Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Setelah keadaan bobrok tempo hari

Penulis : anne booth kuala lumpur: oxford university press, 1981 resensi oleh: prijono tjiptoherijanto. (bk)

19 Juni 1982 | 00.00 WIB

Setelah keadaan bobrok tempo hari
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
THE INDONESIAN ECONOMY DURING THE SOEHARTO ERA. Penulis: Anne Booth & Meter Mc Cawley (penyunting). Penerbit: Oxford University Press, Kuala Lumpur 1981, XXVI, 329 hal., index. BAHWASANYA Pemerintah Orde Baru berusaha sekuat mungkin untuk memulihkan keadaan ekonomi yang cukup bobrok sebagai warisan Orde Lama merupakan kenyataan yang tidak mungkin dipungkiri. Stabilitas ekonomi yang terjamin telah membuahkan "single digit inflation" selama periode 1969-1971. Ditambah dengan tekad untuk melaksanakan anggaran berimbang serta ditopang oleh stabilitas harga selama tahun 1977-1978, maka lengkaplah keyakinan akan tidak adanya pesimisme dalam neraca pembayaran selama rezim ini berkuasa. Tanpa bersikap menggurui Anne Booth dan Peter Mc Cawley menghimpun berbagai pandangan yang ditulis oleh ahli-ahli di bidangnya masing-masing dengan tujuan menyoroti kebijaksanaan ekonomi Orde Baru. Bukan mustahil akan ditemukan berbagai masalah yang cukup membuat risi seperti, kenyataan bahwa "absolute poverty" memang tidak bertambah, tetapi orang miskin masih sangat banyak sementara kebijaksanaan untuk mengangkat taraf hidup mereka sangat lambat pelaksanaannya. Alasannya, tidak ada pengarahan bagi kebijaksanaan di bidang tenaga kerja, sedangkan hal ini penting dalam hubungan dengan masalah kemiskinan (hal. 319). Selain itu penekanan pada pendapatan negara lewat pajak tidak langsung yang akan mengenai golongan penduduk kelas menengah dan miskin sudah barang tentu memperjauh asas pemerataan. Memang pajak tak langsung lebih mudah ditarik daripada pajak langsung, tetapi itu bukan tujuan utama pembangunan mestinya. Namun begitu, keinginan Orde Baru untuk melakukan pembangunan ekonomi secara baik tidak perlu disangsikan. Sikap terhadap prioritas pembangunan ini tampak misalnya dari Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto yang lebih berorientasi pada masalah ekonomi dan bukan masalah politik seperti sebelum tahun 1966. Bahkan dalam sistem perekonomian, kita tidak lagi bersikap "inward-looking" melainkan lebih mengarah pada "outward-looking". Berbagai masalah tampaknya masih akan membayangi perekonomian Indonesia di masa mendatang. Dualisme yang belum juga terselesaikan. Pengusaha pribumi yang masih bersikap priayi sampai dengan peranan pemerintah yang begitu besar dalam perekonomian, sebagai warisan sistem kolonial, kelihatannya masih tetap dipertahankan (hal. 17-19). Masalah pengangguran dan kemiskinan juga dipersoalkan secara mendalam. Bahkan tampaknya tema dari buku ini memang mengarah ke sana. Entah karena penulis bagian ini Anne Booth sendiri (dengan bantuan R.M. Sundrum) atau memang masalah satu ini yang dianggap cukup rawan. Selain mempersoalkan sulitnya mendapat data yang bisa dipercaya untuk menghitung distribusi pendapatan, kekurangan tanah di Jawa dilengkapi dengan perbedaan pengeluaran di daerah perkotaan untuk pulau ini, menimbulkan persoalan yang sering meresahkan para pengambil keputusan. Kenyataan tersebut mengantarkan pada suatu kesimpulan yang ditulis secara berani oleh para penyunting Tbe Indonesian Economy During The Soeharto Era dengan menyebutkan bahwa Indonesia tidak akan pernah menjadi "welfare state". Alasannya tingkat kesehatan dan nutrisi rendah, sehingga menyebabkan (dan juga disebabkan) banyaknya golongan miskin yang semakin bertambah. Lalu apa jawabannya? Bagian ke-9 yang ditulis oleh Terence Hall dan Ida Bagus Mantra menekankan pentingnya program KB dengan mengambil contoh keberhasilan di Jawa dan Bali. Sementara Leon Mears dan Sidik Moelyono yang menulis bagian mengenai "Food Policy" menawarkan perubahan dari sekedar Bimas di Jawa menjadi program ekstensifikasi di luar Jawa. Selain itu juga perlu dikembangkan strategi yang mengarah pada "spread commodity risk" daripada "single commodity risk" seperti yang dilakukan pada saat ini. Dengan demikian cita-cita "food self sufficiency", dan bukan sekedar "rice self sufficiency" yang menjadi harapan Orde Baru dapat menjadi kenyataan. Pada dasarnya buku yang dihimpun oleh Anne Booth dan Peter Mc Cawley ini menyebarkan harapan, meskipun diselingi kecemasan-kecemasan di sana-sini. Para penyumbang makalah yakin bahwa dalam tahun 1980-an masih dapat diharapkan terdapatnya pertumbuhan dan stabilitas di Indonesia. Sudah barang tentu beberapa perubahan harus diadakan. Misalnya saja birokrasi harus lebih dipermudah agar program industrialisasi dapat berjalan. Dengan kata lain harus dibuat "industrial infrastructure" daripada keahlian dan kelembagaan yang menunjang program tersebut (hal. 95-96). Di samping itu perlu terus dipikirkan bagaimana meningkatkan pendapatan dari sektor non-minyak, seperti yang menjadi perdebatan dewasa ini. Perlu diingat bahwa hanya karena "oil boom" di awal tahun 1970-an neraca pembayaran kita membaik. Oleh karena itu perlu dipikirkan sumber pendapatan yang lain. Salah satu di antaranya memang sektor perpajakan. Tetapi perlu dicatat bahwa seharusnya kita bukan sekedar menaikkan pajak, lebih dari itu -- yang paling penting -- memperbaiki sistem administrasi perpajakannya (hal. 156-157). Merupakan suatu pertanyaan mendalam yang dilemparkan buku ini kepada kita semua menyangkut bagaimana kekayaan dari luar, khususnya yang masuk akibat berkah minyak, dapat digunakan sedemikian rupa untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. Pengertian akan pentingnya pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan sudah merupakan kesadaran bersama. Tetapi karena diungkapkan sekali lagi dalam buku ini, semakin terasa berhaa untuk mengkaji kembali pengalaman selama ini. Dan ini pula yang menyebabkan berbagai karangan yang dihimpun oleh Anne Booth dan Peter Mc Cawley tersebut menjadi semakin berharga untuk dibaca. Prijono Tjiptoberijanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus