Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MATA penari itu sering terpejam. Sewaktu membuka, mata hanya menatap bumi. Tak ada kontak mata sama sekali dengan ribuan penonton di sepanjang pertunjukan. Penari topeng klasik Cirebon bergaya Losari, Eja Kusuma dan Nur 'Anani M. Irman, menari secara bergantian dalam satu panggung di depan kandang sapi yang dikitari sawah.
Pentas tari topeng Losari itu menutup Festival Lima Gunung di Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, 19-24 Juli 2016. Eja Kusuma menjadi penari pertama topeng Panji Sutra Winangun, yang tampil dengan gerakan lembut. Kemudian Nur 'Anani menarikan topeng Kelana Bandopati dengan gerakan sangat kuat dan cenderung ekstrem. Koreografi tari ini mengkombinasikan galeong atau gerakan kayang, gantung sikil atau menggantung kaki, dan pasang naga seser atau kuda-kuda.
Dua penari itu mencuri perhatian penonton di bawah terik matahari. Magis, kesan yang muncul. Orang merinding menikmati tari klasik yang bertahan dengan gerakan yang mempertahankan pakem. Tari ini bertumpu pada teknik kekuatan tubuh dan menekankan hubungan Tuhan dan manusia. "Ini doa untuk ruwatan bumi atau tolak bala bagi alam dan penduduk," kata Nani—sapaan akrab Nur 'Anani.
Topeng Panji Sutra Winangun mewakili karakter baik. Sedangkan Kelana Bandopati mewakili sifat jahat. Menurut Nur 'Anani, dua topeng yang dibawa dari Losari itu berumur 380 tahun. Tak ada lubang pada bola mata topeng Losari. Nani menari menggunakan mata batin. Pangeran Losari atau Angkawijaya adalah orang yang pertama kali menciptakan tari topeng Losari. Ia cucu Sunan Gunung Jati, wali penyebar agama Islam berpengaruh di Jawa Barat.
Semula Nani dijadwalkan menari pada malam sehari sebelum penutupan Festival Lima Gunung. Tapi pentas itu batal karena hujan. Akhirnya pertunjukan ditunda keesokan harinya. "Topeng kayu harta karun kami riskan dan rapuh," katanya. Nani juga merupakan Ketua Purwa Kencana, sanggar tari topeng Losari yang berdiri secara resmi sejak 1982. Nani adalah cucu maestro tari topeng Sawitri (almarhum), yang menghabiskan hidupnya untuk mempertahankan kelangsungan kesenian tradisional ini. Nani adalah keturunan ketujuh dalam silsilah generasi topeng Losari. Ia menari sejak umur tiga tahun.
Menurut perempuan kelahiran 5 Juni 1977 ini, untuk menjadi dalang topeng Losari tidak mudah. Ada serangkaian ritual yang harus dilakukan, di antaranya puasa. Nani telah melewati 11 tirakat secara ketat. Di antaranya puasa mutih atau hanya makan nasi serta pati geni atau tidak boleh keluar dari kamar selama dua hari dengan posisi duduk dan tubuh tegak. Ada pula puasa ngrawit atau hanya boleh makan cabai rawit. Keseluruhan tirakat harus dilakukan selama 40 hari.
Ia menjalankan ritual untuk menjadi dalang secara disiplin sejak duduk di bangku sekolah dasar dan menyelesaikannya ketika kuliah di Jurusan Tari Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung. Nani beberapa kali gagal menjalani puasa. Tapi akhirnya ia berhasil melalui semuanya. "Yang paling berat adalah puasa ngrawit," kata Nani.
Selama puasa ngrawit, Nani makan cabai 8-39 butir hingga puasa berakhir. Tiap hari cabai yang ia lahap jumlahnya berbeda dan harus dalam angka ganjil. Ia hanya berhasil menyelesaikan puasa ngrawit selama 15 hari. Nani terkena infeksi usus besar.
Dalam Festival Lima Gunung itu, Nani menari dengan sukarela tanpa honor. "Energi untuk menari di kampung jauh lebih dahsyat ketimbang di tempat yang eksklusif," ujarnya.
Shinta Maharani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo