Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Joko Widodo atau Jokowi sore ini mengumpulkan para menteri-menterinya di Istana Negara untuk kembali membahas kebijakan satu peta. Menurut dia, masih banyak lahan yang tumpang tindih perizinannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Seperti informasi yang saya terima di Kalimantan terdapat lebih kurang empat juta hektare kawasan hutan tumpang tindih dengan kawasan perkebunan," katanya dalam pengantar rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 5 Februari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Jokowi masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan para pembantunya terkait kebijakan satu peta. Jokowi mengingatkan pada rapat terbatas 7 April 2016, ia telah meminta agar penyelesaian satu peta fokus di Pulau Kalimantan terlebih dahulu. Setelah itu, pada 13 Juni 2017 ia meminta pelaksanaan kebijakan ini dilanjutkan untuk wilayah Sumatera, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara.
"Sedangkan pada tahun 2018 ini kami akan fokus untuk menggarap kebijakan satu peta untuk Papua, Maluku, dan Jawa sehingga (pada) 2019 kebijakan satu peta selesai secara keseluruhan di seluruh tanah air," tuturnya.
Bila nantinya kebijakan satu peta telah selesai, Presiden yakin akan mempermudah penyelesaian konflik yang timbul akibat tumpang tindih pemanfaatan lahan. "Serta juga membantu penyelesaian batas daerah di seluruh tanah air," ujar Jokowi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan kebijakan satu peta rencananya akan dirilis pada 17 Agustus 2018. Hal itu sebagai bentuk arahan langsung dari Presiden Jokowi dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP).
Hadir dalam rapat terbatas kali ini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.