Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang wanita bergegas men dekati Anjungan Tunai Mandiri Bank Century di Sentral Plaza, Senayan, Jakarta, Senin siang pekan lalu. Hanya sekitar lima menit, Victoria, 30 tahun, sang nasabah, bertransaksi lewat mesin perbankan itu. Kepada Tempo, karya wati swasta ini mengaku waswas atas pemberitaan Bank Century. ”Semoga saja enggak ngaruh ke bank ini,” ujarnya.
Dalam tiga minggu terakhir, penyelamatan Bank Century memang jadi gegeran publik. Pemicunya, sejumlah anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat mempersoalkan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan—beranggotakan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia—menyelamatkan bank ini 10 bulan silam. Mereka juga menyo roti pembengkakan suntikan menjadi Rp 6,7 triliun.
Anggota Komisi Perbankan curiga Bank Century diselamatkan untuk melindungi sejumlah deposan besar. Para nasabah kakap ini hanya akan mendapat pengembalian dana Rp 2 miliar jika bank hasil merger Bank CIC International, Bank Danpac, dan Bank Pikko ini ditutup. ”Ada nasabah punya dana Rp 1-2 triliun. Jika ditutup, dia tak bisa menarik uang,” kata Harry Azhar Azis, anggota Komisi Perbankan.
Ekonom Iman Sugema sependapat dengan Harry. Demi transparansi, kata dia, data deposan besar yang menarik dana setelah Lembaga Penjamin Simpanan masuk harus diungkap ke pub lik. Nasabah besar memang dianggap sebagai salah satu pemicu ambruknya Century.
Ditengarai, sejak Juli hingga Novem ber, seperti sudah diungkap banyak media, nasabah besar Century, antara lain Jamsostek, PT Timah, dan Budi Sampoerna, menarik dana mereka dari bank itu. Bahkan anggota Dewan curiga bahwa mereka kembali menarik dana setelah Lembaga Penjamin Simpanan menyuntikkan dana ke Bank Century sejak 21 November 2008 hingga Juli 2009.
Direktur Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan Firdaus Jaelani membantah tudingan ini. Sejak Juli 2008 sampai Maret 2009, kata dia, memang ada penarikan oleh nasabah Century sekitar Rp 3,5 triliun. Tapi kebanyakan dilakukan nasabah kecil. Nasabah besar hanya satu orang. ”Saya tak bisa menyebut namanya,” katanya. Tapi, menurut dia, hanya 10 persen dana nasabah terbesar ini ditarik. Itu pun secara bertahap dan sisanya masih utuh sampai sekarang. ”Wajar saja dia menarik. Ia juga butuh uang untuk usahanya.”
Sejumlah perusahaan negara, seperti PLN, dan beberapa dana pensiun perusahaan pelat merah juga memiliki dana di Century, tapi tidak besar. ”Kami meminta deposan besar tidak mencairkan uangnya sekaligus. Penarikan tunai tidak boleh di atas Rp 500 juta,” ujar Direktur Utama Century Maryono.
Direktur Investasi Jamsostek Elvin Masassya membenarkan perusahaannya menarik simpanannya sebelum dan sesudah Lembaga Penjamin masuk ke Century. ”Puluhan miliar rupiah saja,” katanya kepada Tempo di Jakarta. Dia mengatakan deposito Jamsostek di Century hanya transit fund untuk membeli surat utang negara. ”Itu wajar dan terjadi juga di bank lain.”
Kisah penyelamatan Century bermula dari kesulitan likuiditas bank itu. Rasio kecukupan modal (CAR) minus 3,53 persen. Bank Indonesia meminta Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyelamatkan Century karena bisa berdampak sistemik terhadap perbankan nasional. Rapat pun digelar pada 20 November. Dalam rapat yang panas, Menteri Keuangan dan para pejabat senior Departemen Keuangan sempat menolak usul Bank Indonesia (Tempo, edisi 7-13 September 2009).
Setelah Komite Stabilitas Sistem Keuangan (Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia saat itu, Boediono, yang ditemani Raden Pardede, sekretaris komite) menggelar pertemuan tertutup, diputuskan Century berdampak sistemik dan harus diselamatkan. ”Para peserta rapat, termasuk pejabat Lapangan Banteng, bisa memahaminya,” kata sumber Tempo di Jakarta pekan lalu.
Kebetulan, kata Firdaus, berdasarkan data Bank Indonesia, ongkos penyelamatan Century waktu itu hanya Rp 632 miliar, lebih murah dibanding ongkos melikuidasinya Rp 5,3 triliun an untuk mengganti dana deposan yang dijamin—sumber Tempo lain menyebut kan, dana yang dijamin di Century saat itu Rp 5,7 triliun, dan yang tidak dijamin Rp 3,3 triliun. ”Tapi alasan utama penyelamatan adalah risiko sistemiknya.”
Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Rochadi juga mengatakan, pada saat itu 23 bank (18 bank umum dan lima bank daerah) akan terkena dampak bila Century ditutup. Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa dalam 10 hari gonjang-ganjing Century, dana yang ditarik dari 18 bank sekelas Century mencapai Rp 1 triliun per hari. Sela ma 10 hari, ada Rp 11 triliun yang ditarik dari total simpanan mereka Rp 15 triliunan.
Begitu Century diputuskan diselamatkan, Lembaga Penjamin langsung mengganti manajemen. Dana penyertaan modal sementara pun siap dikucurkan. Eh, hanya dalam dua hari, kebutuhan injeksi modal Century menggelembung jadi Rp 2,655 triliun. Rupanya Bank Indonesia menyerahkan laporan keuangan Century yang baru per 20 November 2008. Modal yang dibutuhkan naik karena rasio modalnya minus 35,2 persen.
Pada 5 Desember 2008, Lembaga Penjamin sekali lagi menyetor Rp 2,2 triliun untuk menutup dana yang di-rush. Ternyata suntikan modal Century tak cukup. Audit akuntan publik Amir Abadi Jusuf menunjukkan rasio modal per 31 Desember 2008 minus 19,21 persen, sehingga Century mesti disuntik Rp 1,151 triliun. Pada Juli, Lembaga Penjamin menyerahkan lagi Rp 630 miliar untuk mengangkat rasio modal Century menjadi 8 persen, ”Total Rp 6,7 triliun,” ujar Firdaus.
Firdaus mengungkapkan suntik an modal Rp 6 triliun tidak ada masalah. Badan Pemeriksa Keuangan sudah mengaudit laporan tahunan Lembaga Penjamin Simpanan periode 2008, pada Maret lalu. Di laporan tahunan duit Rp 6,1 triliun untuk Century sudah dilaporkan ke BPK. Tembusannya sudah disampaikan ke Presiden, pemimpin Dewan, dan pemimpin Komisi Keuangan, pada April 2009.
Menurut Iman, persoalannya bukan semata-mata pembengkakan dana. Tapi ada atau tidaknya upaya pemerintah meminimalisasi dana bailout. ”Harus dijelaskan aliran dana itu ke mana?” Iman juga meragukan dampak sistemik Century. ”Itu hanya asumsi Bank Indonesia. Mereka berasumsi mengelompokkan bank setipe Century,” ujarnya.
Nasabah Century hanya 65 ribu. Asetnya per 20 November 2008 cuma Rp 6,96 triliun atau 0,3 persen dari total aset perbankan nasional Rp 2.308 triliun. ”Saya tak percaya begitu saja ini bisa sistemik,” ujar Iman. Anggota Komisi Perbankan, Dradjad Wibowo, menambahkan, ”Mengapa Komite Stabilitas langsung menganggap Century sistemik tanpa mengecek dulu indikasi kejahatan pada 20-25 November 2008.”
Berbeda dengan keduanya, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa justru yakin itu bisa berdampak buruk bagi perbankan. Ia melihat banking pressure index sudah 0,7, di atas batas aman 0,5. Tinggi nya indeks menunjukkan situasi perbank an nasional saat itu sedang genting akibat kebijakan bunga tinggi bank sentral, keterlambatan belanja negara, perlambatan ekonomi, dan tekanan krisis global.
Angka banking pressure index di atas 0,5 ini, kata dia, mirip kondisi Maret 1997-1998 silam (lihat grafik). Saat itu penutupan 16 bank kecil malah menjungkirbalikkan perbankan nasional yang berbuntut pada pemberian dana talangan Rp 600 triliun. Kondisi yang sama juga terjadi di Thailand pada 1997. Dalam keadaan gawat, menurut dia, bank kecil pun tak bisa dibiarkan jatuh karena dampak psikologisnya ke masyarakat begitu tinggi.
Tekanan tinggi itu berlangsung hingga Maret 2009. Mulai April, angka nya sudah di bawah 0,5 alias relatif aman. Itulah sebabnya, Bank IFI ditutup pada April lalu karena dampak sistemiknya sudah hilang. ”Andai IFI kolaps pada November 2008, juga harus diselamatkan,” kata Yudhi. Yang jadi soal, banyak yang membandingkan kedua kasus itu tanpa melihat latar belakangnya. ”Jangan melihat Century sekarang. Kondisinya sudah jauh berbeda,” kata Firdaus.
Padjar Iswara, Amandra Megarani, Ismi Wahid, Iqbal Muhtarom, Anton Aprianto
Penarikan Dana di Bank Century
Sumber: Century
*suntikan modal LPS Rp 6,7 trliun
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo