Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ninoy Karundeng membantah soal surat pernyataan dirinya yang beredar di dunia maya. Melalui rekannya, Jack Lapian, Ninoy menyatakan surat itu dibuat dalam kondisi tertekan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Barusan saya konfirmasi ke Ninoy. Tanda tangan Ninoy dibawah tekanan, karena takut dianiaya dan dikeroyok lagi," ujar Jack Lapian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surat pernyataan Ninoy itu ditulis di atas kertas dengan meterai 6000. Isinya adalah pernyataan bahwa dia ditolong dan diselamatkan oleh Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Al Falaah, tim medis serta warga.
"Adapun luka memar dan lebam yang saya alami adalah akibat kesalahpahaman," tulis Ninoy dalam surat yang ditandatangani pada 1 Oktober 2019 tersebut.
Dalam surat itu, Ninoy membuat pernyataan tidak akan menuntut dan mempermasalahkan kejadian yang ada di Masjid Al Falaah. Dia menyatakan masalah sudah diselesaikan dengan baik. Salah satu relawan Jokowi itu menyatakan surat dibuat tanpa paksaan dari pihak manapun.
"Saya juga menyatakan terima kasih kepada DKM masjid Al Falah dan tim medis serta masyarakat," tulis Ninoy
Ninoy Karundeng diduga disekap dan dianiaya hingga hampir dibunuh oleh sejumlah orang di Masjid Al Falaah, Pejompongan Barat, Jakarta Pusat pada 30 September hingga 1 Oktober lalu. Pelaku juga merekam video yang menampilkan anggota relawan Jokowi itu tengah diinterogasi dengan wajah lebam. Video berdurasi 2 menit 42 detik kemudian viral di media sosial dan tersebar di grup-grup percakapan WhatsApp.
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan 13 orang sebagai tersangka. Dua diantaranya merupakan anggota Persaudaraan Alumni 212 atau PA 212 yakni Bernard Abdul Jabbar selaku sekretaris dan Supriadi sebagai wakil bendahara yang juga merupakan Anggota DKM Masjid Al-Falaah.