Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Suita dari lembah baliem

Grup kesenian suku asmat dan suku dani, irian jaya, pentas di gedung kesenian jakarta pekan lalu kemudian keliling amerika serikat menyemarakan ki- as. musik mereka mengagumkan.

8 Juni 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Grup kesenian suku Asmat dan suku Dani, Irian Jaya, berangkat ke Amerika menyemarakkan KIAS. Pekan lalu mereka pentas di GKJ Jakarta dan musiknya mengagumkan. AARON Copland punya sebuah teori. Dia orang Amerika yang disegani. Maklum saja, Copland memang komponis besar dan terpelajar. Katanya, musik itu harus punya empat unsur penting. Melodi, irama, harmoni nada, dan warna suara. Mungkin ia benar. Tapi, ternyata, teori itu terasa kuno di Lembah Baliem, Irian Jaya. Setidak-tidaknya setelah kita menyaksikan pergelaran kesenian suku Asmat dan suku Dani di Gedung Kesenian Jakarta, Kamis pekan lalu -- grup kesenian ini kemudian dibawa berkeliling ke AS menyemarakkan KIAS. Suku Dani di Lembah Baliem itu berpikir lain. Musik itu berulu hati. Maka, ia hanya mengenal satu pembenaran. Wujud! Teori wujud ini menolak harmoni, ritme, dan yang lain-lain itu sebagai unsur. Itu hanya tetek-bengek yang tidak harus ada dalam kenyataan kodrat dan firasat mereka. Musik lalu menjadi kenyataan ekspresi diri yang sebenar-benarnya keluar dari nurani. Alam dan lingkungan kosmos adalah sumber jati dirinya. Bukan akal dan peradaban yang dibuat. Di luar itu semua adalah artifisial. Tidak punya makna. Maka, sungguh tidak mengherankan kalau para ilmuwan Barat yang pintar-pintar itu mengagumi suku Asmat, Dani, dan sebagainya. Dahulu mereka melecehkannya sebagai kesenian primitif. Sekarang mereka menyebutnya sebagai kebudayaan bertenaga dalam yang paling dinamis. Tidak ubahnya semangat seni kontemporer abad kedua puluh. Banyak contohnya. Misalnya seni minimalis, pointilis, dan surealis. Yang seperti itu, semua sudah ada di alam bawah sadar sejak ribuan tahun yang lalu. Maka, di mata seniman, primitif itu modern. Atau selisih mereka hanya serambut. Musik orang Dani itu sungguh elok dan menarik. Bunyi-bunyi suara mereka terukur sangat cermat. Tapi ukuran mereka bukan metrik musik kota. Mereka mengukur bukan dari panjang-pendeknya suara, atau tinggi-rendah dan keras lemahnya suara berbanding. Semua terukur secara cermat karena naluri sambung rasa yang bukan main intensnya. Mereka sangat peka terhadap momen musikal. Artinya, mereka selalu siap dan waspada memberi respons terhadap situasi emosional medan musik yang mereka hadapi. Persis seperti sebuah ensambel musik ruang yang sudah bertahun-tahun saling mengenal dan bermain bersama. Respons itu diberikan bukan saja kepada sesama pemain atau penyanyi, tetapi juga kepada situasi lingkungan kondisional. Tidak ada spontanitas yang tidak terukur. Tidak ada aturan main yang menjerat seperti tiran. Satu hal yang sangat sulit dilakukan, bahkan oleh ensambel musik yang paling modern sekalipun. Musik mereka sangat polifonis. Dalam arti suara-suara yang begitu banyak itu tidak diatur-atur rapi dalam bagan-bagan hukum pertentangan yang rapi seperti dalam konsep musik Barat. Hukum "kontrapunktis" musik suku Dani seperti persesuaian sambung rasa dari begitu banyak keanekaragaman yang dinamis. Jadi, suara-suara yang begitu berbeda karakter dan perangainya itu tidak coba disatukan dalam keseragaman, tapi mereka biarkan berbaur dalam keseimbangan. Begitu selaras sosok perbedaan itu dalam harmoni musik yang kita dengar. Barangkali inilah hukum "kontrapunk" positif yang patut menjadi panutan musik modern kita abad ini. Struktur musiknya pun sangat rumit. Kalau orang tidak kenal, barangkali akan mengira sebagai musik asal-asalan. Padahal, pola dasarnya tidak ubahnya seperti sebuah Suita atau Concerto Grosso konon di zaman Barock ratusan tahun yang lalu. Ada kelompok dalam, ada kelompok luar. Ada sebagian yang selalu melantunkan motif-motif tertentu. Ada bagian-bagian chorus. Ada bagian-bagian soli, intersepsi, dialogi vokal, dan sebagainya. Uniknya, bahasa vokal mereka terkesan seperti seruan-seruan konsonan fonetik yang sangat menarik. Para musikolog menyebutnya sebagai wald rufe atau wild scream. Kita bisa menyebutkannya sebagai "Seruan Alam dari Lembah Baliem". Seperti sebuah Suita, satu rangkuman musik terbentuk dari berbagai urutan lagu atau musik tarian. Setiap lagu punya makna dan fungsi sosio-ritualnya sendiri. Berbeda dengan musik-musik suku terasing yang umumnya cenderung bersifat repetitif, musik suku Dani sangat jelas pola-pola dasar perbedaan dan karakternya. Padahal, antirepetisi adalah sikap dasar yang paling modern. Harry Roesli pasti merasa malu dan banyak belajar dari suku Dani. Alam dan tradisi memang guru yang terbaik. Dibanding musik suku Dani yang lebih perasa, musik orang-orang Asmat cenderung lebih energis dan ekstrover. Mungkin kaum minimalis di Barat dahulu belajar dari orang-orang Asmat. Pengulangan pola-pola gerak atau bunyi yang dilakukan terus-menerus secara intens bisa menumbuhkan ketegangan yang luar biasa. Konsentrasi yang terus-menerus tergali akan menimbulkan keadaan trans. Sayang, kita hanya melihat mereka di pentas buatan. Betapapun canggihnya gedung pertunjukan tidak akan pernah mampu menampung semangat hidup sejati mereka. Pentas mereka adalah rimbanya alam semesta, tempat Suita Lembah Baliem akan lebih terdengar merdu. "Kontrapunk Belantara" yang tidak akan pernah kita lupakan. Suka Hardjana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus