Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=1 color=#FF9900>USAHA KECIL MENENGAH</font><br />Asgar dan Cokelat Dodolnya

Chocodot jadi buah tangan baru di Garut. Meraih penghargaan di Italia.

20 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NUANSA serba kecokelatan menghiasi sebuah toko di Jalan Oto Iskandar Dinata, Tarogong, Garut, Jawa Barat. Tak hanya dinding, kusen-kusen kayu di rumah berdesain minimalis itu pun dilabur kelir cokelat cerah. Ruangan depannya penuh rak yang memajang bermacam penganan dari cokelat. Ada permen, cokelat batangan, hingga bolu cokelat. Bahkan dipajang pula patung replika prajurit terakota dari Tiongkok setinggi 1 meter yang juga terbuat dari cokelat.

Sekilas cokelat di toko itu biasa saja. Tapi, ketika dikunyah, terasa ada yang unik. Ternyata makanan cokelat ini dilapisi lempengan dodol Garut empuk dan legit. Inilah Chocodot atau cokelat isi dodol yang belakangan jadi buah tangan favorit dari Kota Intan. “Paduan enak dan unik,” ujar Resti Eka, 21 tahun, warga Tangerang, Banten, yang menyambangi gerai itu, Kamis pekan lalu.

Lantaran keunikannya itulah Chocodot menjadi istimewa. Selain laris manis, penganan ini kerap meraih penghargaan. Chocodot sudah mendapat 10 penghargaan sejak diproduksi dua tahun lalu. Pertengahan Mei lalu, misalnya, Chocodot dianugerahi gelar Product Niche dalam TuttoFood Milano World Food Exhibition di Italia, pameran dua tahunan yang diikuti produsen makanan dari 65 negara. Product Niche adalah penghargaan buat produk yang melestarikan tradisi, inovatif, dan tentu saja laku di pasar. Sekarang dalam setiap kemasan Chocodot ada tambahan logo TuttoFood.

Sosok di balik sukses Chocodot tak lain Kiki Gumelar. Pria asli Garut terkenal dengan sebutan Asgar ini memilih jalan sebagai pengusaha kuliner karena ingin pulang kampung dan mandiri. Rupanya, setelah beberapa tahun bekerja di Yogyakarta sebagai kepala cabang sebuah pabrik cokelat ternama, Kiki merasa jenuh. “Kebetulan seluruh keluarga mendukung,” kata dia.

Dengan modal Rp 10 juta, Kiki mendirikan toko roti dan cokelat. Duitnya pinjam dari sang ayah, Tatang Kurnia, yang kebetulan pegiat usaha kecil dan menengah (UKM) di Garut. Meski pemiliknya berpengalaman jadi kepala cabang produsen cokelat, usaha mandiri ini terantuk-antuk juga.

Lelaki berusia 31 tahun itu lalu putar otak. Muncul ide merombak dodol ketan penganan khas Garut. Iseng-iseng camilan kenyal itu dicelupkan ke cokelat cair. “Ternyata jadi lebih enak.” Kiki menjual makanan baru ini. Modalnya, Rp 52 juta, pinjam lagi dari orang tua. Dana ini buat membeli bahan baku dan menyewa toko kecil di kawasan Babakan Selaawi, Cipanas, Garut. Pada 19 Juli 2009, Chocodot diperkenalkan pertama kali dalam sebuah pameran yang digelar pemerintah daerah.

Toh, bisnis baru Kiki tak langsung sukses. Toko makanan di seputar Garut ogah menampung Chocodot. Apes, kontestan Jajaka Jawa Barat 1997 ini bahkan sempat tertipu. Barangnya dibawa kabur mitra dagang. “Mungkin semua itu pelajaran buat naik kelas,” ujarnya seraya menolak menyebut angka kerugian.

Kepalang basah, ayah satu anak ini terus berusaha. Ia merangkul kolega dan sesekali memasarkan produknya lewat jejaring sosial Facebook. Chocodot juga tak pernah absen ikut berpameran, hingga akhirnya menarik perhatian Dicky Chandra. Mantan artis yang kini menjadi Wakil Bupati Garut itu punya program mengembangkan UKM. Kegigihan Kiki kali ini membuahkan hasil. Pemerintah daerah Garut menjadikan Chocodot sebagai salah satu suvenir buat tetamu. Chocodot semakin dikenal dan diincar wisatawan. “Toko yang dulu menolak Chocodot kini antre minta jatah,” ujar Kiki terkekeh-kekeh.

Bank-bank juga mulai melirik. Sukses mendapat kredit Rp 100 juta, Kiki berekspansi menambah peralatan, bahan baku, dan membangun dua gerai. Dengan bendera UD Tama Cokelat, produksi per bulan mencapai empat ton cokelat dan dodol. Jenis produknya pun bertambah. Kini Chocodot memiliki 30 varian, misalnya cokelat rasa cabai, brownies, dan pizza isi dodol.

Kemasannya bermacam-macam, dari bakul bambu, sangkar burung, kertas aluminium, hingga dalam boneka domba Garut. Dalam bungkus cokelat batangan dipasang gambar dan informasi obyek wisata Garut. Dari penganan yang harganya Rp 5.000 hingga Rp 40 ribu sebungkus itu, Kiki bisa meraup omzet Rp 1 miliar saban bulan.

Bagi pengusaha lain, meski Chocodot menjadi pesaing anyar, toh ada juga sisi positifnya. Ato Hermanto, pemilik merek Picnic, produsen dodol ternama asal Garut, mengatakan pamor dodol justru semakin terangkat. “Pasar lebih menggairahkan lagi,” ujarnya. Kini merek legendaris itu malah latah membuat produk serupa: Cokodol.

Fery Firmansyah, Sigit Zulmunir (Garut)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus