solo biola terkurangi oleh kualitas keserasian warna dan karakter suara kontras dari kedua soloisnya. Kesannya, solois kedua Regina Schimitt yang masif, empuk, dan terukur pada biolanya, lebih bagus dan pas untuk karya ini, ketimbang solois pertama, Ara Gerard Malikian, yang virtuos, brilian, dan ekstrovert. Musik Bach memang bukan sekadar teknik dan rasa musikal, tapi juga kedewasaan dan kecermatan pertimbangan. Begitulah! Baru pada nomor kemudian Gerard Malikian menunjukkan kelebihan permainannya. Virtuositas dan keleluasaan emosi permainannya secara bebas dan ekspresif tersalur melalui karya "liar" Schubert, Rondo untuk biola dan orkes gesek A-mayor. Dibilang "liar" karena karya yang ditulis komponis romantik pada usia 19 tahun itu "tak mirip" dengan opus-opus lain si pencipta nyanyian agung yang umumnya penuh dengan kontur melodi rindu. Bagaimanapun, permainan Malikian terasa lebih cocok di sini.

Tubingen Kammerorchester mengakhiri konsernya dengan karya komponis Rusia Piotr Ilyich Tschaikovsky. Serenade untuk orkes gesek opus 48. Konon, tak ada sesuatu yang kecil di Rusia. Semua serba gede. Demikianlah, tidak seperti bentuk serenata komponis lain yang formatnya kecil, Tschaikovsky menulis karya dalam C-mayor untuk orkes (gesek) ini dalam ukuran grandios. Format partisi orkesnya dilipatgandakan, memenuhi wacana simponis dalam karakternya. Habis-habisan. Mencekam dan mendebarkan. Karya yang ditulis di puncak karir empu Rusia pada 1880 ini dimaksudkan sebagai penghormatan kepada Mozart, sang idola. Sebuah masterpiece yang sangat elok. Gudni A. Emilsson memainkan nomor romantis ini dengan apik. Sayang, orkesnya terlalu kecil untuk karya ini, sehingga bobot kandungan roh musiknya tidak seluruhnya bisa terungkap habis-habisan.

Suka Hardjana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus