Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan ada timbal balik yang didapatkan Indonesia dalam kebijakan pemindahan narapidana atau transfer of prisoner Mary Jane Fiesta Veloso ke negara asalnya, Filipina. Yusril menegaskan bahwa kesepakatan itu bersifat resiprokal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Artinya kalau nanti pemerintah Indonesia meminta narapidana Indonesia yang dijatuhkan hukuman di negaranya, mereka juga wajib mempertimbangkan untuk mengirimkan atau memindahkan narapidana itu ke Indonesia,” tutur Yusril ketika dihubungi Tempo melalui sambungan telepon, Kamis, 21 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Langkah diplomatik ini dinilai memberikan timbal balik yang baik bagi negara. “Ada semacam honorary reciprocal namanya, jadi ini kan adil bagi semua pihak,” tutur eks Menteri Sekretaris Negara era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Namun, dia membantah adanya pertukaran atau barter narapidana dalam kesepakatan pemindahan terpidana mati Mary Jane Veloso. "Nggak ada barter narapidana," ucap Yusril.
Yusril pun menjelaskan bahwa kebijakan transfer of prisoner itu berbeda dengan exchange of prisoner. Dalam kebijakan pemindahan tahanan, pemerintah mengembalikan seorang narapidana ke negara asalnya untuk menjalani sisa hukuman sesuai dengan putusan pengadilan. “Kalau barter, yang namanya exchange of prisoners, itu tukar-menukar narapidana,” tutur Yusril.
Adapun Mary Jane Veloso adalah narapidana kasus narkoba dengan vonis hukuman mati di Indonesia. Dia ditangkap Petugas Bea dan Cukai Bandara Udara Adisutjipto Yogyakarta pada 25 April 2010 karena membawa 2,6 kilogram heroin dalam kopernya.
Enam bulan sejak penangkapan, pada 11 Oktober 2010, Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, menjatuhkan hukuman mati kepada Mary. Rencananya eksekusi dilaksanakan pada 29 April 2015 di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Namun, pemerintah Indonesia menunda pelaksanaan eksekusi mati itu dengan alasan menunggu proses hukum di Filipina selesai. Sejumlah pegiat anti-perdagangan manusia menilai Mary Jane merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Kabar mengenai rencana kembalinya Mary Jane Veloso disampaikan oleh Presiden Filipina Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr melalui akun media sosial resminya, pada Rabu, 20 November 2024.
“Mary Jane Veloso akan pulang,” demikian tulis Bongbong di akun X @bongbongmarcos.
Bongbong Marcos menyebut pemulangan Mary Jane ini sebagai hasil diplomasi dan konsultasi yang panjang antara pemerintah Filipina dan Indonesia.
“Kami berhasil menunda eksekusinya cukup lama hingga mencapai kesepakatan untuk akhirnya memulangkannya ke Filipina,” kata Bongbong.