Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mobil Setrum dan Ancaman Byar-Pet

Rencana pengembangan mobil listrik nasional menuai pro-kontra. Aliran setrum PLN yang masih byar-pet dikhawatirkan menjadi kendala.

3 September 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peringatan Hari Teknologi Nasional di Gedung Merdeka, Bandung, 30 Agustus lalu, seakan-akan menjadi arena demonstrasi prototipe mobil listrik. Sejumlah peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kementerian Riset dan Teknologi, serta Institut Teknologi Bandung yang menggeluti mobil listrik hadir di sana. Tak ketinggalan Dasep Ahmadi, pengembang mobil listrik yang bekerja sama dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang datang ke acara tersebut, menantang para peneliti itu bekerja ekstra. Targetnya, dua tahun ke depan, mobil ramah lingkungan ini harus bisa diproduksi komersial sebanyak 100 ribu unit. "Kami diminta bekerja lebih keras," Dasep menuturkan kepada Tempo.

Yudhoyono seperti ngebet membikin mobil listrik. Tidak cuma ramah lingkungan, penggunaan teknologi ini diyakini akan menekan konsumsi bensin. Pemerintah saat ini pusing mengatur anggaran subsidi bahan bakar minyak. Bujet subsidi ini terus bertambah tiap tahun. Pada tahun ini, misalnya, pemerintah mengalokasikan Rp 137 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan.

Tahun lalu, jatah subsidi yang dipatok Rp 165,2 triliun dalam APBN Perubahan 2011 terbukti tak cukup. Penggunaan bensin bersubsidi membengkak dari 40,49 juta kiloliter menjadi 41,79 juta kiloliter. Alhasil, negara harus mengeluarkan dana tambahan sekitar Rp 3 triliun. Sedangkan pada 2010, duit yang dibakar melalui subsidi BBM mencapai Rp 82,4 triliun.

Subsidi minyak yang menggerogoti keuangan negara itulah yang mendorong Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan mengusulkan penetapan mobil listrik sebagai program nasional. Gagasan itu disampaikan kepada Presiden pada Mei lalu. Jika pola konsumsi tidak dikelola dengan baik, "Lima tahun lagi subsidi akan tembus Rp 500 triliun," kata Dahlan.

Presiden lantas memanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta, serta Dahlan. Rektor enam perguruan tinggi—antara lain Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember—ikut diundang. Hasilnya mengerucut pada rencana pengembangan mobil listrik dan "mobil hijau".

Akhir Mei lalu, pembahasan mengenai mobil listrik berlanjut. Sebuah rapat koordinasi digelar di Gedung Agung Yogyakarta. Para rektor hadir. "Saya sudah melihat, bagus," kata Presiden saat itu. Ia berharap, sebelum resmi digunakan sebagai transportasi publik, moda ini dipakai di lingkup tertentu. Misalnya di kompleks lapangan golf dan di kompleks instansi pemerintah, militer, atau kepolisian.

Intinya, Yudhoyono ingin segera memulai pengembangan moda transportasi elektrik sebagai solusi penghematan energi yang ramah lingkungan. Presiden, kata Dahlan, memberikan tenggat tiga bulan kepada menteri terkait untuk membicarakan regulasi, fasilitas, dan insentif yang bisa diberikan buat mendukung program mobil listrik tersebut. Nantinya akan ada peraturan pemerintah atau keputusan presiden sebagai payung hukum kebijakan tersebut.

Pada paruh kedua Juli lalu, Dahlan telah menyetir mobil listriknya ke Istana Negara. Tiga hari berikutnya, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menggelar rapat koordinasi soal ini. Enam rektor perguruan tinggi diundang kembali, bersama para menteri.

Menurut Hatta, selain membahas pengembangan prototipe mobil listrik nasional, pemerintah akan memastikan kesiapan tiga hal pokok, yaitu regulasi, insentif, dan kesiapan industri. "Memproduksi mobil listrik nasional secara massal tidak sederhana. Dibutuhkan kesiapan semua aspek, dari regulasi, infrastruktur, hingga industri," ujarnya.

Kementerian Keuangan sedang melakukan finalisasi kebijakan insentif fiskal untuk industri mobil emisi rendah (mobil listrik dan hibrid). Di antaranya meminta penegasan atau komitmen kepada industri. Tahap tersebut harus dilalui sebelum kebijakan insentif fiskal dikeluarkan.

Hatta menargetkan kebijakan itu terbit pada 30 Agustus 2012. Rencananya, kata dia, akan ada dua insentif fiskal, yakni tentang pembebasan bea dan pemberian fasilitas barang modal. Tujuannya adalah memberikan perlindungan kepada produsen mobil listrik dan membuat harga produk ini terjangkau masyarakat.

Nantinya, kata Menteri Perindustrian M.S. Hidayat, peraturan soal mobil listrik akan dituangkan dalam bentuk peraturan presiden. Di dalamnya tercakup soal perpajakan yang diharapkan bisa menekan biaya produksi. "Ini yang ditunggu produsen mobil."

l l l

Di tengah gegap-gempita mobil listrik itu, pengamat perminyakan Kurtubi justru menyimpan sangsi. Ia tak yakin penggunaan mobil listrik bisa menekan anggaran subsidi bahan bakar minyak secara nasional. Sebab, kendaraan jenis ini khusus untuk perjalanan jarak pendek saja, sementara tidak sedikit kebutuhan bensin untuk rute menengah dan jarak jauh.

Data PT Pertamina (Persero) atas fenomena mudik kemarin adalah salah satu contoh betapa boros perjalanan Lebaran di Tanah Air. Pada 6-26 Agustus 2012, rata-rata konsumsi Premium meningkat 10,24 persen menjadi 85.613 kiloliter per hari. Biasanya rata-rata konsumsi 77.657 kiloliter. Sebaliknya, pemakaian Pertamax turun empat persen menjadi 1.380 kiloliter per hari. Demikian pula Pertamax Plus turun 35 persen.

Sumber listrik yang digunakan untuk mengisi ulang baterai mobil, menurut Kurtubi, juga perlu dikritik. "Saya yakin listriknya masih menggunakan subsidi BBM," katanya Jumat pekan lalu. Kecuali jika pengembangan mobil listrik ini diikuti pengembangan stasiun pengisian yang bersumber dari tenaga gas atau batu bara.

Direktur Utama PLN Nur ­Pamudji mengklaim kapasitas terpasang pada sistem kelistrikan Jawa-Bali 27 gigawatt, sementara beban puncak 20 gigawatt. Tapi anggota Dewan Energi Nasional, Herman Agustiawan, melontarkan kritik. "Untuk rumah tangga dan industri saja masih kurang. Di Jabodetabek masih byar-pet," ujarnya.

Program mobil listrik, menurut Herman, menarik dikembangkan untuk meningkatkan diversifikasi energi. Tapi harus ada jaminan dan keandalan pasokan serta harga yang terjangkau. Kesiapan infrastruktur untuk pengisian setrum juga mutlak. Pemerintah harus membuat peta jalan pengembangan industri ini, termasuk sistem penunjangnya. Diperlukan pula analisis pasar, meski produk ini sangat potensial, plus layanan pascajual.

Nur Pamudji menjamin konsep mobil listrik tidak akan "jeruk makan jeruk". Bukan listrik dari pembangkit BBM yang digunakan untuk mengisi baterai mobil, melainkan setrum dari PLTU batu bara. Nur memastikan, saat ini, semua pembangkit listrik di Jawa berbahan bakar batu bara dan gas. Tidak ada yang membakar solar. "Kecuali kondisi darurat. Misalnya tiba-tiba gas bermasalah."

Sebaliknya, di Bali, semua pembangkit masih berbahan bakar BBM. Sebab, proyek pembangkit tenaga panas bumi terhambat, sedangkan PLTU batu bara terlambat. Maka sistem listrik Jawa-Bali hanya menggunakan BBM sebanyak lima persen.

Pada sistem kelistrikan Sumatera, penggunaan BBM hanya terjadi di Sumatera Utara. Rencananya, PLTU Aceh dan PLTU Pangkalan Susu di Sumatera Utara, yang sedang dibangun, akan menggusur pembangkit solar. Targetnya, pada 2014, tepat ketika program mobil listrik nasional memasuki masa komersialisasi, sistem kelistrikan Sumatera berhenti membakar bensin.

Nur menjelaskan pula, pada pukul 23.00-04.00, konsumsi listrik turun dan pembangkit BBM serta sebagian pembangkit batu bara dinonaktifkan. Pada saat inilah disarankan pemilik mobil listrik mengisi ulang baterainya. PLN akan merancang stasiun pengisian mobil listrik di rumah-rumah.

PLN mengacu pada hasil riset di negara-negara Eropa yang menjalankan kebijakan mobil listrik. Ternyata hampir 80 persen pengguna mobil listrik melakukan isi ulang baterai di rumah. Sebagian kecil lain di tempat parkir. Metode isi ulang di rumah ini diyakini lebih praktis dan minim biaya. "Sederhana. Cuma perlu meteran listrik, kabel, dan alat-alat pengaman, seperti sekring."

Nantinya, PLN akan memasang meteran baru di rumah pemilik mobil listrik, yang terpisah dengan meteran listrik rumah tangga. Alat ukur sengaja dipisahkan karena struktur tarif keduanya berbeda.

l l l

Dua unit stasiun pengisian listrik umum itu tampak lengang Rabu pekan lalu. Sejak stasiun itu diresmikan 5 Agustus lalu, jarang terlihat kendaraan memanfaatkan fasilitas di halaman parkir kantor PLN Distribusi Jakarta Raya, Jalan Ridwan Rais, Gambir, Jakarta Pusat, tersebut.

Padahal tidak sulit mengoperasikan "depot setrum" itu. Tempo mencoba salah satunya. Dengan memasukkan uang koin 500 rupiah saja, kita bisa menggunakan listrik 1,76 kilowatt-jam selama 15 menit. Colokkan alat elektronik Anda, dan layar monitor akan menginformasikan berapa menit setrum telah mengalir.

Dahlan sudah memperkirakan depot itu saat ini lebih banyak menganggur. "Belum diperlukan sekarang, mungkin tahun depan," katanya saat peresmian. Tapi ia nekat membikin stasiun pengisian listrik umum, demi menjawab pertanyaan publik mengenai kesiapan infrastruktur pengisi listrik bila program mobil listrik berjalan. PLN diminta membuat contoh depot listrik. "Ini bukti pembangunan infrastruktur listrik tidak sulit dan mungkin direalisasi."

Stasiun pengisian listrik disiapkan untuk mendukung program mobil listrik nasional. Alat ini mampu menyalurkan listrik sampai 32 ampere atau 7.040 volt ampere untuk memenuhi baterai mobil listrik.

Menurut Dahlan, investasinya murah. Hanya perlu sekitar Rp 10 juta untuk membuat satu colokan. PT PLN akan mengembangkannya menjadi 10 titik—termasuk di Gambir—di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Lokasinya di kantor-kantor pelayanan PLN Jakarta. Satu di antaranya dipasang di Graha Pena, Jakarta, termasuk Grup Jawa Pos milik Dahlan.

Nur Pamudji mengatakan stasiun pengisian listrik tersebut merupakan contoh sederhana. Nantinya, depot setrum akan dibuat lebih canggih, seperti yang ada di Eropa, mirip listrik prabayar.

Awalnya, pemilik mobil listrik harus melakukan registrasi dengan cara memasukkan nomor voucher ke monitor digital di mobil. Nomor itu otomatis akan teridentifikasi ketika mobil mengisi baterai di stasiun listrik mana pun. Bila kabel baterai dicolokkan ke stasiun pengisian, layar monitor akan menginformasikan bahwa mobil itu bisa mengisi setrum maksimal sekian kilowatt-jam. Setelah pengisian kelar, mesin akan menghitung otomatis saldo yang tersisa.

PLN rencananya memberlakukan tarif listrik nonsubsidi di setiap depot. Saat ini, biaya pokok produksi alias biaya keekonomian PLN adalah Rp 1.200 per kilowatt-jam. Perusahaan itu belum memastikan harga setrum di stasiun pengisian listrik, tapi minimal Rp 1.200. Nur Pamudji menggaransi, pada tarif setrum Rp 1.500 pun, menggunakan mobil listrik masih lebih murah ketimbang membeli bensin. Harga memang menjadi pertimbangan utama para konsumen. Bila harga mobil dan setrum murah, pembeli akan berlimpah. Sebaliknya, bila harga tinggi, konsumen niscaya akan lari.

Retno Sulistyowati, Akbar Tri Kurniawan


Konsumsi BBM

  • 2013*: 46 juta kiloliter (RAPBN 2013)
  • 2012: 40 juta kiloliter (APBN-P 2012)
  • 2011: 41,79 juta kiloliter (realisasi)

    Anggaran Subsidi BBM

  • 2012: BBM Rp 137 triliun; listrik Rp 64,9 triliun
  • 2011: BBM Rp 167 triliun; listrik Rp 90,4 triliun
  • 2010: BBM Rp 82,4 triliun; listrik Rp 57,6 triliun
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus