Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=1>Penawaran Kredit</font><br />Jorjoran tanpa Jaminan

Bank-bank ramai menawarkan kredit tanpa agunan. Tetap gurih, meski berpotensi macet.

7 Februari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DAMAYANTI, 28 tahun, karyawati sebuah percetakan di Jakarta, segera merenovasi rumah. Ia baru saja punya dana Rp 30 juta, kredit dari Bank Mandiri, yang disetujui Rabu pekan lalu. ”Padahal saya tak memiliki agunan aset apa pun,” ujarnya kepada Tempo di Jakarta.

Pinjaman ini merupakan kredit tanpa agunan, biasa disingkat KTA. Prosesnya tak sulit. Damayanti hanya perlu menyerahkan salinan kartu penduduk, slip penghasilan bulanan, dan fotokopi kartu kredit. Kebetulan, bank berlogo pita kuning itu menjadi penyalur gaji di kantornya. Kurang dari dua pekan, dana cair.

Meski syaratnya gampang, ongkosnya lumayan mahal. Ibu satu anak ini mesti menanggung bunga dua persen flat sebulan untuk masa cicilan lima tahun. Bunga itu di atas rata-rata harga kredit biasa 0,5-1 persen per bulan. Dalam program ini, kredit yang ditawarkan mulai Rp 5 juta hingga Rp 200 juta.

Bank-bank nasional dan asing memang gencar menawarkan kredit tanpa agunan dalam setahun belakangan ini. Citibank, Standard Chartered, dan ANZ bersaing ketat dengan bank lokal, seperti Mandiri, BNI, BII, CIMB Niaga, dan Danamon. Penawarannya bermacam-macam, dari berpromosi ke kantor-kantor, menelepon calon nasabah, hingga menawarkannya lewat pesan pendek (lihat ”Pesan Sampah Siapa Berulah?”).

Data Bank Indonesia menunjukkan tren penyaluran kredit konsumsi, termasuk kredit tanpa agunan, yang angkanya terus menanjak tiap tahun. Pada November 2010 saja, total kredit konsumsi yang disalurkan perbankan mencapai Rp 856,6 triliun, atau naik empat persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Segmen kredit tanpa agunan memang sedang menjadi primadona industri perbankan di Indonesia. Tinggi dan gurihnya margin keuntungan membuat bank ngiler dan jorjoran menyalurkan kredit ini. Padahal risiko yang harus ditanggung juga tinggi. Maklum saja, sesuai dengan nama paket kredit ini, bank sama sekali tak memiliki jaminan yang diagunkan sang peminjam.

Segmen kredit tanpa agunan memberi kontribusi positif bagi perbankan. Salah satunya Bank Mandiri. Direktur Konsumer Bank Mandiri Mansyur Nasution mengungkapkan, pertumbuhan produk personal loan seperti kredit tanpa agunan dan mitra karya Mandiri mencapai 45 persen pada September 2010. Penyaluran kreditnya Rp 5,5 triliun, atau 19,2 persen dari total penyaluran kredit konsumsi—senilai Rp 28,6 triliun. ”Kredit tanpa agunan ikut mendorong pertumbuhan kredit konsumsi kami yang tumbuh 31 persen,” ujarnya.

ANZ Bank juga beruntung. Kepala Pemasaran ANZ Indonesia Melati Salim mengatakan pertumbuhan kredit tanpa agunan, termasuk kartu kredit ANZ, mencapai 30 persen. Tahun lalu, nasabah segmen ini mencapai 890 ribu orang. Kinerjanya kian kinclong setelah pertengahan Juni tahun lalu bank asal Negeri Kanguru ini mengakuisisi Royal Bank of Scotland (RBS) Indonesia, yang memiliki baki debit (outstanding) kredit tanpa agunan Rp 1,5 triliun. ”Kredit segmen ini memberikan kontribusi terbesar,” katanya.

Bank-bank boleh saja mengklaim untung. Tapi Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan nasional malah waswas. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Bank Indonesia Difi Ahmad Johansyah mengatakan ada anomali dalam penyaluran skema kredit ini. Ada nasabah yang sulit mendapatkan pinjaman, terutama kredit usaha—kredit produktif. Sebaliknya, banyak nasabah yang justru mudah mendapatkan kredit tanpa agunan meski integritas dan kapasitas finansialnya tak teruji. ”Bank-bank justru jorjoran memberikan kredit konsumsi,” ujarnya. ”Jika mengabaikan prinsip kehati-hatian, bisa menjadi kredit macet.”

Kekhawatiran ini beralasan. Bank Indonesia mencatat, pada Desember 2009, rasio kredit konsumsi yang macet di bank asing sangat tinggi, sebesar 19,21 persen. Rasio itu di atas batas normal, sebesar lima persen. Rasio kredit konsumsi yang macet di bank-bank lokal masih wajar, sekitar dua persen. Tingginya rasio kredit macet itu terjadi lantaran tingkat bunganya sangat mahal, bahkan termasuk mencekik nasabah.

Bank-bank asing tak keder meski rasio kredit macet segmen pinjaman tanpa agunan sangat tinggi. Pasar kredit tanpa agunan, kata Melati, terlalu sayang untuk dilewatkan.

Fery Firmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus