Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUASANA di depan lobi Hotel Sari Pan Pacific, di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, agak lain dari biasanya. Senin pagi pekan lalu, antrean mobil mewah bergantian menurunkan sejumlah tamu penting, baik dari kalangan peja bat pemerintah maupun anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Tampak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh beserta stafnya bergegas memasuki hotel bintang lima itu. Di sana menunggu Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Teuku Riefky Harsa, dan anggota komisi lain.
Sambil ngopi dan sarapan, Darwin dan beberapa anggota Komisi Energi mengobrol santai. Menteri Energi memaparkan rencana kenaikan tarif listrik 10-15 persen, termasuk opsi baru gagasan Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, yang akan menaikkan tarif pelanggan daya 450 watt dan 900 watt. Opsi tersebut memang barang baru dan belum pernah dibahas bersama Komisi Energi. Dengan pembicaraan informal pagi itu, pemerintah berharap Komisi Energi memahami semua opsi pemerintah. Tujuannya agar pembahasan di Gedung DPR yang dijadwalkan keesokan harinya tak bertele-tele.
Nyatanya, lobi tersebut tak sepenuhnya berhasil. Pembahasan "resmi" rencana kenaikan tarif dasar listrik antara Komisi Energi dan pemerintah, di ruang Komisi VII DPR, Selasa pekan lalu justru berlarut-larut. Sudah empat jam sejak rapat dimulai pukul 10.30, Dewan dan pemerintah belum juga bisa mengambil keputusan. Padahal pilihannya sederhana, pilih opsi pertama atau kedua (lihat tabel). "Ada perbedaan pandangan dari beberapa fraksi," kata Teuku Riefky di Jakarta pekan lalu.
Dalam rapat itu, tujuh fraksi menyetujui tarif dasar listrik naik. Dua lagi, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Ke adilan Sejahtera (PKS) menolak. Menurut Politikus PDIP Effendi Simbolon, tarif tak layak naik selama pemerintah tak memperbaiki efisiensi penggunaan bahan bakar di pembangkit listrik PT PLN. Sigit Susiantomo dari Fraksi PKS menambahkan, tarif listrik tak perlu naik jika pemerintah bisa mengurangi ketergantungan pembangkit listrik pada bahan bakar minyak, yang harganya terus bergejolak. Akibatnya, kata Sigit, biaya produksi listrik kian mahal, uang negara tidak cukup, dan rakyat jua yang harus menanggung.
EMPAT jam pembahasan yang alot membuat Murtaqi Syamsuddin mene rawang ke masa lalu. Direktur Bisnis dan Manajemen Risiko PLN ini ingat betul, usul tentang kenaikan tarif dasar listrik bukan barang baru. Dua tahun lalu, manajemen PLN berkali-kali dimintai pendapat oleh pemerintah soal beban subsidi. Pada 2008, subsidi listrik mencapai Rp 78,58 triliun, naik dua kali lipat lebih dari realisasi akhir 2007 sebesar Rp 37,48 triliun. Penyebabnya apa lagi kalau bukan lonjakan harga minyak. Sebagian besar pembangkit listrik PLN memang masih bergantung pada bahan bakar minyak. "Subsidi naik drastis karena tarif listrik tak pernah berubah sejak 2003, sebaliknya ongkos produksi terus naik," katanya di Jakarta pekan lalu.
Persoalan tarif listrik dan subsidi memang dilematis. Tarif dinaikkan, masyarakat akan terbebani. Sebaliknya, bila tarif dipertahankan, kata Murtaqi, subsidi yang ditanggung negara terus melonjak. Hasil perhitungan perusahaan setrum negara menunjukkan proyeksi yang mengerikan. Tahun ini, subsidi listrik Rp 55,1 triliun. Tapi, empat tahun lagi, ketika Kabinet Indonesia Bersatu II berakhir, negara harus menyediakan duit Rp 96,2 triliun untuk subsidi listrik. Bahkan pada akhir 2018, sewindu dari sekarang, kebutuhan anggaran subsidi diperkirakan bakal me nembus Rp 155 triliun.
Pada saat harga minyak dunia mendekati US$ 145 per barel level tertinggi sepanjang sejarah pada pertengahan 2008, Direktur Utama PLN saat itu, Fahmi Mochtar, menyerukan pentingnya perubahan tarif listrik. Namun usul itu bak angin lewat. Bahkan protes keras berseliweran dari semua penjuru mata angin, mulai dari pengusaha, anggota parlemen, hingga masyarakat. Pemerintah juga ogah lantaran dunia bisnis sedang terimbas krisis keuangan global.
Gayung seolah bersambut tahun lalu. Masih dengan alasan mengendalikan subsidi, pemerintah dan DPR menyepakati Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010. Parlemen setuju tarif dasar listrik naik awal Januari 2010. Hanya, besarannya tak tegas ditentukan. Tapi pemerintah menunda kenaikan itu karena takut daya beli masyarakat akan terjun bebas buntutnya, program pemulihan ekonomi nasional bisa terganggu.
Pada pekan pertama Maret lalu, wacana perubahan tarif listrik kembali mencuat bersamaan dengan pengajuan rancangan APBN Perubahan 2010. Menteri Keuangan ketika itu masih Sri Mulyani mengusulkan kenaikan subsidi listrik menjadi Rp 54,5 triliun dari semula Rp 37,8 triliun, dengan asumsi tarif listrik naik 15 persen pada awal Juli 2010. Saat itu, harga minyak dunia sudah berada di kisaran US$ 75 per barel. Pemerintah juga merevisi asumsi harga minyak (Indonesia Crude Price/ICP) dari US$ 65 menjadi US$ 80 per barel.
Pada saat bersamaan, kabar buruk menimpa PLN. Pasokan gas untuk sejumlah pembangkit listrik tahun ini akan berkurang dari 320,7 miliar Bri tish Thermal Unit (BTU) menjadi 280,31 miliar BTU, sehingga mesti diganti solar atau batu bara. "Kebutuhan subsidi listrik akan membengkak menjadi Rp 63,1 triliun jika Dewan menolak kenaik an tarif," kata Menteri Sri ketika itu.
Pemerintah dan Komisi Energi pun akhirnya gencar melakukan pertemuan. Pada 27 April lalu digelar pembahasan. Dalam rapat hingga dinihari itu, ke cuali Fraksi PKS, semua fraksi di Komisi Energi setuju tarif listrik naik 10 persen. Kenaikan tarif juga tak berlaku bagi pelanggan 450 watt dan 900 watt, serta pelanggan kaya di atas 6.600 watt. Komisi Energi dan pemerintah juga sepakat akan membahas dalam forum rapat yang berbeda untuk menentukan besaran kenaikan tarif bagi kelompok daya 1.300-6.600 watt. "Dalam rapat dini hari April itu sebenarnya sudah disepakati. Seharusnya Dewan mengacu kepada kesepakatan tersebut," kata Wakil Ketua Komisi Energi, Achmad Farial.
Sejak itulah rencana kenaikan tarif listrik terus bertiup kencang. Respons masyarakat tak berubah: menolak kenaikan itu. Para pengusaha paling resah. Mereka mencoba melobi PLN dan pemerintah. Sumber Tempo mengungkapkan, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi dan sejumlah pengusaha menyambangi Direktur Utama PLN Dahlan Iskan, pertengahan Mei lalu. Dalam pertemuan di lantai 9 kantor pusat PLN Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta, Sofyan menanyakan rencana kenaikan tarif itu. Tapi Dahlan menegaskan, kenaikan tarif listrik bukan wewenang PLN, tapi pemerintah.
Para pengusaha juga menggelar pertemuan tertutup dengan Darwin di kan tor pusat Apindo, Plaza Great River, lantai 15, Kuningan, Jakarta, Jumat siang dua pekan lalu. Menurut sumber, peng usaha sempat menyatakan keberatan atas rencana kenaikan tersebut. Setelah berdiskusi panjang-lebar, para pebisnis akhirnya memahami rencana pemerintah itu. Tapi, "Para pengusaha meminta tarif multiguna dan dayamax dicabut." Dalam tarif multiguna dan dayamax, industri akan kena tarif lebih mahal bisa menggunakan daya lebih pada saat beban puncak pukul 17.00-22.00. Sofyan kepada wartawan pekan lalu mengatakan, pengusaha tak keberatan tarif listrik naik. "Asalkan tarif multiguna dicabut," ujarnya.
l l l
"Tok...," Teuku Riefky mengetukkan palu sidang Komisi Energi, Selasa siang pekan lalu. Sudah hampir lima jam debat antara anggota Komisi tak mengerucut. Rencana mufakat mengesahkan kenaikan tarif dasar listrik hari itu masih menemui jalan buntu. Politikus Partai Demokrat itu langsung menghentikan sementara rapat selama setengah jam. Pada masa jeda itu, Riefky mengumpulkan pimpinan sembilan fraksi di ruang an pimpinan Komisi VII. Sempat memanas ketika mereka harus menentukan mekanisme paling cocok untuk mengambil keputusan sore itu. Kubu penolak meminta voting terbuka. Tapi tujuh fraksi lainnya menyodorkan aklamasi dengan tetap mencantumkan nota keberatan dari fraksi-fraksi yang menolak keputusan rapat siang itu.
Akhirnya mekanisme kedua yang dipilih. Komisi menyetujui opsi perta ma usulan pemerintah. Tarif listrik dise tujui naik rata-rata 10 persen. Tapi kenaikan tak berlaku bagi pelanggan 450 watt-900 watt, dan 6.600 watt karena harganya sudah sesuai pasar. "Bagaimanapun kenaikan tarif dasar listrik sudah diputuskan dalam Anggaran Perubahan 2010," kata Riefky. Sesuai kesepakatan dalam lobi terakhir tadi, bagian bawah kesimpulan rapat sore itu pun tertera minderheits nota catatan keberatan dan tak ikut bertanggung jawab atas keputusan rapat dari Fraksi PDI-P dan PKS. "Kami tak ikut dalam keputusan itu," kata Effendi.
Menurut Dahlan, kenaikan tarif dasar listrik tersebut murni keputusan politik. "Tak ada pertimbangan ekonomi, apalagi kesehatan keuangan PLN," ujarnya. Murtaqi menambahkan, pemerintahlah yang diuntungkan karena kenaikan tarif listrik akan mengurangi tambahan beban subsidi listrik Rp 5 triliun. Jika kenaikan tarif tidak disetujui, pemerintah mesti menambah anggaran subsidi listrik menjadi Rp 61,1 triliun.
Agoeng Wijaya
Pelanggan | Opsi 1 | Opsi 2 |
450 VA - 900 VA | tak naik | 5% |
6600 VA ke atas (R.B.P) dengan batas hemat 30% (semula 50%) | tak naik | tak naik |
Pelanggan RT (R) | 18% | 15% |
Pelanggan Bisnis (B) | 12-16% | 12-15% |
Industri (I) | 6-15% | 6-13% |
Catatan
Penerapan tarif untuk industri (I), dipertahankan tetap kompetitif dengan tarif industri di negara ASEAN.
Pelanggan dengan daya 6600 VA ke atas (R,B dan P) tidak mengalami kenaikan oleh karena tarif pelanggan tersebut telah mencapai kekonomian.
Dengan ditetapkannya TDL 2010 maka segala kebijakan tarif daya max plus dan multiguna yang selama ini diterapkan kepada pelanggan industri dicabut.
Sumber: Kementrian energi dan Sumber Daya Mineral.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo