Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (Korsup KPK) memprioritaskan lima program unggulan dalam pencegahan korupsi daerah. Program ini sebagai upaya mendorong optimalisasi tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik di daerah yang bebas dari segala praktik korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK, Didik Agung Widjanarko, mengatakan program unggulan tersebut mencakup penajaman indikator dan subindikator MCP; pendalaman area prioritas, terutama pengadaan barang dan jasa, serta perizinan; penguatan aparat pengawas internal pemerintah (APIP); optimalisasi sinergi APIP-aparat penegak hukum (APH); dan pemantauan lapangan. “Program unggulan tersebut diprioritaskan untuk mengatasi tantangan-tantangan pemberantasan korupsi di daerah," katanya dalam keterangan resmi, Senin, 29 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia berkata risiko korupsi pada area pengadaan barang dan jasa, praktik suap, gratifikasi, dan pemerasan pada pelaksanaan pelayanan publik di daerah masih sangat tinggi.
Tidak hanya itu, tantangan lainnya yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di daerah, yaitu masih lemahnya pengawasan internal terutama dari sisi anggaran; sumber daya manusia; dan independensi. Hal ini diperkuat dengan data Monitoring Center Prevention (MCP) 2023. "Area pengawasan APIP memiliki nilai indeks capaian terendah dari delapan area intervensi, yaitu sebesar 70," ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, penguatan APIP perlu dilakukan. Dalam penguatannya, terdapat tiga aspek yang dibutuhkan, yaitu aspek anggaran, sumber daya manusia, dan aspek independensi dan objektivitas. “Ketiga aspek dioptimalkan dengan sinergi antara KPK, Kemendagri, BPKP, KemenPan RB, dan Kemenkeu,” tutur Didik.
Dalam kesempatan ini, Direktur Wilayah I KPK Edi Suryanto juga menyebutkan tentang upaya-upaya yang akan dilakukan dalam rangka penyelamatan keuangan negara sebagai bagian dalam upaya penajaman indikator MCP. Salah satu upaya tersebut adalah Penertiban Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU).
Berdasarkan data internal KPK, Capaian PSU 2023 hanya mencapai Rp 12,5 triliun yang nilainya turun Rp 6,7 triliun dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 19,2 triliun.
Beberapa permasalahan PSU yang terjadi disebabkan oleh adanya penundaan dalam penyerahan perumahan kepada Pemda setelah proses pembangunan, berhentinya masa operasi sehingga kondisi PSU sudah tidak layak, dan Pemda tidak dapat melakukan perbaikan PSU.
KPK telah melakukan sinergi dalam penyelesaian PSU Pemda dengan Kejaksaan, BPN, serta pihak terkait lainnya.Hal ini diawali dari Kota Makassar sejak 2019 dan diperluas sampai ke seluruh kabupaten/kota. KPK pun membuat regulasi penertiban PSU, termasuk pengambil alihan PSU ketika pengembang sudah tidak ada.
Edi menyebut KPK tidak bisa sendiri dalam memberantas tindak pidana korupsi. Oleh karenanya, KPK butuh kolaborasi dari berbagai elemen masyarakat, tak terkecuali media sebagai mitra strategis KPK dalam melawan tindak pidana korupsi.
“Jangan hanya menunggu berita penindakan atau OTT, Ada kegiatan KPK lainnya yang dapat diliput oleh rekan-rekan media, salah satunya agenda KPK di daerah,” kata Edi.