Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kabupaten Tangerang menyiapkan enam opsi dalam menangani banjir di Kampung Gaga, Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga. Banjir merendam kampung yang dihuni 200 keluarga itu tak surut dalam tiga bulan terakhir ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Opsi yang telah disiapkan normalisasi saluran air, bangun tanggul, pintu air, polder hingga relokasi," ujar Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Air Kabupaten Tangerang Slamet Budi Mulyanto saat dihubungi Tempo, Kamis, 17 Februari 2022.
Budi menjelaskan opsi tersebut merupakan program jangka pendek dan jangka panjang penanganan banjir di Kampung Gaga dan desa lainnya yang rawan banjir di area proyek PIK 2 Agung Sedayu di kecamatan Teluknaga.
Menurut dia, normalisasi saluran akan dilakukan sepanjang 2 kilometer, begitu juga dengan pembangunan tanggul. "Tanggul akan dibangun di sisi saluran air," ujarnya. Saluran air akan dilengkapi dengan pintu air.
Opsi lainnya, lanjut Budi, pembangunan polder yang dilengkapi dengan pompa air. "Tiga polder masing masing dilengkapi dua pompa air,” ucap dia.
Langkah terakhir atau jangka panjang, kata Budi, adalah merelokasi warga yang ada di sekitar rawan banjir di desa Tanjung Pasir, Lemo dan Muara. "Termasuk kampung Gaga," ujarnya.
Banjir di kampung Gaga sudah terjadi sejak Desember 2021 lalu dan sampai saat ini belum juga surut. Ada 200 kepala keluarga yang terdampak banjir akibat curah hujan tinggi.
Pantauan Tempo dilokasi Kamis siang 17 Februari, kampung Kulon kondisinya sangat parah. Puluhan rumah warga masih terendam banjir setinggi 30-60 centimeter. Air yang kotor dan bau merendam dalam dan luar rumah warga. "Kami memilih bertahan karena tidak ada tempat untuk mengungsi," kata Satah, 75 tahun, warga kampung Gaga Kulon.
Dia dan 40 rumah warga lainnya harus bertahan hidup di tengah kepungan banjir. Air setinggi lutut orang dewasa menggenangi kawasan RT 01, RW 02, tidak hanya jalan dan lingkungan, air juga masuk ke rumah mereka. "Sudah tiga bulan seperti ini," ujarnya.
Satah, tinggal bersama enam anggota keluarganya yang memilih menetap di rumah yang terendam banjir itu. "Kami hanya bisa bertahan, lantai rumah sudah tidak bisa ditinggikan, jadi kami buat balai-balai saja untuk tempat duduk dan tidur," kata buruh tani ini.
Soal penyakit kulit, kata Satah, sudah tidak mereka hiraukan lagi. "Yang kami khawatirkan kalo ada ular berbisa dan banjir semakin merusak rumah kami," ujarnya.
Sementara banjir di kampung Gaga Wetan sudah berangsur surut karena sedang tidak hujan. Air hanya mengenangi jalan masuk perkampungan itu. "Kalau hujan deras turun, ya, air menggenang dan masuk rumah," kata Yeni Damayanti, 30 tahun.
JONIANSYAH HARDJONO