Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Nasib Yang Di Seblat

Nasib transmigran di Bengkulu memprihatinkan. Hidup mereka masih terisolir karena jalan ke sana masih dalam keadaan parah. Pun waktu mereka di tempatkan, tanah garapan masih berapa hutan.

30 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BENGKULU termasuk di antara 9 propinsi yang selalu siap membuka pintu bagi para transmigran. Daerahnya masih luas, hutan-hutan di sana masih perawan lagi. Sehingga seperti berulangkali diungkapkan Gubernur drs. H.A. Chalik, sampai dengan akhir Pelita III nanti transmigran yang ada di Bengkulu akan berjumlah 100.000 KK. Tapi jika menurut catatan Kanwil Departemen Transmigrasi Propinsi Bengkulu jumlah transmigrasi yang ada didaerah itu sekarang baru tercatat sekitar 2.500 KK, agak sulit dibayangkan bagaimana mengejar jumlah sebanyak itu hingga 7 tahun mendatang. Tapi kesulitan mengurusi transmigrasi di Bengkulu agaknya bukan hanya dalam soal mengejar angka-angka saja. Nasib mereka yang telah ditempatkan di lokasi-lokasi tertentu selama ini cukup mencemaskan juga. Sebanyak 230 KK transmigran yang ditempatkan di proyek transmigrasi Seblat (Kabupaten Bengkulu Utara) sejak akhir tahun 1976 lalu misalnya, belum jelas benar akan nasib mereka. Waktu menuju tempat itu mereka diangkut dengan truk selama 2 hari perjalanan untuk menempuh jarak 140 km dari kota Bengkulu. Jadi terang bahwa jalan raya menuju tempat itu masih dalam keadaan parah. Bahkan akhir-akhir ini tak ada sebuah kendaraan bermotor yang sudi menuju jurusan itu karena jalannya suah dianggap binasa. Begitu 230 KK itu sampai di tujuan, yang bernama tanah pekarangan masih terdiri dari hutan lebat, belum ditebus, belum ditebangi. Tanah perladangan yang 3 hektar itu, sama saja. Lebih-lebih lagi tanah sawah yang 1 hektar tiap KK masih berbentuk hutan dan belum punya pengairan Menurut penuturan seorang warga proyek Seblat kepada pembantu TEMPO, M. Effendy, pembagian bibit maupun perlengkapan lainnya pun tak begitu memuaskan. Dari 20 batang bibit cengkeh untuk tiap KK ternyata hanya diterimakan 14 batang, bibit padi yang mestinya 25 kg tiap KK hanya dibagikan 5 kg, bibit kacang kedele yang seharusnya 1 kg hanya dibagi 1 cangkir untuk tiap KK. Memburuh Begitu pula dalam hal peralatan kerja, seperti linggis, cangkul dan garpu. Tapi lebih dari itu, hingga hari ini di Seblat belum terdapat balai pengobatan dan sekolah, apa lagi rumah ibadah. Padahal sepcrti diketahui daerah ini cukup terkenal akan ancaman malarianya. Sayang, bahwa Menteri Nakertranskop yang belum lama ini berkunjung ke Bengkulu Utara tak sempat meninjau Seblat ini. Tapi berbincang perkara transmigrasi di propinsi ini, tampaknya memang keterbatasan maupun rusaknya jalanjalan masih merupakan hambatan. Paling sedikit hal ini menyebabkan para transmigrasi itu terkurung dan tak lancar memasarkan hasil pertanian mereka. Di samping itu dengan tiadanya irigasi yang baik ditambah gangguan hama tikus dan babi serta kurangnya pembinaan menyebabkan para transmigran itu tak mendapatkan hasil sebagaimana layaknya. Akibatnya, tak sedikit di antara mereka yang meninggalkan lokasi, memburuh di kota maupun kampung-kampung terdekat atau numpang bersawah pada penduduk setempat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus