Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak banyak kejutan setelah Philip Morris menjadi pemilik 40 persen saham PT Hanjaja Mandala Sampoerna. Sejauh ini, perusahaan rokok dunia ini belum merombak manajemen lama. Hanya nama pemilik lama, Putera Sampoerna, yang bergeser dari Komisaris Utama menjadi penasihat senior. Direktur Pelaksana HM Sampoerna Angky Camaro mengatakan, Philip Morris ada kemungkinan masih menunggu selesainya proses tender offer pada Mei nanti.
Jika tawarannya diterima pemegang saham lain, Philip Morris bisa menguasai 100 persen saham HM Sampoerna. Tapi, Angky percaya produsen Marlboro itu tak akan mengutak-atik manajemen terlalu dalam. Dengan nilai pembelian sampai Rp 48 triliun (untuk 100 persen saham), kata Angky, Philip Morris tak cuma membeli saham, tapi juga brand dan culture (budaya perusahaan). "Berani nggak dia bikin cacat paketnya setelah membayar sebesar itu?" kata Angky kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Kagetkan Anda ketika tahu Putera Sampoerna menjual sahamnya ke Philip Morris?
Ya, kaget. Tapi, itu tidak ada urusannya dengan manajemen. Itu antara pemegang saham yang sebetulnya bisa tiap hari terjadi. Cuma yang ini besar dan yang tiap hari itu kecil.
Apakah akan terjadi pergantian manajemen?
Kami belum tahu. Kami masih harus menunggu rapat umum pemegang saham pada 18 Mei nanti.
Dari sisi manajemen, apa yang diinginkan Philip Morris?
Mereka sudah 20 tahun di sini dan tahu kondisinya. Ternyata, pasar di Indonesia itu untuk rokok kretek. Kalau mau bermain di Indonesia, pilihannya adalah membuat rokok kretek sendiri atau akuisisi.
Dari segi bisnis, apakah langkah itu tepat?
Dari manajemen, kami akan lebih memiliki kail di dunia. Dulu kalau sesama perusahaan rokok kretek berkelahi, berkelahinya hanya antarorang Indonesia. Begitu keluar, nggak ada beking. Tapi kalau sekarang, yang mendukung kita perusahaan kelas dunia yang punya lawyer kuat di setiap titik dunia mana pun.
Dengan jaringan Philip Morris, negara mana yang ingin dicapai?
Philip Morris punya jaringan di 160 negara. Jadi, lebih banyak peluangnya. Kami kan baru punya di beberapa negara.
Pasar dalam negeri memangnya sudah stagnan?
Anda lihat sendiri. Angka produksi kita sekitar 200 miliar. Gappri (Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia) juga tahu. Dari 232 miliar batang, turun menjadi 228 miliar batang, lalu turun lagi ke 193 miliar batang, dan sekarang naik lagi.
Pembelian semata-mata untuk pasar luar negeri?
Itu strateginya Philip Morris.
Menurut Anda, strategi Philip Morris ini bagus?
Bagus. Kalau dulu nggak ada pemain dunia yang main di kretek, sekarang ada. Dulu kan ada persaingan antara rokok putih dan kretek. Sekarang nggak ada lagi karena dia juga main dan investasinya tidak kecil.
Ini side effect atau main effect?
Main effect. Kalau kita "bertengkar" di Amerika kan berat. Matilah kita hahaha. Kalau Philip Morris, meskipun sudah babak-belur, tetap jalan. Jadi, buat kita bagus. Proteksi di tingkat internasional naik.
Konsolidasi apa yang dilakukan setelah transaksi?
Philip Morris membeli perusahaan yang tidak bangkrut. Kalau perusahaan bangkrut, dia pasti restrukturisasi. Dia cari orang yang paling baik. Tapi, kali ini Philip Morris membeli perusahaan paling top hahaha?Dia malah takut kinerja turun kalau orang-orangnya diganti.
Apakah ini pernyataan Philip Morris secara tertulis?
Dia mempertahankan semuanya termasuk budaya perusahaan. Kesuksesan kita bukan hanya karena rokoknya saja, tapi kombinasi brand dan culture. Kalau dia mau ubah, ada risiko.
Apakah Philip Morris akan merevisi rencana bisnis Sampoerna?
Belum. Nggak usah dijual pun, tiap tiga bulan kami revisi. Nggak ada perkiraan yang tepat selama setahun. Kami kaji dan disesuaikan dengan pasar.
Apakah tidak khawatir budaya perusahaan yang dibangun ratusan tahun hilang?
Culture akan dipertahankan. Dia membeli total paket untuk US$ 5 miliar itu. Berani nggak dia bikin cacat paketnya setelah membayar sebesar itu.
Tapi, cara berpikir Philip Morris dengan Putera Sampoerna pasti berbeda?
Ini bukan Philip Morris, ini Sampoerna. Dia cuma beli. Lain kalau PT HM Sampoerna diganti jadi PT Philip Morris Indonesia. Dia beli perusahaan di Swiss. Selama beberapa puluh tahun, nama perusahaannya tetap. Bangunan asal berdirinya pabrik 100 tahun lalu tetap sama. Dia bikin yang lebih modern di sampingnya. Produk asli juga tetap dibuat. Philip Morris tidak suka membongkar perusahaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo