Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap orang tua tentu pasti menginginkan anaknya tumbuh dengan bahagia. Namun tahukah Anda, jika definisi kebahagiaan anak tidak hanya sebatas ekspresi serta aktivitasnya yang terlihat menyenangkan saja?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Psikolog Elizabeth Santosa, kebahagiaan tidak bisa diukur dengan apa yang terlihat dari bagian luar si anak. Sebab kata dia, masing-masing anak memiliki cara mereka berbahagia serta mengekspresikan kebahagiaanya. “Bahagia itu tidak harus ceria. Anak yang introvert lebih suka kalem, tapi bukan berarti dia nggak bahagia,” ujar Elizabeth saat ditemui di Lotte Shopping Avenue, Jakarta, Jumat, 27 Juli 2018.
Elizabeth menambahkan, masa kanak-kanak memiliki pengaruh positif terhadap tumbuh kembang kognitif (proses belajar), nilai diri (self-esteem), social skill serta karakter anak saat dewasa. Begitupun dengan tumbuh kembang aspek sosiaI-emosional mereka akan tumbuh dengan baik dan positif juga seiring perkembangannya jika mereka merasa bahagia sejak kecil. “Anak yang bahagia sejak kecil memiliki peluang lebih besar untuk menjadi individu yang memiliki emosi positif dan memiliki kepuasan hidup yang tinggi di masa dewasa kelak,” lanjutnya.
Lebih lanjut Elizabeth mengatakan, kebahagiaan seorang anak sepenuhnya juga dipengaruhi oleh peran orang tua. Sebab kata dia untuk anak menjadi bahagia, maka orang tuanya harus bahagia terlebih dulu. Namun sayangnya, hal inilah yang justru masih jarang ditemui, ditambah lagi para orang tua yang sibuk dan tidak mengurus anaknya dengan baik. “Artinya, walalupun waktunya panjang, belum tentu dia terlibat dengan anak-anak mereka. Karena mamanya setiap hari ada tapi, sibuk sendiri tapi tidak mau terlibat bermain dengan anak-anaknya secara langsung,” kata dia.
Hal ini akan berdampak pada kepribadian si anak saat dia sudah dewasa. Misalnya akan mempengaruhi sisi emosional si anak yang cenderung mengarah menjadi seseorang tempramental ke depannya. “Anak yang sudah dewasa, kalau tidak bahagia pasti akan jadi temprament dan pemarah. Karena kalau nggak bahagia, mereka menjadi lebih emosional,” tutupnya.