Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Suara Walsh di Jantung Timor Leste

Seorang Indonesianis menulis prosa dan puisi setelah menelusuri Timor Leste. Simpatinya jatuh pada korban kejahatan kemanusiaan.

17 Maret 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Tempat Kejadian Perkara: Tulisan, Refleksi, dan Puisi tentang Timor Leste, 1999-2010
Penulis: Pat Walsh
Penerjemah: Mariana Hasbie
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, Oktober 2012
Tebal: 408 halaman

Judulnya bisa menyesatkan calon pembaca, Di Tempat Kejadian Perkara. Kumpulan berita acara pidana? Untung, sub-judul lebih mengarah pada isi buku. Namun, setelah membacanya, kita sadar bahwa keseluruhan judul buku ini masih terlalu hambar bagi isinya.

Pat Walsh, salah seorang Indonesianis yang turut membina pengajaran bahasa Indonesia di Australia pada akhir 1960-an, menyingkap sisinya yang peduli hak asasi manusia dan keadilan. Dia menuangkan pikiran, renungan, dan ganjalan batinnya ke dalam buku ini. Walsh mengajak kita menelusuri bagian-bagian penting sejarah Timor Leste melalui tanah pijakan yang penuh batu dan karang, menembus cuaca yang tak bersahabat. Sambil melangkah maju, kita seolah-olah mendengar suara Walsh, yang kadang-kadang bernada sedih, diselang-seling humor, tak jarang juga sarat dengan perasaan yang menggebu, mengisahkan situasi dan peristiwa yang mengoyak rasa kemanusiaan dan keadilan. Walau dia tak jelas-jelas menuding, menyorot, atau menumpahkan kemarahan kepada satu pihak tertentu, dengan mata hati, kita mau tak mau melihat para pelaku terutama yang di balik tragedi dan kehancuran yang terjadi di negeri ini.

Perjalanan ini secara pribadi akan sangat mencerahkan, terutama bagi pembaca yang bersedia melemparkan pandangan mencari, melampaui apa yang segera tampak. Renungan Walsh tajam dan kritis, namun tak menghakimi. Bahkan dia menempatkan tiap peristiwa dan situasi dalam konteks yang sejauh mungkin tak memihak. Meski begitu, ini tak berarti Walsh tak menampakkan nilai-nilai moralnya sendiri. Simpatinya selalu jatuh pada para korban kejahatan kemanusiaan, yang dengan konsisten dalam seantero buku dikatakannya layak menerima keadilan. Dan nilai moral inilah yang mendominasi bagai leitmotif tunggal di latar panggung kisah-kisahnya dalam buku ini.

Bagi yang tak terlalu familiar pada politik Timor Leste—dulu dikenal sebagai Timor Timur—beberapa bab, seperti Dari Oposisi ke Proposisi dan Partai-partai Politik Timor Timur dan Peran Gereja Katolik dalam Politik, memberi gambaran cukup jelas untuk pembuka peta pengetahuan lebih jauh.

Kisah Timor Timur tak semua gelap dan suram. Dalam keadaan yang kacau-balau pun muncul cerita keberanian dan ketulusan hati di antara pekatnya kemarahan, kekecewaan, dan kehausan akan balas dendam. Gambaran seperti ini muncul ke permukaan dalam cerita-cerita pengalaman Walsh sendiri. Mimpi Domingos Monteiro, umpamanya, menuturkan kisah sebuah komunitas tujuh keluarga yang sempat terlupakan setelah diminta pindah—kepindahan yang niatnya sementara— dari lahan yang akan digunakan untuk upacara kemerdekaan Timor Timur pada Mei 2002. Tahu-tahu, tujuh bulan kemudian, ketika Walsh dan istrinya, Annie, kebetulan menemukan orang-orang ini, mereka takjub bahwa ketujuh keluarga ini tak merasa getir. Mereka harus tinggal dalam tenda-tenda yang jelas keluaran UNHCR walau tidak bermerek, di tanah berlumpur, tanpa air bersih dan listrik, serta tak tahu masih berapa lama lagi mereka harus hidup seperti itu. Toh, mereka bangga akan kemerdekaan negaranya, dan sama sekali tak terdorong untuk mencekik pihak berwajib yang seharusnya menangani kasus pengembalian mereka.

Badan-badan bantuan mancanegara berniat baik, Walsh mengakui, tapi dia mempertanyakan cara kerja mereka, misalnya dalam bab Hafal gerakannya tapi tidak mendengar iramanya. Di sini kita melihat bagaimana rakyat Timor Leste yang haus informasi diberi briefing harian yang diselenggarakan oleh LSM pusat informasi, OCHA, tentang kesehatan, perlindungan, makanan, dan lainnya. Tapi semua itu disampaikan dalam bahasa Inggris tanpa penerjemah! Keruan niat baik itu sebagian besar luput dari sasarannya.

Membaca buku ini kita merasakan ganjalan batin Walsh, yaitu trauma dan kesedihan yang membebani masyarakat tempat dia dan keluarganya tinggal beberapa lama. Jelas dia ingin membantu para korban pelanggaran hak asasi mendapatkan keadilan, tapi nyaris putus asa melihat para pelaku lolos dari hukuman. Dalam beberapa bab kita membaca tentang CAVR (Komisi Timor Timur untuk Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi), yang pembentukannya dibantu Walsh: tujuan dan rasionalnya, prosesnya yang berbelit-belit, dan keterbatasannya.

Persiapan yang diperlukan untuk tiap sesi peradilan di komisi ini bukan main rumit karena menyangkut sederet dimensi; menonjol dari deretan ini, agama, tradisi, nilai-nilai dan norma komunitas yang diharapkan menerima kembali si pelanggar ke tengah-tengah mereka. Tak ada tanda-tanda harapan bahwa para pelaku kejahatan berat, pelaku pelanggaran hak asasi yang serius, akan dibawa ke pengadilan. Walsh yakin mereka berlindung di balik politik yang memberi mereka kekebalan khusus. Dia bahkan mengutarakan keraguannya akan kebijakan pemimpin-pemimpin Timor Leste yang juga membiarkan para pelaku yang menurut dia kini memegang posisi berpengaruh dalam elite kekuasaan negara Indonesia ini lolos dari proses peradilan.

Di Tempat Kejadian Perkara menyorot ke dalam batin Pat Walsh sendiri; kepeduliannya pada nilai-nilai kemanusiaan dan rasa keadilan. Yang tak dapat diutarakannya dalam prosa dituangnya ke dalam puisi yang menyentuh. Tak kurang pentingnya, buku ini juga berkisah tentang rakyat sebuah negara yang telah menunjukkan keberanian dan tekad kuat untuk maju, dalam upaya mengatasi berbagai masalah yang masih jauh dari tuntas.

Dewi Anggraeni

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus