Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CITA-cita Presiden Susilo Bambang Yudhoyono punya lembaga mirip-mirip Council of Economic Advisors di Amerika Serikat akhirnya kesampaian juga. Disahkan di Istana Negara, Selasa dua pekan lalu, lembaga yang pembentukannya sudah direncanakan sejak Januari lalu itu dinamai Komite Ekonomi Nasional. Chairul Tanjung, bos Para Group, diangkat sebagai ketua. Wakilnya ekonom Chatib Basri. Pengamat ekonomi Aviliani menjadi sekretarisnya.
Anggotanya gado-gado: gabungan ekonom dan pengusaha. Dari kalangan ekonom ada H.S. Dillon, Djisman Simandjuntak, Faisal Basri, Umar Juoro, Irsan Tandjung, Ninasapti Triaswati, dan Purbaya Yudhi Sadewa. Sedangkan Theodore Permadi Rachmat, Siti Hartati Murdaya, Sharif Cicip Sutardjo, James T. Riady, Erwin Aksa, dan Sandiaga S. Uno mewakili kalangan pengusaha. Presiden Yudhoyono bilang dia dan Wakil Presiden Boediono yang memilih nama-nama itu.
”Komite ini diharapkan bisa memberikan rekomendasi terkait setumpuk persoalan ekonomi yang luput dari perhatian pemerintah,” kata Presiden saat memberikan wejangan.
Pengangkatan ketua dan anggota Komite Ekonomi ini bersamaan dengan dipilihnya pengurus Komite Inovasi Nasional. Seusai pidato, Presiden sempat membawa masuk Almira Tunggadewi Yudhoyono, cucu pertamanya, buah pernikahan Agus Harimurti-Annisa Pohan, ke dalam ruang pertemuan. Siang itu, sambil menikmati jajanan pasar, para anggota Komite Ekonomi dan Komite Inovasi guyub bercengkerama dengan Presiden.
Bagi H.S. Dillon dan T.P. Rachmat, masuknya mereka ke dalam lembaga ini seperti mengetuk memori masa lalu. Sebelas tahun lalu, keduanya pernah menjadi anggota Dewan Ekonomi Nasional, lembaga serupa di era pemerintahan Abdurrahman Wahid. Bedanya, kali ini, jumlah anggota dari kalangan pengusaha jauh lebih banyak.
Presiden berharap, dalam enam bulan, Komite sudah menyiapkan rekomendasi yang berkaitan dengan delapan pokok persoalan, yang sebelumnya dibahas dalam pertemuan di Tampak Siring, Bali, April lalu (lihat ”Delapan Tugas Komite”). Demi mengejar target, pada Senin pekan lalu, Komite menggeber rapat perdana di Menara Bank Mega.
Hasilnya, 24 orang yang tergabung dalam Komite dibagi ke dalam delapan kelompok kerja. ”Saya masuk kelompok kerja yang mengkaji soal sumber pembiayaan,” kata Aviliani. H.S. Dillon masuk kelompok kerja soal kemiskinan. Mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Sandiaga Uno mengurusi pengangguran dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan Chris Kanter, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Bidang Investasi dan Perhubungan, kebagian mengurus konektivitas ekonomi antarprovinsi.
Rekomendasi yang disampaikan tiap kelompok kerja, kata Aviliani, bisa terkait dengan isu-isu yang tengah mengemuka di publik sehingga butuh respons cepat. Untuk sementara, tiap kelompok kerja diberi waktu untuk menyusun kerangka kerja. Hasilnya akan dipresentasikan pada pertemuan 19 Juli nanti.
Aviliani menjelaskan, rekomendasi yang diberikan Komite kepada Presiden bersifat tidak mengikat. Meski begitu, Komite punya target: memberikan rekomendasi yang langsung bisa diaplikasikan, sehingga Presiden punya pegangan saat mengambil kebijakan.
Bukankah Komite akan tumpang-tindih dengan kementerian atau lembaga yang sudah ada? ”Yang disampaikan Dewan Pertimbangan Presiden bersifat nasihat pribadi tanpa diketahui publik, dan bukan kajian tim,” kata Aviliani. Sedangkan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan yang diketuai Kuntoro Mangkusubroto, kata ekonom ini, bertugas memonitor dan menilai rapor tiap kementerian.
Di Amerika, Council of Economic Advisors dibentuk oleh Presiden Harry S. Truman pada 1946. Lembaga yang berisi kumpulan ekonom ini menjadi pemain di balik layar dalam menilai dan merumuskan kebijakan ekonomi buat orang nomor satu di Negeri Abang Sam itu. Institusi ini terdiri atas staf nonpartisan dengan reputasi kemampuan analisis yang andal.
Poin terakhir itu bisa jadi kontras dengan yang terjadi di Komite Ekonomi Nasional. Beberapa orang yang duduk di komite ini dulunya ikut berkeringat membantu Presiden Yudhoyono saat pemilihan presiden. ”Banyak orang yang memberikan sumbangan kepada SBY-Boediono yang belum terakomodasi,” kata sumber Tempo di lingkaran Istana. Nah, komite ini, kata dia, sekaligus sebagai wadah untuk menampung mereka.
Salah satunya Hartati Murdaya. Bos Berca Group dan Central Cipta Murdaya ini bahkan pernah mengusung pencalonan Yudhoyono sebagai wakil presiden saat kursi RI-2 lowong setelah Megawati Soekarnoputri diangkat menggantikan Abdurrahman Wahid, sembilan tahun lalu. Istri Murdaya Widyawimarta Poo ini banyak membantu Tim Sekoci, tim sukses bayangan untuk pemenangan Yudhoyono pada 2004. Ia memobilisasi dukungan di kalangan umat Buddha dan pengusaha pada waktu itu. Tahun lalu, ia nempel terus saat Yudhoyono mencalonkan diri menjadi presiden untuk kedua kalinya.
Ada pula Irsan Tandjung dan Hermanto Siregar. Irsan adalah salah satu pendiri Partai Demokrat. Dia ikut membidani platform dan kebijakan partai di bidang ekonomi. Ia juga tergabung dalam tim sukses SBY yang mengurusi substansi kampanye bidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat pada 2004. Adapun Hermanto peneliti Brighton Institute, dapur penggodok kebijakan ekonomi saat pasangan SBY-Kalla berkampanye enam tahun lalu.
Sedangkan Raden Pardede dan Chatib Basri dulunya aktif di Jalan Jambu 51, Menteng, Jakarta Pusat. Tim bentukan Boediono ini menggodok program prioritas kabinet baru: seratus hari, setahun, dua tahun, dan lima tahun. Keduanya sempat dijagokan Tim Jambu sebagai wakil menteri di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Tapi kandas.
Ada pula Sharif Cicip Sutardjo. Saat penyusunan kabinet beberapa waktu lalu, pengusaha yang menjadi kepala tim sukses Aburizal Bakrie dalam pemilihan Ketua Umum Golkar ini dicalonkan partai beringin itu sebagai wakil menteri di sebuah departemen.
Menanggapi hal itu, Chairul Tanjung memastikan tidak ada konflik kepentingan dalam Komite. ”Harus dipisahkan bisnis pribadi dengan kepentingan bernegara,” kata Chairul di Kantor Menteri Koordinator Perekonomian, Selasa pekan lalu. Cicip, yang ketika dihubungi tengah berada di Australia, memastikan keanggotaan Komite ini bukan jabatan politik. ”Saya mewakili pengusaha, tidak ada representasi partai,” ujarnya.
Yang pasti, Gedung A.A. Maramis di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, akan kedatangan penghuni baru. Menurut Chairul, Komite Ekonomi dibolehkan berkantor di lantai tiga, satu lantai di bawah ruangan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Anggaran operasionalnya menggunakan pagu anggaran Kementerian Koordinator Perekonomian.
Yandhrie Arvian
DELAPAN TUGAS KOMITE
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo