Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perempuan itu mencium tangan Agus Martowardojo. Sempat kaget sejenak, Direktur Utama Bank Mandiri ini baru ngeh ketika pedagang barang-barang kebutuhan pokok itu berterima kasih lantaran sudah terbebas dari cengkeraman rentenir. Senin siang akhir Mei lalu itu, Agus sedang mengunjungi pasar tradisional Kihara di pinggiran Kota Ternate bersama Wakil Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba.
Sebelum menjadi nasabah Bank Mandiri, pedagang itu dan puluhan rekannya sangat bergantung pada para lintah darat. Mereka meminjam dengan bunga sampai 10 persen sebulan. Kini mereka lega karena Mandiri sudah membuka akses di pasar itu. Bunga yang mesti dibayar para pedagang itu cuma 1,2 persen sampai 2 persen sebulan. ”Hal yang sama banyak saya temukan di tempat lain,” kata Agus saat berkunjung ke kantor majalah Tempo, Kamis pekan lalu.
Bank Mandiri agaknya tak mau ketinggalan menggarap peluang yang selama ini seperti terlupakan itu. Semula bank terbesar di Indonesia ini hanya berfokus pada kredit korporasi dan konsumsi. Tapi legitnya bisnis pinjaman mikro dan usaha kecil ini membuat Mandiri mulai serius memasuki pasar yang kuenya masih mini itu. ”Mereka rata-rata meminjam Rp 15 juta,” kata Direktur Kredit Mikro dan Retail Bank Mandiri Budi G. Sadikin.
Penyaluran kredit mikro Bank Mandiri yang baru dimulai pada 2005 memang masih sangat kecil. Sampai Maret 2009, total penyalurannya baru Rp 3,5 triliun, atau 1,9 persen dari total kredit Rp 176,9 triliun. Jumlah nasabahnya juga baru 300 ribu. Kendati penyalurannya masih kecil, kata Budi, pertumbuhan kredit mikro Bank Mandiri sangat luar biasa, yakni 62 persen pada 2008. Kini Mandiri menjadi nomor tiga untuk penyaluran kredit cekak ini, di bawah BRI dan Danamon.
Sebagai penguasa kredit mikro, BRI memang tak tertandingi. Bank ini menguasai hampir sepertiga pangsa pasar kredit mikro. Hal itu tidaklah mengejutkan karena pembiayaan mikro merupakan bisnis intinya. Sampai Maret 2009, menurut Direktur Usaha Kecil-Menengah Bank BRI Sulaiman Arif, total penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah BRI mencapai Rp 135 triliun (81,7 persen dari total kredit Rp 165,2 triliun)—Rp 44 triliun di antaranya kredit mikro.
Bank Danamon menguntit di urutan kedua. Menurut Self Employed Mass Market Business Head Bank Danamon Minhari Handikusuma, sampai kuartal pertama tahun ini, penyaluran kredit mikro Danamon sudah Rp 11,7 triliun, atau 16 persen dari total kredit Danamon sebesar Rp 67 triliun. Bank milik Temasek Holding Singapura ini sangat serius menggarap pasar kredit mikro, kecil, dan menengah dengan membentuk Danamon Simpan Pinjam pada 2004.
Divisi khusus bank terbesar kelima di Indonesia inilah yang menjadi pelopor layanan jemput bola langsung ke nasabah di pasar-pasar tradisional. Dengan membawa electronic data capture (EDC)—alat transaksi perbankan daring (online) yang bisa ditenteng—petugas Danamon Simpan Pinjam blasak-blusuk ke pasar menerima pembayaran cicilan. Salah satunya Nur Hadika, yang bekerja di Danamon Simpan Pinjam Karang Ayu, Semarang.
Setiap hari, pria 23 tahun ini mendatangi nasabah Danamon di pasar Karang Ayu, Bulu, dan Jerakah. Selasa siang pekan lalu, Hadika terlihat sedang menyorongkan EDC kepada salah satu pedagang di Pasar Karang Ayu. Sejurus kemudian, si pedagang menggesekkan sejenis kartu debit di alat berwarna biru itu. Nur memencet-mencet nominal rupiah pada EDC sesuai dengan jumlah cicilan. ”Transaksi selesai,” ujarnya kepada Rofiudin dari Tempo.
Jemput bola ala Danamon tidak hanya dilakukan di pasar-pasar. Untuk wilayah terpencil di pegunungan atau pesisir pantai, Danamon membentuk mobile team. Danamon merekrut petugas rukun tetangga atau kelurahan untuk mengurus kredit dan pembayaran cicilan para nasabahnya. Dengan cara itu, bank yang asetnya kini Rp 103 triliun ini mampu meraih pangsa pasar kredit mikro delapan persen.
Gesitnya Danamon di kredit mikro rupanya menyengat BRI. Bank kedua terbesar di Indonesia ini tak mau disalip begitu saja. Bank beraset Rp 250 triliun ini lalu meluncurkan Teras BRI, unit kerja terkecil di bawah kendali BRI Unit. Teras BRI pertama kali diluncurkan di pasar wisata Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, pada 8 Maret lalu. ”Ini tempat kongko-kongko para nasabah BRI. Bisa juga tempat nasabah meminta nasihat,” kata Sulaiman.
Akhir pekan lalu, Ahmad Rafiq, wartawan Tempo di Karanganyar, mampir di Teras BRI Tawangmangu. Tampak lima nasabah sedang duduk di kursi kayu yang melingkar. Di ruangan terbuka berukuran 4 x 3 meter ini, ada meja tempat cangkir, kopi, gula, dan teh celup. Nasabah yang umumnya pedagang pasar itu bebas membuat minuman hangat sesukanya. Tampak pula seorang petugas BRI sedang menghitung uang setoran nasabah.
Kini karyawan BRI juga getol terjun langsung ke pasar basah menjemput nasabah. Indah Susilowati, misalnya, menerobos lorong-lorong Pasar Keputran, Surabaya, Jumat siang pekan lalu. Dengan ramah, perempuan berjilbab ini menyapa para pedagang di pasar tradisional itu. Di sebuah kios pedagang bawang merah, Indah berhenti. Kepada Abah Taji, pemilik kios, Indah mempromosikan pinjaman BRI. ”Nantinya semua petugas di lapangan akan dibekali EDC,” katanya kepada wartawan Tempo Kukuh Wibowo di Surabaya pekan lalu.
Tahun ini, bank terbaik versi majalah Infobank dan Investor itu akan membangun 200 Teras BRI di seluruh Indonesia. Di Bandung, Teras BRI baru diluncurkan akhir Juni mendatang. ”Sekarang masih dalam proses persiapan, termasuk memproses perizinan ke Bank Indonesia,” ujar Kepala Bagian Bisnis Mikro BRI Kantor Wilayah Bandung Putu Santika kepada Rana Akbari dari Tempo.
Bukan hanya BRI, Danamon, dan Bank Mandiri yang terjun ke bisnis kredit mikro. Hampir semua bank menggarap pasar yang kini jadi primadona ini. Sejak April lalu, kata Direktur Bukopin Sulistyohadi D.S., banknya mulai memperkenalkan kredit mikro. Semula, Bukopin hanya berfokus membiayai kredit usaha kecil dan menengah swamitra lewat koperasi, dengan outstanding mencapai Rp 14,7 triliun.
Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), sejak kuartal keempat 2008, juga sudah meluncurkan kredit mikro lewat BTPN Mitra Usaha Rakyat. ”Kontribusinya masih kecil, di bawah 10 persen dari total kredit Rp 11 triliun,” kata Direktur BTPN Anika Faisal. Uniknya, dalam mengembangkan kredit mikro, BTPN mempekerjakan puluhan eks karyawan Bank Danamon yang bedol desa tahun lalu. Bank Mega, kata Direktur Utama Yungky Setiawan, juga masuk lewat Bank Mega Syariah.
Banyak bank kini tertarik menggarap kredit mikro karena keuntungannya menggiurkan. Dengan bunga efektif kepada peminjam 20-24 persen per tahun, bank-bank itu bisa memperoleh pendapatan bunga bersih (net interest margin/NIM) 9-11 persen. Bandingkan dengan kredit korporasi, yang paling banter memberikan NIM 3-4 persen. Para debitor mikro juga sangat tertib membayar utang. Terbukti rasio kredit macetnya cuma 1-3 persen (gross).
Menurut Direktur Riset Infobank Eko B. Supriyanto, pasar kredit mikro merupakan bisnis gurih. Selain menguntungkan, prospeknya sangat baik dan masih terbuka lebar. Bayangkan saja, saat ini ada sekitar 49 juta usaha mikro di seluruh Indonesia. Baru sekitar 35 persen dari usaha itu yang mampu mendapatkan akses ke perbankan. Artinya, ada 32 jutaan usaha mikro yang masih membutuhkan pembiayaan bank. ”Daya tahan usaha mikro dari krisis juga sangat baik,” katanya.
Lantaran prospeknya sangat baik, Bank Mandiri, kata Budi, serius menggarap pasar kredit mikro ini. Caranya dengan meneruskan ekspansi. Mandiri, yang kini beraset Rp 328 triliun, akan menambah 250 unit usaha mikro menjadi 1.000 unit. Tahun ini, total kredit mikro yang akan disalurkan diharapkan bisa mengembang 50 persen menjadi Rp 6-7 triliun. Target terdekat Bank Mandiri adalah menggeser Bank Danamon pada tahun depan. ”Kalau menggeser BRI, masih sulitlah.”
Padjar Iswara dan Biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo