MULA-MULA cuma aparat keamanan yang menghebohkan film Yang Muda,
Yang Bercinta itu. Tapi para wakil rakyat -- yang akhir-akhir
ini memang tampak tertarik berbicara mengenai film -- kemudian
juga ikut ambil bagian. Dan ini nampaknya membawa berkat kepada
karya terbaru sutradara Sjuman Djaja tersebut.
Kisah di DPR Senayan itu bermula pada pertanyaan anggota Komisi
I dari Fraksi Karya Pembangunan (FKP), Nyonya Ida Ayu Tami
Pidada. Terjadi pada sidang dengan Menhankam Jusuf dan
Kaskopkamtib Jenderal Yoga, Jumat pagi 9 Juni itu, Nyonya Pidada
mendapatkan jawaban ini: "Film itu bisa menimbulkan intrepretasi
yang keliru." Itu keterangan dari Yoga Sugama.
600 Meter
Kemudian, di ruang DPR, tetap dengan Komisi I, malamnya tampil
Menpen Letjen Ali Murtopo. Karena yang tampil ini pejabat yang
memang secara langsung berurusan dengan masalah film dan
penyensoran, maka tentu saja soal bisa dengan segera menjadi
jelas. Pendeknya, menurut Ali Murtopo, persoalan yang
menyulitkan film ini bermula pada "pengolahan skenario oleh
sutradara Sjuman Djaja" yang "memasukkan unsur-unsur politik
yang dinilai dapat menimbulkan pengaruh yang negatif dalam
masyarakat." Kemudian ada pula masalah yang timbul oleh
penampilan Rendra sebagai pemain utama film tersebut.
"Penampilan unsur-unsur politik itu sangat menonjol dengan
dipilihnya Rendra sebagai pemeran utama." Begitu antara lain
penjelasan Ali Murtopo.
Yang lebih menarik lagi adalah keterangan Menpen mengenai
pelarangan Gubernur/Kepala Daerah DKI Jakarta yang dilakukan
atas permintaan Laksusda Kopkamtib Jakarta. Pelarangan itu
"terjadi disebabkan oleh adanya dugaan seolah-olah film tersebut
sudah dikeluar dari BSF." Kata Ali Murtopo, "hal itu tidak
benar." Tambahnya pula. Dan pada tanggal 15 April 1978, Badan
Sensor Film (PSF) melakukan penyensoran terhadap film tersebut.
Hasilnya "Film dapat diloloskan untuk 17 tahun ke atas dengan
potongan semua adegan dan dialog yang bersifat politik karena
dipandang dapat mengganggu ketertiban umum," kata Ali Murtopo.
Untuk lebih mempertegas kedudukan BSF, di depan para wakil
rakyat yang bersidang di Senayan itu, Ali Murtopo menjelaskan: "
. . . BSF adalah suatu badan interdepartemental, di mana duduk
wakil-wakil dari berbagai instansi, jadi bukan terdiri dari
wakil-wakil Departemen Penerangan saja." Dan BSF yang demikian
itu telah melaksanakan tugasnya dengan melakukan pemotongan
secara saksama terhadap film yang skenario aslinya ditulis Umar
Kayam. Kopi asli film itu mempunyai masa putar 2 jam 48 menit.
Tak terlalu "dihabiskan" rupanya. Sebab setelah dipotong oleh
BSF sepanjang 600 meter, kini masih diperlukan waktu 2 jam 28
menit untuk menikmati film tersebut. "Untuk ukuran film
Indonesia, film itu masih cukup panjang," kata seorang produser
yang pekan silam kebetulan mampir di gedung BSF.
Setelah lolos sensor, apakah Yang Muda sudah bisa ditonton
khalayak ramai? Pertanyaan ini diajukan kepada Letkol. Anas
Malik, juru bicara Laksusda Jaya. Jawabnya: "Kami menunggu
petunjuk Kopkamtib." Pihak Departemen Penerangan sendiri
kabarnya telah menghubungi Kopkamtib untuk menyampaikan hasil
terakhir dari BSF. Dan orang film umumnya berharap agar
pendapat instansi lain lebih baik disampaikan lewat saluran yang
biasa: BSF.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini