Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=2 color=#FF9900>KEBIJAKAN MONETER</font><br />Sertifikat Terbuka buat Asing

Bank Indonesia enggan melarang investor asing membeli Sertifikat Bank Indonesia. Khawatir disebut kontrol devisa?

28 Juni 2010 | 00.00 WIB

<font size=2 color=#FF9900>KEBIJAKAN MONETER</font><br />Sertifikat Terbuka buat Asing
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

SATU per satu, delapan bankir memasuki ruang rapat Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, Senin pagi pekan lalu. Di lantai 11 Menara Sjafruddin Prawiranegara, para bankir berdiskusi dengan para pejabat Bank Indonesia. Dipandu oleh Direktur Pengelolaan Moneter Suhendar, mereka membahas enam peraturan menyangkut fasilitas investasi untuk perbankan dan aturan yang berkaitan dengan Sertifikat Bank Indonesia. Ketentuan baru itu dirilis bank sentral sepekan sebelumnya.

Suasana diskusi semakin hangat saat pejabat bank sentral menyinggung sanksi menjual Sertifikat Bank Indonesia sebelum masa jatuh tempo satu bulan. Para pelanggar ketentuan diancam sanksi teguran, denda uang, penghentian kliring, hingga pemberhentian pengurusnya. ”Itu sesuai dengan Pasal 52 Undang-Undang Perbankan, dan mereka tak akan berani melanggarnya,” kata Pejabat Sementara Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.

Sertifikat Bank Indonesia memang mendapat perhatian khusus. Maklum, jumlahnya lumayan besar. Sampai pertengahan Juni lalu, nilainya mencapai Rp 270 triliun. Sebesar Rp 232,6 triliun dimiliki investor lokal dan sisanya milik investor asing. Kepemilikan asing menurun drastis dibanding akhir April lalu, yang nilainya Rp 88 triliun.

Banyaknya investor lokal memegang Sertifikat Bank Indonesia bisa dimaklumi, lantaran pemiliknya bank-bank nasional. Surat berharga ini juga merupakan alat pengendalian uang beredar dan inflasi. Hanya Sertifikat Bank Indonesia milik investor asing yang bermasalah. Dana asing jumbo itu deras masuk ke Indonesia, tapi cepat keluar lagi dan kembali ke negeri asalnya. Dana jangka pendek itu biasa disebut uang panas (hot money).

Sebenarnya, kata Darmin, banyak investor asing menyimpan Sertifikat Bank Indonesia dalam jangka panjang. Tipe investor asing itu tak mengkhawatirkan Bank Indonesia. Kebon Sirih—sebutan untuk Bank Indonesia sesuai dengan lokasi kantornya—hanya gerah oleh investor asing jangka pendek alias spekulan. Para spekulator itu kerap membuat rupiah goyang dan berfluktuasi tajam.

Demi meredam aksi para spekulator asing, pada 16 Juni lalu Bank Indonesia menerbitkan peraturan yang mewajibkan Sertifikat Bank Indonesia dipegang minimal satu bulan. Dulu bank dan investor bebas mentransaksikan Sertifikat Bank Indonesia kapan saja sesuai dengan kebutuhan. Tapi kelak pemegang sertifikat itu tak boleh memperjualbelikan instrumen ini sebelum masa jatuh tempo sebulan berakhir. Aturan ini akan berlaku pada 7 Juli mendatang. ”Kami ingin membuat spekulator tak nyaman,” kata Darmin.

Sejumlah bankir tak khawatir dengan aturan baru itu. ”Investor asing bisa menjadi kurang nyaman dengan aturan baru ini, tapi mereka bisa pilih investasi lain surat utang negara,” kata Kepala Treasury Bank Resona Perdania, Lindawati Susanto. Bank Resona Perdania didominasi investor Jepang. Direktur Utama Bank Negara Indonesia Gatot Suwondo memberikan pendapat senada. ”Kalau kesulitan memegang Sertifikat Bank Indonesia, kami beli obligasi negara saja.”

l l l

Sebelum peraturan tersebut dirilis, Bank Indonesia dikabarkan akan menerbitkan beleid yang melarang investor asing membeli instrumen moneter itu. Wacana ini mencuat saat Direktorat Riset Ekonomi dan Moneter BI mengundang sejumlah ekonom ke Menara Sjafruddin Prawiranegara lantai 20, Jumat siang tiga pekan lalu. Hadir Rizal Prasetyo dari JP Morgan, Fauzi Ichsan dari Standard Chartered Bank, David Samual dari Bank Central Asia, Anton Gunawan dan Helmi Arman, keduanya dari Bank Danamon, serta Mirza Adityaswara dari Bank Mandiri.

Semula pertemuan hendak membahas dampak krisis Yunani, tapi ternyata malah banyak mendiskusikan rencana kebijakan Bank Indonesia mengerem arus dana asing. Beberapa alternatif kontrol devisa juga dibahas, menilik pengalaman negara lain yang mengenakan pajak bagi pemodal asing yang membeli surat berharga bank sentral. Dikaji pula larangan pemodal asing membeli Sertifikat Bank Indonesia. ”Dalam pertemuan itu, banyak yang setuju investor asing dilarang membeli SBI,” kata sumber Tempo di Jakarta pekan lalu.

Di luar dugaan, tiga hari setelah pertemuan tadi, Bank Indonesia justru menerbitkan peraturan yang lebih lunak terkait dengan SBI. Bank sentral hanya mewajibkan bank atau investor memegang SBI minimal satu bulan. Tak ada larangan sama sekali bagi investor asing untuk memiliki surat berharga tersebut. ”Kebijakan ini bukan kontrol devisa dan tetap dalam koridor sistem devisa bebas yang dianut Indonesia,” ujar Darmin.

Ekonom Anton Gunawan menduga Bank Indonesia tak mau melarang investor asing membeli surat berharga bank sentral lantaran takut dipersepsikan sebagai kontrol devisa. Padahal, ujar dia, restriksi bagi investor asing membeli SBI tidak termasuk kontrol devisa. Larangan itu juga tak melanggar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. ”Jadi larangan itu seharusnya tak ada masalah,” ujarnya kepada Tempo di Jakarta pekan lalu. Anton berpendapat, banyaknya SBI milik investor asing berbahaya karena membuat rupiah kerap berfluktuasi tajam.

Segendang sepenarian, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan SBI milik investor asing tidak ada gunanya bagi sistem moneter Indonesia. Duit asing tersebut tidak ada hubungannya dengan pengendalian likuiditas di dalam negeri. Manfaat uang asing bagi perekonomian juga hampir tidak ada karena fulus itu diserap Bank Indonesia dan akan nongkrong terus di sana sampai dicairkan kembali oleh pemiliknya. Surat berharga itu justru membebani bank sentral karena setiap bulan harus membayar bunga sekitar Rp 1,9 triliun kepada investor asing. ”Ongkosnya terlalu mahal untuk uang yang tidak bisa dipakai perekonomian kita,” katanya.

Setali tiga uang dengan Anton, Yudhi menilai pembatasan atau larangan bagi investor asing membeli SBI tidak termasuk kontrol devisa. Dia hakulyakin investor asing tak akan panik asalkan Bank Indonesia secara tegas menyebutkan larangan itu bukan langkah awal pengendalian devisa. ”Toh, investor asing tetap boleh membeli saham,” katanya.

Pendapat para ekonom membentur tembok. Bank Indonesia tetap mengizinkan investor asing membeli SBI. ”Indonesia masih memerlukan dana investor asing,” kata Darmin, ”dan dana asing itu juga bisa menstabilkan rupiah.” Direktur Riset Ekonomi dan Moneter Perry Warjiyo menambahkan, opsi mewajibkan bank dan investor memegang SBI minimal sebulan merupakan langkah tepat untuk mengatasi risiko pembalikan mendadak arus dana asing ke luar Indonesia. ”Kebijakan itu juga kondusif bagi masuknya dana ke perekonomian kita,” katanya.

Sumber Tempo membisikkan, sebenarnya rencana membatasi dan bahkan melarang investor asing membeli SBI sudah ada sejak tiga tahun lalu. Tapi penerapannya terkatung-katung lantaran terjadi beda pendapat di kalangan internal bank sentral. Rencana itu mulai serius dibahas lagi setelah Indonesia ikut terimbas krisis finansial Amerika Serikat pada 2008.

Akhir tahun lalu, rapat Dewan Gubernur juga memerintahkan Direktorat Riset Ekonomi dan Moneter mengkaji kebijakan mengatasi dampak derasnya aliran dana panas, termasuk menelaah kebijakan kontrol devisa di sejumlah negara yang mungkin diterapkan di Indonesia. Ditanya soal cerita itu, Darmin berkilah. ”Mereka tidak hanya mengkaji satu kebijakan, tapi banyak alternatif kebijakan yang dikaji,” ujarnya.

Menurut Anton, bank sentral sesungguhnya mau menerapkan kebijakan melarang investor asing membeli SBI, tapi tidak dengan kebijakan kontrol devisa. Meski Brasil, Argentina, Korea Selatan, atau Taiwan sukses menerapkan pengendalian devisa terbatas, beleid itu belum tentu berhasil diterapkan di Indonesia. ”Problemnya sejak awal kebijakan devisa Indonesia sudah sangat terbuka,” katanya. ”Beda dengan negara lain, yang sejak awal sudah ketat.” Alhasil, investor asing masih akan melenggang bebas ke negeri kita.

Padjar Iswara, Famega Syafira, Viva Kusnandar

Enam Kebijakan Baru Bank Indonesia

  1. Pelebaran koridor suku bunga Pasar Uang Antar-Bank mulai 17 Juni 2010.
  2. Keharusan memegang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) minimal satu bulan mulai 7 Juli 2010.
  3. Penambahan instrumen moneter non-securities dalam bentuk deposito berjangka mulai 7 Juli 2010.
  4. Penyempurnaan ketentuan mengenai Posisi Devisa Netto mulai 1 Juli 2010.
  5. Penerbitan SBI berjangka waktu 9 bulan dan 12 bulan pada pekan kedua Agustus 2010 dan pekan kedua September 2010.
  6. Penerapan mekanisme three party repurchase (repo) Surat Berharga Negara tahun depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus