Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENTERI Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan benar-benar bergerak cepat untuk mewujudkan program mobil listrik. Tak sampai tiga bulan sejak melontarkan gagasan pada Mei silam, pada paruh kedua Juli lalu ia sudah pamer mobil listrik ke Istana Negara. Mobil itu berkapasitas empat tempat duduk dan berwarna hijau menyala. Supaya akrab dengan mobil barunya, Dahlan kerap menyetir sendiri. "Harus belajar tiap hari biar tahu kekurangannya apa."
Pernah mobil hijau itu berhenti mendadak, setelah menempuh jarak 37 kilometer. Padahal kendaraan berdaya maksimum 21 kilowatt hour itu seharusnya mampu mengarungi 150 kilometer. Toh, Dahlan menampik insiden itu disebut mogok.
Kepada Retno Sulistyowati dan Anton Wiliam dari Tempo, Agustus lalu, mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) itu memaparkan secara gamblang mimpi mobil listriknya. Dia mengatakan produk ini akan mampu bersaing dengan buatan negara maju.
Apa yang mendasari pembuatan mobil listrik?
Ada tiga logika kenapa mobil listrik menjadi keharusan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri, kita masih impor. Perlu tiga kilang berkapasitas besar agar tak bergantung pada impor. Untuk itu, perlu biaya Rp 200 triliun. Kedua, jika konsumsi BBM tidak dikelola dengan baik, subsidi akan tembus Rp 500 triliun. Dan ketiga, membangun industri nasional. Kalau masuk ke mobil konvensional, kita ketinggalan jauh. Ibarat maraton, negara-negara maju sudah mendekati garis finis, kita baru mulai.
Gagasan itu disetujui Presiden Yudhoyono?
Presiden antusias. Bahkan dua kali dibahas dalam rapat kabinet, yakni di Jakarta dan Yogyakarta. Tim mobil listrik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Teknologi, BPPT, dan BUMN sudah tiga kali dikumpulkan Presiden. Intinya, Presiden menekankan pentingnya mobil listrik, hibrid, BBG, CNG, LNG, mobil apa pun yang bisa mengurangi konsumsi BBM. Jadi saya tidak ngotot hanya mobil listrik. Hibrid juga oke.
Bukankah mengembangkan industri mobil membuat jalanan semakin padat?
Jangan harap setelah ada MRT jalanan tidak dipadati mobil. Sebab, jumlah kelas menengah akan terus bertambah.
Program ini sudah resmi menjadi keputusan presiden?
Presiden menginstruksikan, dalam waktu tiga bulan sejak dua bulan lalu, semua regulasi, fasilitas, dan insentif untuk "mobil hijau" harus sudah jadi. Nantinya dituangkan dalam bentuk keppres.
Regulasi apa saja yang diperlukan untuk mendukung mobil listrik?
Misalnya STNK, dalam aturan sekarang kan dikategorikan berdasarkan cc mobil. Kalau mobil listrik kan enggak ada cc-nya.
Kementerian Keuangan akan memberi kemudahan fiskal?
Bea masuk onderdil akan nol, bea masuk barang mewah nol. Masih diperdebatkan tentang pajak daerah.
Apakah sudah memperhitungkan resistensi dari pihak yang akan "tergusur"?
Tekanan dari industri lama pasti ada. Ada film Who Killed the Electric Car?. Dari situ sudah jelas. Tapi negara harus membela rakyat dan negaranya.
Bagaimana perkiraan pasar?
Saya tidak khawatir tentang pasar. Karena itu, saya berkonsentrasi di kualitas. Saya ingin mobil listrik menggantikan mobil 1.500 cc ke bawah. Sebab, pemakan subsidi BBM terbanyak itu kelas 1.500 cc ke bawah.
Harga mobil listrik dikhawatirkan mahal karena baterainya mahal....
Kita impor baterai karena belum ada produksi dalam negeri. Pabrik baterai nasional punya reputasi besar, mampu ekspor ke 60 negara. Tapi mereka tidak memproduksi baterai litium karena tidak ada yang beli. Kalau proyek mobil listrik jalan, produksi baterai juga jalan. Saya sudah meneken nota kesepahaman dengan PT Nipress Tbk, Bandung. April nanti sudah produksi. Nanti pakai lithium ferro phosphate, ini teknologi baru.
Jadi dijamin akan murah?
Kalau tidak murah, ngapain mati-matian. Saya ingin menegakkan akal sehat.
Kemarin mobil listrik yang Anda kemudikan sempat mogok?
Enggak ada istilah mogok. Apanya yang mogok? Wong enggak ada mesinnya.
Bagaimana dengan layanan pascajual?
Layanan pascajual apa? Wong enggak ada onderdil. Mau ganti oli bagaimana? Ini tidak pakai oli. Jadi mindset harus diubah total. l
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo