Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=2 color=#CC0000>Perdagangan</font><br />Cuma Faktor Musiman

Ekspor bulanan tumbuh tipis, meski belum sebaik tahun lalu. Masih bergantung pada mitra tradisional.

14 September 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BATU bara kembali jadi primadona. Sejak Juli lalu, komoditas ini menjadi salah satu pendorong ekspor. ”Batu bara yang menolong ekspor kita dibanding 2008,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan di Jakarta, Selasa pekan lalu. Selama tujuh bulan pertama, nilai ekspor batu bara mencapai US$ 6,8 miliar, naik 22 persen dibanding periode yang sama 2008. Menurut Rusman, hal ini karena naiknya harga komoditas.

Direktur Indonesian Coal Society Singgih Widagdo membenarkan tren kenaikan harga batu bara Indonesia pada Juli 2009 melebihi US$ 70 per ton, yang mendesak lonjakan ekspor. Meskipun demikian, angka ini tidak melampaui level tertinggi tahun lalu, yang mencapai US$ 153. Ia pun memperkirakan produksi mendekati 260 juta ton tahun ini, melebihi rencana produksi pemerintah 235 juta ton.

Itulah yang membuat ekspor nonmigas pada Juli 2009 naik 3,14 persen menjadi US$ 8,18 miliar dibanding bulan sebelumnya. Total ekspor pada Juli juga naik 2,85 persen menjadi US$ 9,65 miliar dibanding Juni 2009. Ini membuat laju penurunan ekspor tahunan (year on year) Indonesia makin kecil. Sementara pada Januari laju penurunan ekspor masih 35 persen, Juli lalu tinggal 23 persen.

Kekuatan ekspor Indonesia memang masih tak merata. Minyak sawit mentah, yang selama ini juga jadi primadona, tahun ini masih ambles. Selama Januari-Juli tahun ini volume ekspornya turun menjadi 9,5 juta ton dibanding periode yang sama tahun lalu 9,7 juta ton. Apalagi dari segi nilainya, anjlok 42,2 persen menjadi US$ 5,61 miliar pada pe riode itu. Ekspor alas kaki per Juli 2009 juga merosot 22,31 persen dibanding bulan sebelumnya menjadi hanya US$ 137,9 juta.

Tapi pemerintah cukup puas dengan kinerja ekspor ini. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Perdagangan Muchtar mengatakan, selain karena pemulihan di negara tujuan ekspor lebih cepat dari yang diperkirakan, produk ekspor unggulan seperti pangan dan sandang tetap dikonsumsi oleh negara maju yang tertimpa krisis cukup parah, seperti Amerika Serikat. Dibanding Singapura, Malaysia, dan Hong Kong yang orientasi ekspornya kebanyakan produk teknologi tinggi, Indonesia justru terbantu ekspor pro duk mentah.

Ia menilai sebetulnya Indonesia sudah melampaui masa-masa penurunan ekspor, yakni di Januari-Februari, se telah drop terus sejak Agustus 2008 akibat krisis global yang mengempaskan negara maju—tak terkecuali mitra dagang penting Indonesia. Per Februari tahun ini, menurut dia, ekspor mulai pulih karena polanya sama seperti di Desember 2007. ”Meskipun jika dibanding Juli year on year, ya masih anjlok,” ujarnya (lihat grafik).

Namun Ketua Umum Gabungan Peng usaha Ekspor Indonesia Benny Soetrisno menilai ekspor naik lebih karena faktor musiman. Sebab, ekonomi negara tujuan ekspor belum pulih benar. ”Coba bandingkan dengan tren tiga tahun belakangan ini, ekspor pasti naik mulai di semester kedua.” Karena itu, kata dia, pemerintah jangan cepat puas dengan hal ini. Lagi pula, kenyataannya, produk ekspor hasil manufaktur seperti alas kaki, tekstil, dan pulp masih melempem.

Dengan masih terpakunya produk ekspor konvensional dan negara tujuan ekspor yang belum berubah—seperti Eropa yang butuh kopi, karet, dan kapas, Amerika yang butuh udang dan furnitur, serta Jepang yang butuh tembaga dan batu bara—Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu masih pesimistis ekspor nonmigas tahun ini bakal menyamai kinerja 2008. Saat itu ekspor mencapai US$ 107,80 miliar, naik 17,16 persen dibanding 2007.

Ia hanya berharap ekspor turun hingga akhir tahun paling pol minus 15 persen dan tahun depan tumbuh 5 persen. Jika trennya tetap seperti itu, target itu mungkin bisa tercapai. Dalam hal ini, Benny mengusulkan agar pemerintah terus mengupayakan komitmen bilateral untuk perdagangan bebas dengan mitra ekspor prospektif lainnya. Jauh lebih penting lagi, katanya, pemerintah serius menghilangkan masalah klasik biaya ekonomi tinggi di dalam negeri.

R.R. Ariyani

Tren Ekspor (Juta US$)

200720082009
8.322 Jan11.191 7.290
10.30912.5279.648 Jul
8.89610.942 Des

Tren Impor (Juta US$)

200720082009
5.283 Jan 9.078 6.600
6.360 Jul 10.807 8.686
6.837 Des 6.393

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus