Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Titik tolak: hakekat

Suparto belajar melukis di bandung tahun 1944. kemudian belajar sendiri. dalam wawancaranya dengan tempo, ia mengakui ada terpengaruh oleh pelukis luar negeri.

30 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUPARTO belajar melukis tahun 1944 di Keimin Bunka Shidoso Bandung. Kemudian dia belajar sendiri dengan banyak pengaruh dari seni budaya primitip di museum Jakarta. Tahun 1962 ia mulai mematung. Pada tahun 1971 ia mendapat Anugerah Seni. Kini anaknya 10. Di bawah ini adalah wawancara yang dilakukan di rumahnya. Ia sedang mempersiapkan dua buah guci dengan proses teknik yang baru. Tanya: Kenapa anda senang pada yang primitip dan dekoratip? Jawab: Setiap manusia saya kira punya penglihatan primitip. Itu menjadi sumber. Saya kembali kepada sumber yang masih murni. Karena setiap manusia mengerti segala sesuatu yang primitip. Di samping itu, saya terpengaruh oleh lukisan Bali dan wayang, dengan garis yang jernih dan penuh perasaah. T: Apa saja yang ingin anda ungkap kan ? J: Dulu hanya peristiwa-peristiwa dalam hidup. Sekarang ada penemuan baru, baik susunan warna, tema dan ide. Masalah yang saya garap kadang masalah manusia kadang masalah dunia, peristiwa, cinta kasih, juga protes. Misalnya "Air Mata" itu protes terhadap manusia yang bingung mencari nafkah. Untuk hidup orang bisa merampok, mencuri dan sebagainya sehingga untuk bisa bertahan dapat dikatakan orang harus mengucurkan air mata. Saya berharap ada masanya nanti kita bisa hidup tanpa mengucurkan air mata. Dengan seni lukis saya mengharapkan bisa ikut berjuang untuk maksud-maksud sosial. Saya justm memperhatikan keadaan masyarakat. T: Dengan tidak menghiraukan anatomi apa anda merasa itu sebagai pemberontakan: J: Pemberontakan dan penemuan. Saya ingin mengucapkan sesuatu dengan menarik perhatian. T: Apakah anda terpengaruh oleh pelukis lain ? J: Dari pelukis luar negeri ya. Misalnya Picasso, untuk pemberontakannya. Klee, untuk penemuannya yang puitis. Rouseau, untuk keprimitipannya. Chagall, untuk filsafatnya. T: Bagaimana hubungan anda dengan Mulyadi W dan Widayat yang melukis lugu seperti anda. J: Mulyadi sebenarnya terpengaruh oleh saya, karena dulu dia tidak melukis seperti itu. Dengan Widayat, sebetulnya kami tidak saling mengenal sebelumnya, tapi ide memang hampir sama. Kesamaannya adalah bahwa kami melukis dengan tidak menghiraukan anatomi. Yang penting adalah hakekat, sehingga terasa ke-Timur-annya. Barat itu titik tolaknya pada naturalisme. Timur titik tolaknya hakekat. Barat selalu memperhatikan anatomi sekalipun dia melukis dekoratip, tapi Timur tidak memperhatikan itu. T: Bagaimana pendapat anda tentang Seni Rupa Baru Indonesia? J: Saya senang pada pemberontakannya. Karena itu cara baru untuk mengungkapkan soal manusia dan dunia yang jelas sekali. Kritik saya: mereka menggunakan bahan-bahan yang mudah rusak dan sering mutunya perlu dipertinggi. Yang penting memang pemberontakannya. Paling sedikit evolusi 10 tahun akan membuatnya jauh lebih baik. T: Berapa harga karya anda? J: Antara 1000 - 2000 dolar. Patung sampai $ 2.500. T: Anda juga mematung, apa lukisan tidak bisa menampung semuanya? J: Tiap pelukis juga punya saat-saat macet melukis, lalu mengerjakan yang lain. Misalnya saja Picasso. Jadi untuk keseimbangan. Di samping mematung saya juga membuat keramik. Caranya agak lain. Saya tidak melalui proses pembakaran, tapi langsung dicor. Bahannya dari semen putih dan tepung batu. Patung "Ibu dan Anak" dalam pameran saya buat dengan proses macam itu. T: Apakah anda punya kritik ? J: Ya. (lalu memperlihatkan TEMPO, 16 April, resensi untuk pameran Oesman Effendi). Dia ini selalu bilang orang lain suka nyontek. Tapi dia sendiri nyontek (menunjuk pada lukisan "Toba"). Ini nyontek lukisan Klee yang berjudul "Sebelum Salju" (lalu mengeluarkan sebuah buku kecil edisi bahasa Belanda). Dahulu dia juga pernah nyontek Kandinsky, bahkan dicetak sebagai kalender oleh BPM.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus