Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cerita Warga Pantura Tangerang Pindah ke Kampung Relokasi Setelah Tergusur Pengembangan Kawasan PIK 2

Samid pindah ke kampung baru di Tangerang karena rumah lamanya tergusur pengembangan kawasan Pantai Indah Kosambi atau PIK 2.

22 Mei 2024 | 14.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana kompleks perkampungan relokasi warga tergusur PIK 2 di kampung Tanjungan, Desa Muara, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang. Tempo/ Joniansyah Hardjono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Tangerang - Samid, 55 tahun, menata satu demi satu barang dagangannya di warung yang menyatu dengan teras depan rumahnya di kampung Tanjungan, Desa Muara, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang. Setelah menyusun barang dagangan, warga Pantura Tangerang itu duduk di kursi bambu panjang yang ada di dalam warung kelontongnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sesekali dia melayani pembeli yang datang satu persatu. "Sudah tiga bulan saya pindah ke tempat relokasi ini," ujarnya kepada Tempo, Selasa siang, 21 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Samid mengaku pindah ke kampung baru ini karena Kampung Muara yang berjarak sekitar 500 meter dari tempat relokasi yang ditempatinya saat ini terkena gusur pengembangan kawasan Pantai Indah Kosambi atau PIK 2.  Bermodalkan uang gusuran dan tukar guling tanah dengan pengembang Agung Sedayu Group itulah, Samid membangun rumah baru di Kampung Tanjung.  

Pria yang bekerja sebagai nelayan ini mengaku manut saja ketika ada tawaran ganti rugi bangunan dan relokasi dari pengembang. Sebab dia dan keluarganya sudah tidak tahan tinggal di kampungnya yang lama karena selalu kebanjiran. "Langganan banjir rob, surutnya semakin ke sini semakin lama. Makanya pindah ke sini tempatnya lebih tinggi dan sudah tidak banjir lagi," ucapnya.  

Di kampung yang lama, ia memiliki tanah seluas 100 meter persegi dan satu unit rumah. Untuk tanah, kata dia, sistemnya tukar guling dengan lahan yang ada di tempat relokasi itu. Samid memilih tanah di bagian depan dan berada di jalan utama. "Untuk bangunan, saya dapat ganti rugi per meter Rp 3,5 juta dan totalnya dapat Rp 300 juta," ucapnya. 

Dari Rp 300 juta itu, Samid membangun rumah yang ditempatinya bersama sang istri serta anaknya senilai Rp 200 juta. "Sisanya buat modal buka warung," kata Samid yang mengaku masih tetap melaut untuk menambah penghasilan.  

Rumah baru Samid cukup besar berdiri di atas lahan sekitar 100 meter persegi, memiliki dua kamar, ruang tamu, dapur, dan teras depan yang dibuatnya warung kelontong. Lantainya sudah keramik dan tembok bercat kuning. "Jauh lebih lega di rumah yang baru ini. Kalau rumah yang lama sempit dan becek," kata dia.  

Warga lainnya, Bawani, 50 tahun, sudah pindah ke kampung relokasi itu sejak empat bulan lalu. Kini, ia dan empat anaknya menempati rumah baru yang berukuran cukup besar. Dibangun di atas lahan seluas 150 meter, rumah Bawani terlihat luas dengan lantai keramik putih berukuran besar. "Kalau saya senang bisa pindah ke sini karena saya sudah capek hidup di kampung yang selalu banjir," ujarnya. 

Wanita ini bercerita pernah ketika bulan puasa, kampungnya dilanda banjir rob dengan ketinggian air sampai dengkul. "Orang mah makan sahur, saya malah dorongan air yang masuk ke rumah," ucapnya. Kini, Bawani sudah nyaman dengan rumah barunya itu. "Alhamdulilah, di sini saya bisa dapat rumah bagus. Di kampung yang lama rumah saya kecil, sempit dan kumuh," kata Bawani sambil menambahkan ia menerima ganti rugi Rp 3,5 juta per meter untuk bangunan rumahnya. Namun, Bawani tetap merindukan suasana kampung Muara yang ia tempati sejak kecil. "Meski selalu banjir, kampung asal pasti banyak kenangan," kata dia. 

Samid dan Bawani adalah dua dari sekitar 180 kepala keluarga di kampung Muara, Desa Muara, Kecamatan Teluknaga yang terkena gusur pengembangan kawasan PIK 2. Kini, kampung lama mereka sudah diratakan. 

Kampung relokasi ini masih berada di Desa Muara atau sekitar satu kilometer dari kawasan apartemen Tokyo PIK 2. Kawasan permukiman baru ini tertata seperti kompleks perumahan. Jalan utama perumahan cukup lebar sekitar 6-7 meter yang dilapisi conblok. Di kanan-kiri jalan tersedia saluran air yang menyatu dengan sisi jalan.  

Rumah berbagai tipe dan ukuran sudah banyak yang berdiri di atas lahan seluas 5 hektare itu. Ada rumah mewah berukuran luas dengan tiga lantai, bangunan dua lantai, dan ada juga yang bangunan kecil sederhana. Selain itu, banyak juga kontrakan yang berjejer di kompleks relokasi itu dengan bangunan baru dan gaya minimalis.  

Ukuran rumah di kompleks relokasi itu seakan menggambarkan kondisi pemilik rumah di kampung yang lama. Jika pemilik rumah memiliki tanah yang luas dan bangunan yang bagus di kampung yang lama, di kompleks relokasi ini rumah dan bangunannya juga besar. Begitu juga dengan pemilik kontrakan yang membangun usaha yang sama di tempat baru itu. 

Menurut Kepala Desa Muara Syarifudin, dari 180 KK warga yang tergusur, 80 persennya sudah pindah ke kampung relokasi tersebut  "Sisanya ada yang masih memetakan tanah dan sebagian memilih untuk tidak pindah ke kampung relokasi atau pindah ke tempat lain," kata Syarifudin. 

Menurut dia, lahan seluas 5 hektare telah disiapkan pengembang PIK 2 untuk menampung sekitar 180 KK warga yang tergusur.  Relokasi itu, ujar Syarifudin, sudah sesuai kesepakatan antara warga dan pengembang. Prosesnya berjalan bertahap dari tahap pengukuran hingga pembayaran. Warga yang setuju pindah ke tempat relokasi langsung memetakan tanah sesuai dengan ukuran tanah mereka di kampung yang lama.  

Setelah mendapatkan ganti rugi bangunan, warga bisa langsung membangun dan pindah ke kampung relokasi itu. "Tempat relokasi ini aman dari banjir, lebih tertata, fasilitas memadai dan pemukiman ini jauh lebih baik dari kampung warga sebelumnya," kata Syarifudin. 

189 KK Warga Kampung Preman Menunggu Pembayaran 

Jika sebagian besar ratusan warga Kampung Muara sudah pindah ke kampung relokasi, berbeda dengan sekitar 180 KK warga kampung Tanah Preman yang saat ini masih menunggu proses pembayaran. "Tahap pengukuran sudah selesai, kami tinggal menunggu pembayaran," ujar Ketua RW Kampung Tanah Preman Buang Jamalulayel. 

Dia mengatakan sebanyak 180 KK di RT 01, 02 dan 03 sudah setuju untuk direlokasi ke Kampung Kulon. Proses pengukuran lahan dan bangunan, kata Buang, telah dilakukan sekitar sembilan bulan lalu. Menurutnya, warga akan meninggalkan kampung Tanah Preman ketika pembayaran minimal 80 persen sudah mereka terima. 

Sebagian warga, kata dia, sudah tidak sabar untuk pindah. Menurutnya, untuk bisa pindah ke lahan baru itu, warga kampung tukar lahan dengan pengembang. "Misalnya warga Tanah Preman ada tanah 400 meter, ditukar dengan lahan di Kampung Kulon itu. Untuk bangunan rumah mereka dibeli per meter," kata Buang.   

Menurut Buang, kampung Tanah Preman yang telah ditempati keluarga mereka turun temurun sejak tahun 1960 itu selalu kebanjiran. "Kampung kami sejak dulu memang langganan banjir, kalau rob air laut naik rumah kami kebanjiran, begitu juga kalau hujan deras," ujarnya.  

Jika banjir, air baru surut setelah berhari-hari. "Saya dan warga disini sudah lelah selalu kebanjiran," ujarnya. Menurutnya, jika banjir melanda, ketinggian air setinggi dengkul kadang merendam rumah mereka.  

Kampung Tanah Preman Desa Lemo Kecamatan Teluknaga masuk kawasan pengembangan PIK 2. Saat ini, sebagian besar pembangunan kawasan perumahan dan bisnis PIK 2 telah merambah desa berpenduduk 7.528 jiwa itu. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus