Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Upacara inca 'pacha-mama"

Beberapa kelompok suku indian inca berhimpun dalam sebuah upacara purba di gunung chereaje, peru. diyakini akan membawa berkah untuk pacha-mama bumi bunda. bila darah tumpah, maka rejeki melimpah ruah.

12 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GUNUNG Chereaje di malam dingin yang membeku. Di ketinggian 4.500 meter pegunungan Peru, Amerika Selatan, itu beberapa kelompok suku Indian berhimpun dalam sebuah upacara purba yang unik. Dalam gelimang sopi yang berkadar alkohol 90% dan dalam "goyangan " daun coca yang menghanyutkan, para turunan Indian Inca itu bersiap-siap untuk jadi pahlawan atau kapiran esok hari. Tidak jelas kapan sebenarnya upacara suku tua Indian Inca itu bermula. Paling tidak, mereka berbondong-bondong menuju dataran tinggi di Gunung Chereaje, sekali seumur hidup. Tua muda, laki perempuan, juga anak-anak. Ada yang menunggang kuda. Banyak yang berjalan kaki, berhari-hari. Tujuannya adalah mengikuti upacara perang tanding berlumur darah di lereng gunung suci Chereaje. Upacara suku Inca yang purba itu diyakini akan membawa berkah untuk Pacha-Mama Bumi Bunda. Bila darah telah tumpah, maka hasil bumi tahun depan akan melimpah ruah, dan ternak lama pun berkembang beranak-pinak. Begitu kepercayaan mereka. "Tidak ada penonton dalam upacara ini," kata Fausto, yang jadi guide fotografer Gamma. Semua orang yang hadir di padang pembantaian itu harus terlibat langsung, turun ke gelanggang. "Beberapa tahun lalu, tujuh orang wartawan Peru dan guide-nya tewas saat mencoba mengintip upacara langka itu," kata Fausto. Walaupun Fausto sendiri hampir disikat maut ketika menyaksikan acara Inca itu tahun lalu, sekarang ia masih mau juga menjadi penunjuk jalan. an siang itu upacara penuh darah berlangsung. Dalam keadaan sempoyongan dilamun alkohol, para pengikut upacara - lelaki dewasa dan anak-anak saling mengintip kesempatan untuk menggasak lawannya. Rupanya, masih tersisa sedikit aturan permainan. Para penunggang kuda akan mencari lawan yang sama. Sedang para peon, yang hanya berjalan kaki, mencari tandingannya yang setara pula. Bila sudah ketemu lawan, berbagai macam senjata pun bicara. Dari cemeti berujung tumpul, lasso, sampai waraka senjata tua suku Inca yang berupa bandul dengan pemberat. Saat itulah. kebrutalan mereka lepas bebas. Gabungan suku Hanpatuni, Itallapara, Yanoaca, dan Indian Langui baku hantam dengan kelompok yang dipimpin Indian Checa. Banyak yang sudah jatuh terjerembab--karena mabuk berat--sebelum diembat lawan. Mereka yang luka-luka dan terkapar akan ditarik ke garis belakang. Tapi jangan diharap ada belas kasihan untuk mereka yang sekarat. Pada malam harinya, sang pawang tiba merestui darah yang telah tertumpah. Dan ini katanya, "Semoga pada malam yang menggigilkan ini para dewa berkenan menerima persembahan. Agar panen tahun depan semakin meningkat." Dan alam pun kembali tenang ketika katachilla - rasi bintang selatan--mulai memancarkan cahayanya. Simbol Indian Inca yang mengayomi berbagai puak Pegunungan Andes. Burhan Piliang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus