Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Kalimantan Timur, kasus mirip Udin nyaris terjadi. Pemicunya adalah sebuah berita di tabloid Menara, terbitan Samarinda. Rupanya, artikel yang mempertanyakan penggunaan dana reboisasi itu menyimpan daya ledak cukup hebat. "Hati-hati, wartawan Anda akan kami bunuh," begitu ancaman via telepon yang mampir ke kantor redaksi Menara, tak lama setelah berita itu terbit.
Teror itu bukan sekadar gertak sambal. Wartawan yang menulis berita itu, Hoesin K.H., babak-belur diculik dan dianiaya. Kamis tiga pekan lalu, di dekat Kantor Pemerintah Daerah Samarinda, seseorang tak dikenal menggelandang Hoesin masuk mobil Isuzu Panther biru. Di dalam mobil itu, sudah menunggu tiga orang yang langsung menghajar Hoesin. Sekitar satu jam, pukulan bertubi-tubi mendarat di tubuh wartawan berusia 41 tahun ini. "Gara-gara kamu, Forum menulis korupsi Gubernur," kata seorang penculik.
Majalah Forum Keadilan, 12 Maret lalu, memang menurunkan tulisan bertajuk Proyek Fiktif Sang Gubernur. Penculik curiga, Hoesin memasok data untuk Forum. Dua bulan sebelumnya, Hoesin telah menulis laporan bertopik serupa di Menara. Menurut berita itu, berdasarkan Surat Keputusan Menteri-Sekretaris Negara Nomor R.11/1998, ada Rp 27,5 miliar dana reboisasi untuk proyek pengerukan aliran Sungai Mahakam. Padahal, proyek ini sudah diongkosi Departemen Perhubungan setempat. Lalu, ke mana dana reboisasi menguap?
Menurut Forum, konon, sebagian uang ituRp 22,5 miliarmengalir ke kocek Gubernur Kal-Tim Suwarna A.F. Sisanya, Rp 5 miliar, dinikmati Partai Golkar melalui aksi utak-atik Ketua Umum Golkar Akbar Tandjungwaktu itu menjabat Menteri-Sekretaris Negara. Sebenarnya, tulisan Forum sudah memuat bantahan Suwarna dan Akbar. Namun, cerita belum tamat. Suwarna, yang tak bisa menyembunyikan kemarahannya, menggugat tiga mediaMenara, Forum, dan Jaya Pos (Balikpapan)yang menulis kasus ini, dengan nilai gugatan Rp 105 miliar, ke pengadilan.
Berkaitan dengan aksi main kayu terhadap Hoesin, Suwarna membantah keras keterlibatannya. "Saya ini bapakmu. Tidak mungkin mencelakai. Ya, dua-tiga kali bersidang, kita berdamai," katanya kepada wartawan. Gugatan tersebut, kata pensiunan jenderal berbintang dua itu, adalah caranya untuk mengingatkan pers agar lebih berhati-hati dalam menulis berita. Karena itu, ia bersedia berdamai bila tiga media itu meminta maaf dan mengakui kesalahannya melalui media massatuntutan yang tak mau dipenuhi tergugat.
Siapa yang terlibat dalam penganiayaan Hoesin memang belum jelas. Puluhan wartawan Kal-Tim, sejak 13 Maret lalu, pun membentuk wadah yang diberi nama Tim Advokasi dan Pencari Fakta Wartawan Kal-Tim, yangselain mendukung tiga media tergugatjuga berniat mengungkap motif penganiayaan Hoesin. Suwarna sendiri di depan para wartawan mengaku ingin kasus itu segera terungkap. Tokoh yang ketika menjabat Wakil Gubernur Kal-Tim dikenal blakblakan dan sangat dekat dengan wartawan itu pun ikut menyumbang Rp 7,5 juta untuk tim tersebut.
Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga tak tinggal diam. AJI mengirim tiket pesawat guna mengevakuasi Hoesin ke Jakarta. Sembari mengungsi, Hoesin mengadukan kasusnya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Indonesian Corruption Watch, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. Tujuannya, menurut Didik Supriyanto, Sekretaris Jenderal AJI, supaya keselamatan wartawan menjadi perhatian banyak pihak. "Agar tidak terjadi kasus Udin kedua," kata Didik.
Mardiyah Chamim, Setiyardi, dan koresponden Samarinda
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo