Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM beberapa pekan terakhir, Dewanto girang bukan kepalang. Pria yang bekerja di perusahaan penerbitan ini bungah melihat pergerakan portofolio investasinya. Belum satu tahun dia membeli produk reksa dana, uang yang ditanamnya sudah bengkak berlipat-lipat. Tidak tanggung-tanggung, kenaikan nilai unit reksa dana yang dikoleksinya paling sedikit menembus 60 persen.
Padahal, bisa dibilang, ia pemain baru di reksa dana. Tapi Dewanto masuk di saat yang tepat. Dia membeli salah satu produk reksa dana campuran Oktober tahun lalu, saat harga unit reksa dana lagi rendah-rendahnya. Kala itu, nilai aktiva bersih per unit produk reksa dana yang dibelinya cuma Rp 1.080. Total dana yang ditanamnya kurang-lebih Rp 20 juta. Murahnya nilai unit reksa dana itu imbas dari terpuruknya indeks saham Bursa Efek Indonesia, yang sempat meluncur ke angka 1.100.
Kenyataannya, situasi sekarang kebalikan dari kondisi delapan bulan lalu. Indeks harga saham gabungan kembali perkasa dalam dua bulan terakhir. Indeks pekan lalu, misalnya, sudah di atas 2.000. Akibatnya, nilai produk investasi reksa dana otomatis terdongkrak. Sampai akhir Mei, total nilai aktiva bersih industri ini menyentuh Rp 92 triliun. Reksa dana saham yang paling berkibar. Asetnya menggelembung hingga Rp 29 triliun, naik Rp 12 triliun dari Oktober tahun lalu.
Berkah inilah yang tengah dinikmati Dewanto. Harga reksa dana yang dimilikinya kini mendekati Rp 2.000 per unit. Unit reksa dana yang dibeli bulan lalu saja, kata dia, masih memberikan tingkat keuntungan delapan persen. Dan melihat gelagatnya, tren kenaikan ini bukan tidak mungkin bakal berlanjut. Itu sebabnya Dewanto menyisihkan pendapatannya tiap bulan, minimal Rp 1 juta, untuk menambah portofolionya.
Michael Tjoajadi, Direktur Utama PT Schroeder Investment Management Indonesia, yakin prospek reksa dana kembali cerah tahun ini. Total nilai aktiva bersih instrumen investasi ini, kata dia, bisa menembus Rp 100 triliun pada akhir tahun. Kecenderungan peningkatan itu, khususnya di reksa dana saham, sudah terlihat meski indeks bursa belum kembali ke level sebelum krisis, yang sempat bertengger di level 2.800 pada awal 2008.
Indikasi itu, misalnya, bisa dilihat dari total dana yang dikelola Schroeder, yang meningkat 29 persen selama lima bulan terakhir—66 persen dari dana itu dalam bentuk reksa dana. “Di antara berbagai jenis reksa dana, reksa dana saham yang paling laris dan diburu orang,” katanya. Akhir tahun lalu, reksa dana saham yang dikelola Schroeder mencapai 45 persen. Hingga Mei lalu, jumlahnya meningkat jadi 51 persen.
Perekonomian Indonesia, sejauh ini, memang tidak seburuk yang diperkirakan banyak orang. Riset Bank Danamon, misalnya, menunjukkan Indonesia salah satu dari sedikit negara yang masih mencatatkan pertumbuhan positif. Jepang, Singapura, Thailand, dan Malaysia masih negatif. Selagi pemerintah bisa mengerem laju suku bunga dan menjaga inflasi, pasar modal akan bergairah.
Meski begitu, Direktur PT Vermogens Felicita Multikreasi, Rizka Baely, mewanti-wanti hasil yang diperoleh dalam enam bulan ke depan belum tentu sama dengan situasi enam bulan terakhir. Tidak ada jaminan, kata dia, krisis finansial tidak akan terulang lagi di tahun-tahun mendatang. Perekonomian dunia juga belum stabil. Dan semuanya bergantung pada pemulihan industri perbankan dan keuangan di Amerika Serikat. “Memang sudah ada titik terang,” kata Rizka, “tapi belum berakhir.”
Karena itu, perempuan yang lama berkecimpung di industri manajemen investasi ini mengatakan investor yang ingin masuk reksa dana saham harus berhati-hati. Terlebih buat mereka yang punya tabiat mencari keuntungan lewat jalan pintas. Sebab, nilai unit reksa dana saham sudah lumayan tinggi. Ruang gerak untuk naik jadi terbatas. Bila baru membeli sekarang dan tujuannya investasi jangka pendek, keuntungan yang diraih tidak akan besar. “Kalau cuma ingin menangguk untung 3-6 bulan ke depan, jangan main reksa dana saham,” katanya. Tempatkan saja di reksa dana pasar uang atau investasi di Sertifikat Bank Indonesia.
Tapi itu bukan berarti waktunya tidak pas bila sekarang ingin membeli reksa dana saham. Tidak pernah ada kata terlambat untuk investasi. ”Asalkan untuk jangka panjang, dan selalu disuntik bertahap, meski sedikit demi sedikit,” kata perempuan yang awalnya meniti karier di Citigroup Asset Management tersebut. Cara ini salah satu kiat untuk menyebarkan risiko.
Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia Abiprayadi Riyanto menambahkan, reksa dana saham memang produk yang paling menguntungkan. Tapi tetap saja asetnya bergantung pada kemampuan manajer investasi membaca arah angin, seperti membaca pergerakan saham industri perbankan, pertambangan, dan pertanian yang saat ini dilirik banyak orang. ”Instrumen ini salah satu investasi yang bisa mengalahkan inflasi jangka panjang,” katanya.
Kiat lainnya, investor tidak boleh panik, apalagi di tengah situasi labil seperti sekarang. Untuk itu, pemodal bisa menebar duitnya tidak hanya di reksa dana saham, tapi juga di reksa dana campuran dan pasar uang. Komposisinya bisa bervariasi sesuai dengan tujuan investasi. Untuk menengah hingga jangka panjang, Rizka menyarankan investor juga mengoleksi reksa dana pendapatan tetap, seperti pada surat utang pemerintah.
Di tengah ketidakpastian di pasar modal, reksa dana terproteksi juga bisa menjadi alternatif. Tingkat keuntungannya memang tidak terlalu besar. “Tapi aset tidak akan tergerus oleh volatilitas yang tinggi di pasar modal,” kata M. Hanif, Direktur Danareksa Persero. Reksa dana jenis ini, kata Abiprayadi, selain cocok buat mereka yang konservatif, cocok buat investor pemula untuk belajar.
Kini mayoritas investor kembali berfokus di reksa dana saham. ”Mereka lagi mengalami euforia, beralih dari reksa dana terproteksi, karena tren harga saham lagi tinggi,” kata Hanif, bekas Direktur Utama Danareksa Investment Management. Meski begitu, ia tidak yakin indeks saham bisa menembus 2.800 dalam waktu dekat. ”Agak berat, meski itu bukan sesuatu yang mustahil terjadi,” katanya.
Kepercayaan pasar, kata dia, bisa saja tergerus bila situasi politik memanas akibat gonjang-ganjing pemilihan presiden. Laju nilai aktiva bersih reksa dana juga bisa tertahan bila nilai kurs turun kembali. Dan daya tarik investasi yang lebih menjanjikan di luar negeri bisa mendorong modal asing keluar.
Faktor-faktor itu, kata Hanif, mestinya tidak menyurutkan investor memupuk uang di reksa dana, asalkan tujuan investasinya jangka panjang. Jadi, kalaupun sewaktu-waktu nilai asetnya turun, ruginya tidak terlalu besar. Instrumen ini juga cocok buat mereka yang memiliki keterbatasan dana. ”Bisa dipupuk pelan-pelan, tanpa mengganggu arus kas tiap bulan,” katanya.
Abiprayadi bisa menjadi contoh buat investor pemula. Direktur Utama PT Mandiri Manajemen Investasi ini masih setia dengan produk reksa dana yang dibelinya sejak 1996. Nilainya kini jadi 13 kali lipat alias 1.300 persen.
Kesetiaan itulah yang dicoba dirintis A. Paulus. Auditor perusahaan multinasional ini membeli empat produk reksa dana dengan aset dasar (underlying asset) saham pada Juni tahun lalu. Meski nilai unit penyertaannya sekarang naik, ia belum punya pikiran untuk mencairkannya. “Akan tetap saya simpan, karena ini investasi jangka panjang,” katanya. Siapa tahu kesabarannya itu bisa menggelembungkan asetnya berlipat-lipat.
Yandhrie Arvian, Akbar Tri Kurniawan, Amandra Mustika Megarani, Viva Kusnandar (PDAT)
Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana (Rp Miliar) | ||
---|---|---|
Jenis Reksa Dana | Okt 2008 | Mei 2009 |
Saham | 17.561 | 29.568 |
Pasar Uang | 2.509 | 3.098 |
Campuran | 9.412 | 12.484 |
Pendapatan Tetap | 12.066 | 13.228 |
Terproteksi | 24.278 | 29.958 |
Indeks | 97.45 | 10.81 |
ETF Saham | 39.10 | 59.46 |
ETF Pendapatan Tetap | 443.38 | 765.98 |
Syariah | 752.22 | 2.946 |
Total | 67.162 | 92.120 |
Komposisi NAB RD Okt 08
Komposisi NAB RD Mei 09
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo