MASALAH-MASALAH PEMBANGUNAN: BUNGA RAMPAI ANTROPOLOGI TERAPAN
Penynting: Koentjaraningrat
Penerbit: LP3ES, Jakarta, 1982, 510 halaman
SAMPAI kini masih ada pendapat yang mengira antropologi itu
bersifat teoritis akademis dan tidak praktis terapan. Pendapat
semacam ini sudah barang tentu menyesatkan. Karena sudah sejak
lama ilmu ini dipergunakan penguasa untuk pembangunan. Bedanya,
jika pada zaman kolonial pembangunan Indonesia untuk memperkaya
negeri penjajah, sekarang pembangunan tersebut diperuntukkan
bagi rakyat Indonesia sendiri.
Adanya sejarah penyalahgunaan tersebut oleh pemerintah kolonial,
dipraktekkan dengan meminjam tangan kepala-kepala suku buat
memeras rakyatnya, maka untuk waktu lama di kalangan para
antropolog Indonesia ada perasaan enggan terhadap antropologi
yang bersifat terapan. Mereka takut pengetahuan tersebut
disalahgunakan lagi oleh penguasa -- terutama oleh mereka yang
tidak mengenal kode etik. Contoh klasik penyalahgunaan
antropologi terapan adalah dipergunakannya hasil penelitian
Snouck Hurgronje, mengenai struktur masyarakat Aceh, oleh
pemerintah kolonial Belanda untuk menaklukkan Aceh. Karena kini
kita hidup di alam kemerdekaan, sikap enggan terhadap
antropologi terapan sudah harus ditinggalkan.
Peranan antropologi terapan dalam usaha pembangunan nasional,
menurut Koentjaraningrat, adalah penelitian terhadap sejumlah
masalah sosial-budaya dengan metodologi khusus, seperti: (1)
pendekatan masalah secara holistik, (2) pendekatan masalah
secara mikro, (3) pendekatan masalah dengan metode komparatif
(halaman 8).
Dengan metodologi yang khas antropologi terapan dapat
dipergunakan untuk penelitian masalah tertentu. Misalnya,
tentang faktor-faktor yang bersifat menghambat proses
pertumbuhan ekonomi. Di sini para ahli antropologi dapat
berperan dalam menambah pengertian kepada para perencana
pembangunan dengan memberikan data mengenai masalah-masalah
tadi, baik melalui jalur penelitian atau konsultasi dalam
rapat-rapat kerja, maupun lewat loka karya atau seminar-seminar
pembangunan.
Menurut penyunting, masalah-masalah pembangunan, yang kini
menjadi perhatian ilmu sosial dan dapat dianalisa dari sudut
antropologi, yakni: (1) masalah penduduk, (2) masalah struktur
masyarakat desa, (3) masalah migrasi, transmigrasi, dan
urbanisasi, (4) masalah integrasi nasional, (5) masalah
pendidikan dan modernisasi (halaman 9).
Dengan mempergunakan kelima masalah pembangunan tersebut,
penyunting mengkategorikan 22 karangan yang dituLis peneliti
dari berbagai disiplin ilmu sosial -- baik berkebangsaan
Indonesia maupun asing. Buat bab Masalah Penduduk, penyunting
memilih tiga karangan, dua di antaranya karangan sendiri, dengan
judul: Penduduk Indonesia, Masalah Keluarga Kecil, dan Wanita di
Jakarta: Kehidupan Keluarga, dan Keluarga Berencana oleh Hanna
Papanek dan kawan-kawan.
Untuk bab Masalah Struktur Masyarakat Desa, penyunting memilih
enam karangan, satu tulisannya sendiri, di bawah judul:
Masyarakat Pedesaan di Indonesia, Prinsip Dalihan-na-tolu dan
Gotong-royong pada Masyarakat Batak-Toba oleh Tambun Siahaan,
Peranan Anak dalam Ekonomi Rumah Tangga Desa di Jawa oleh
Benjamin White, Struktur Kelas dan Otonomi Wanita di Pedesaan
Jawa oleh Ann Stoler, Kepala Desa: Pelopor Pembaruan oleh
Theodore M. Smith, dan Gejala Organisasi dan Pembangunan
Berencana dalam Masyarakat Pedesaan di Jawa oleh Sediono M.P.
Tjondronegoro.
Untuk bab Mobilitas Penduduk Indonesia terpilih lima karangan
berjudul: Migrasi, Transmigrasi, dan Urbanisasi oleh
Koentjaraningrat, Besarnya Migrasi Sukubangsa Minangkabau dan
Sukubangsa-sukubangsa Lain di Indonesia: Beberapa Perkiraan
Statistik oleh Mochtar Naim, Mobilitas Penduduk Desa Sekitar
Jakarta oleh Koentjaraningrat, Produksi Subsistensi dan 'Masa
Apung' Jakarta oleh Hans-Dieter Evers, dan Lima Keluarga
Penggali Pasir di Yogyakarta oleh Patrick Guiness.
Penyunting, untuk bab Masalah Integrasi Nasional, telah memilih
tiga karangan, du di antaranya karya sendiri, dengan judul:
Lima Masalah Integrasi Nasional, Kerjasama antar Agama dan
Prospeknya: Kasus Sulawesi Utara oleh Y.V. Paassen M.Sc., dan
Reaksi Penduduk Irian Jaya terhadap Perubahan Zaman.
Dan untuk bab Pendidikan, Orientasi Nilai Budaya, dan
Pembangunan, penyunting, yang juga menurunkan tulisan, memilih
lima karangan dengan judul: Ikhtisar Sejarah Pendilikan di
Indonesia dan Perubahan Orientasi Nilai-Budaya Indonesia, Koran
Masuk Desa dan Permasalahannya: Kasus Bali Post oleh Raka
Wiratma Cendekiawan dan Ulama dalam masyarakat Aceh: Pengamatan
Permulaan oleh Alfian, dan Kewiraswastaan dan Perkembangan
Ekonomi Indonesia oleh Jochen Roepke.
Bahan-bahan yang disajikan di dalam buku ini membuktikan betapa
luas dan beraneka-ragam masalah pembangunan Indonesia. Dan
penyunting telah membuktikannya dengan baik.
Namun lantaran tidak ada gading yang tak retak, maka buku ini
juga punya kekurangan. Yakni belum dimasukkannya bab Masalah
Perkembangan Seni Budaya Nasional -- yang menyangkut
perkembangan seni sastra, seni rupa, teater, tari, seni suara
dan musik. Padahal semua itu adalah aspek-aspek yang membuat
bangsa Indonesia tidak bersifat terlalu materialis rasionalis.
Semoga pada edisi kedua kekurangan ini dapat dipenuhi.
James Danandjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini