Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RATUSAN perempuan dari berbagai perkumpulan berjalan beriringan di Jalan San Pedro, Kota Davao, Filipina, Sabtu siang dua pekan lalu. Menuju acara pembukaan peringatan Hari Perempuan Internasional, mereka mengacung-acungkan spanduk besar: ”Melambungnya harga minyak pukulan telak buat kaum ibu dan perempuan penjaga anggaran keluarga.”
”Kenaikan harga minyak membuat perekonomian semakin terpuruk,” ujar Corazon Espinoza, seorang aktivis. Kenaikan harga minyak dunia, katanya, telah memicu kenaikan harga bahan bakar di Filipina. Harga bahan pangan dan biaya transportasi ikut terkerek.
Kondisi ini memukul masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah di seluruh negeri. ”Ini kemenangan kapitalis,” ujar Espinoza. ”Hanya Shell, Caltex, Petron Oil, dan pemerintah yang untung dari kenaikan harga minyak ini,” kata Lyda Canson, aktivis perempuan lainnya.
Melambungnya harga emas hitam tak hanya mencemaskan penduduk Filipina. Ratusan juta penduduk di sejumlah negara juga mulai waswas melihat geliat harga minyak. Selasa pekan lalu, harga minyak dunia jenis Brent Laut Utara untuk pertama kalinya menembus US$ 101 per barel, harga tertinggi sejak 26 Oktober 2008.
Membubungnya harga minyak tak lepas dari krisis politik di Mesir. Negeri Firaun ini sejatinya bukan penghasil minyak utama dunia. Tapi semakin panasnya suasana di Kairo ikut mempengaruhi kondisi di Kota Suez. Para pedagang minyak sangat khawatir jalur distribusi minyak lewat Terusan Suez terganggu oleh penduduk atau pekerja yang mogok menentang Mubarak.
Terusan Suez merupakan titik kunci transit kapal pengangkut minyak dari Timur Tengah dan Afrika menuju Eropa dan beberapa negara lain. Setiap tahun 3.500 kapal melewati terusan sepanjang 163 kilometer ini—2.700 di antaranya kapal tanker yang membawa minyak mentah sekitar tiga juta barel per hari. Sejauh ini kegiatan di kanal penghubung Laut Merah dengan Laut Tengah ini masih beroperasi normal.
Tren kenaikan harga minyak dunia pada awal 2011 sudah menjadi isu hangat anggota organisasi negara pengekspor minyak alias OPEC. Menurut Sekretaris Jenderal OPEC Abdullah el-Badri, anggota OPEC siap meningkatkan produksi minyak bila pasokan lewat Terusan Suez terganggu. ”Kami berharap Kanal Suez dan pipa penyaluran minyak Timur Tengah ke Mediterania tak terganggu,” katanya pekan lalu.
OPEC merupakan organisasi penentu harga minyak di pasar internasional. Organisasi kartel ini menguasai 80 persen cadangan minyak dunia. Pasokan minyak anggota OPEC mencapai 30 juta barel per hari, sekitar 44 persen produksi minyak dunia.
Toh, meski siap membantu, OPEC belum berniat menggunakan kapasitas produksinya secara penuh. Menurut El-Badri, permintaan minyak dunia kemungkinan memang akan naik 1,2 juta barel per hari atau 2 persen dibanding tahun lalu. Tapi pasokan masih cukup. Harga minyak dunia US$ 100 per barel juga, katanya, tak akan berlangsung lama. ”Kami belum bisa meningkatkan produksi karena naiknya harga minyak Brent akibat spekulasi.”
Bekas Gubernur OPEC Indonesia, Maizar Rahman, mengatakan negara di Eropa seperti Prancis, Italia, dan Spanyol paling merana bila pasokan minyak lewat Terusan Suez terganggu. Amerika Serikat masih akan adem ayem karena pasokan ke negeri itu tak melalui Terusan Suez.
Tak mengherankan bila harga West Texas Intermediate, patokan harga minyak di pasar komoditas Amerika Serikat, malah turun ke level US$ 90 per barel. Maizar berpendapat harga minyak dunia tak akan naik tajam seperti pada 2008. Saat itu harga terus mendekati US$ 145 per barel. ”Ini cuma kecemasan pasar yang dimanfaatkan spekulan,” katanya.
Nieke Indrietta (Sunstar, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo