Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=brown><B>Divestasi Newmont</B></font><BR />Terbelah di Jalan Tengah

Tawaran baru Menteri Keuangan Agus Martowardojo menuai dukungan. Suara daerah tak lagi bulat.

27 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA yang tiba-tiba hilang dari rapat konsultasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis pekan lalu. Pembahasan divestasi tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara, yang rencananya dibeli pemerintah, tak lagi diagendakan.

Padahal Komisi Keuangan dan Perbankan DPR sebelumnya berkeras ke pemimpin Dewan agar urusan saham tambang itu ikut dibahas. ”Saya tak tahu, kok tiba-tiba hilang dari agenda,” kata Wakil Ketua Komisi Keuangan Harry Azhar Azis.

Politikus Partai Golkar ini termasuk yang paling getol menyuarakan penolakan atas keputusan Menteri Keuangan Agus Martowardojo membeli saham Newmont tanpa perlu minta persetujuan DPR dulu. Menurut sumber di pemerintah, hilangnya agenda Newmont itu menunjukkan dukungan Presiden kepada Agus.

Selama ini, kata dia, ada kesan Agus dibiarkan bertarung sendiri melawan Dewan dan pemerintah daerah Nusa Tenggara Barat. Partai Demokrat dan Sekretariat Gabungan partai politik pendukung pemerintah pun terkesan adem ayem. ”Itu tidak benar, Pak Agus didukung penuh, kok,” ujar si sumber.

Keluarnya Newmont dari agenda rapat itulah salah satu buktinya. Problem divestasi ini pun dianggap tak terlalu penting dibahas dalam rapat konsultasi. Ketua DPR Marzuki Alie membenarkan persoalan Newmont dianggap tidak signifikan. Itu sebabnya, ”(Newmont) kami serahkan ke mekanisme.”

Sokongan untuk Agus rupanya mengalir pula dari empat anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Provinsi Nusa Tenggara Barat. Mereka adalah Farouk Muhammad, Lalu Abdul Muhyi Abidin, Baiq Diyah Ratu Ganefi, dan Lalu Supardan.

Atas usul Farouk, DPD mengundang Agus untuk memaparkan pembelian tujuh persen saham Newmont, Selasa pekan lalu. Rapat yang dipimpin Ratu Hemas, istri Sultan Yogya, ini juga dihadiri Bupati Sumbawa Barat Zulkifli Muhadli.

Dua pemimpin daerah lainnya, yakni Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi dan Bupati Sumbawa Jamaluddin Malik, memilih tidak hadir. ”Rapat hanya untuk memediasi pusat dan daerah yang tidak harmonis dalam persoalan ini,” kata Farouk. ”Kami tidak mengambil keputusan apa pun.”

Namun, setelah mendengarkan paparan Menteri Agus, Farouk dan ketiga rekannya langsung mendukung keputusan pemerintah. Begitu juga Zulkifli. Dia bahkan menerima tawaran Agus kepada daerah untuk bisa membeli seperempat saham milik pemerintah. ”Sebagai daerah yang merugi, kami berhak mendapatkan saham itu,” tuturnya.

Dalam pertemuan satu setengah jam di ruang pimpinan DPD itu, Agus memang berhasil ”mengunci” para peserta rapat. ”Saham daerah ternyata benar diagunkan,” tutur Farouk. Dari mulut Agus, informasi simpang-siur itu menjadi terang-benderang. ”Kami sampai tak bisa berkata-kata,” kata Farouk lagi.

Seperti ditulis majalah ini sebelumnya, belakangan diketahui bahwa 24 persen saham Newmont digadaikan oleh PT Multi Daerah Bersaing kepada Credit Suisse AG Singapura. Sebab, untuk membeli saham Newmont itu, Multi Daerah berutang US$ 300 juta ke kreditor asing itu.

Multi Daerah Bersaing adalah konsorsium yang dibentuk oleh perusahaan daerah PT Daerah Maju Bersaing dengan PT Multicapital, unit bisnis Grup Bakrie. Daerah Maju dimiliki oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat (40 persen), Kabupaten Sumbawa (20 persen), dan Kabupaten Sumbawa Barat (40 persen).

Akibat gadai itu, Daerah Maju, sebagai pemilik 25 persen saham Multi Daerah, tidak menerima dividen US$ 30 juta per tahun. Sebab, atas perintah Multi Daerah kepada Newmont, dividen senilai US$ 120 juta langsung dikirim ke Credit Suisse sebagai cicilan utang.

Farouk menyesalkan digadaikannya saham daerah itu. Menurut dia, pemerintah daerah tak pernah mau membuka perjanjian pembelian 24 persen saham Newmont oleh Multicapital. ”Kami tak tahu bagaimana isinya,” ujarnya. Faktor inilah yang membuat dia dan tiga rekannya mendukung Agus.

Ini tentu angin segar buat Agus, yang sebelumnya seperti menghadapi jalan buntu. Keputusannya menugasi Pusat Investasi Pemerintah membeli tujuh persen saham Newmont ditentang keras pemerintah daerah Nusa Tenggara Barat. Mereka bersikap, saham tujuh persen itu sepenuhnya hak daerah.

Sikap daerah ini disokong oleh Komisi Keuangan dan Komisi Energi DPR. Meski baru sebatas saling sindir, orang pun mafhum Menteri Agus tengah ”berseteru” dengan Grup Bakrie, yang berada di belakang pemerintah daerah.

Namun Nirwan Bakrie belum lama ini menyatakan tak lagi berminat menambah investasinya di Newmont. ”Kami tidak lagi berpartisipasi dan sudah menyampaikannya kepada pemerintah daerah,” ujarnya kepada Tempo.

Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi tak menyerah. Ia menegaskan akan melakukan beauty contest untuk mendapatkan investor baru.

l l l

AGUS rupanya punya tawaran menarik buat daerah. Dalam rapat dengan DPD, ditawarkannya jalan tengah berupa opsi pembelian saham oleh pemerintah daerah. Jatahnya seperempat dari tujuh persen saham Newmont yang akan dikantongi pemerintah pusat. Karena saham itu dibeli seharga US$ 246,8 juta, daerah bisa membelinya US$ 61,7 juta untuk 1,75 persen saham.

Pembelian bisa dilakukan oleh pemerintah daerah secara sendiri, berdua, atau bertiga melalui badan usaha milik daerah yang dimiliki provinsi NTB, Kabupaten Sumbawa, dan Sumbawa Barat. ”Siapa yang akan membeli, silakan dibicarakan internal pemerintah daerah,” ujar Agus.

Tawaran ini diakui Agus sebagai win-win solution agar pusat dan daerah sama-sama memiliki Newmont. Tapi tawaran ini ada syaratnya. ”Pembelian tidak boleh melibatkan swasta, dan kalau sahamnya akan dijual lagi, hanya boleh ke pemerintah pusat,” kata Agus.

Lantaran menolak swasta masuk, Agus menyodorkan cara pembayaran saham dengan mencicil, yang dipotong dari dividen. ”Sudah kami hitung, bisa lunas dalam 13 tahun,” tuturnya.

Kepala Pusat Investasi Soritaon Siregar menambahkan, harga itu tak boleh ditawar. Namun pelunasan bisa saja lebih singkat bila saham Newmont jadi ditawarkan ke publik pada tahun kelima. Saat itu harga saham diperkirakan naik tajam. Nah, daerah bisa melepas sebagian saham itu ke Pusat Investasi untuk melunasi pembayaran.

Menurut sumber lainnya, tawaran ini sesungguhnya sudah lama disiapkan Agus sebagai jalan keluar. Tapi respons daerah tampaknya masih terbelah. Bupati Sumbawa Barat Zulkifli Muhadli menyatakan siap membeli sendiri dengan skema cicilan ”potong dividen”.

Namun Gubernur Zainul menolak. Tawaran Agus dinilai tidak pantas. Alasannya, daerah tidak punya uang tapi dilarang menggaet swasta. Jika begitu, kata Ketua DPD Partai Demokrat ini, saham itu sepatutnya dihibahkan ke daerah. ”Ini baru pantas.”

Sikap keras Zainul inilah yang kabarnya juga membuat rencana kedatangan tim dari Pusat Investasi ke kantor Gubernur pada 10 Juni lalu urung. ”Batal pergi, padahal tiket pesawat sudah dibeli,” kata sumber Tempo.

Masih kata sumber tadi, sikap Zainul ini berbeda dengan ketika ia bertemu dengan Agus pada 9 Mei di Jakarta. Ketika itu Zainul menyatakan mau menerima keputusan pemerintah asalkan ada kompensasinya, berupa pembangunan infrastruktur. ”Ada tiga hal yang disepakati,” katanya. Ketiga hal itu adalah pemerintah akan mendorong penyelesaian bandar udara internasional Lombok, program Bali Tourism Development Center, dan proyek listrik yang memadai.

Kini Zainul kembali balik badan lantaran tawaran Agus yang mengharuskan daerah mencicil 13 tahun dinilai tak menarik. ”Terlalu lama, lebih baik berutang kepada swasta,” kata Zainul seperti ditirukan si sumber.

Kepada Tempo, Zainul menegaskan sikapnya tetap menolak pemerintah pusat memiliki saham Newmont. Dia malah mengingatkan agar Agus berhati-hati, karena tawaran itu dinilai bisa menimbulkan resistensi dari Kabupaten Sumbawa.

Agus tak peduli. Dia memberi tenggat kepada pemerintah daerah untuk merespons tawarannya paling lambat 17 Agustus 2011. Apabila tak ada tanggapan, tujuh persen saham Newmont akan jatuh ke tangan pemerintah pusat. ”Perjanjian jual-beli sudah kami teken,” kata Agus. ”Artinya, saham sudah efektif milik pemerintah.”

Anne L. Handayani, Iqbal Muhtarom, Bunga Manggiasih, Supriyantho Khafid (Mataram)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus