Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Ada Mafia di Balik Penyelundupan Benih Lobster, KKP: Coba Tanya Aparat

KKP menyatakan lembaganya belum mengetahui secara pasti terkait kasus penyelundupan benih lobster berhubungan dengan politikus

9 Oktober 2024 | 18.04 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum bisa memastikan kasus penyelundupan benih benur lobster di Indonesia selama ini dilakukan mafia atau berhubungan dengan politikus. Juru bicara KKP, Wahyu Muryadi, menyebut pelaku penyelundupan selama ini adalah orang berpengalaman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Silakan tanyakan ke aparat penegak hukum saja ya kan, terus ini siapa? (mafia) apakah cuma kurir? apakah ini bandarnya? nah itu silahkan ditelusuri kami tidak punya data-data untuk itu ya," ujar Wahyu Muryadi ketika dikonfirmasi terkait mafia penyelundupan lobster berhubungan dengan para politikus pada Selasa, 8 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Wahyu, para penyelundup tidak jera walau telah ditangkap aparat penegak hukum dari kasus penyelundupan BBL. "Bisa bayangkan pasti itu adalah orang-orang yang sudah kapalan melakukan itu dari dulu dan enggak kapok-kapok gitu ya kan?" ucap dia.

Padahal menurut Wahyu, pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan. Regulasi itu menurutnya bagian dari skema mempermudah pengusaha lobster mengirim hasil budi dayanya ke luar negeri.

"Padahal sudah dikasih skema yang menarik untuk bisa dia (pengusaha lobster) bisa bahagia secara bisnisnya aman dan nyaman, negara juga dapat rezeki, bisa ditampung dengan harga yang sudah ditetapkan harga minimalnya oleh KKP," tuturnya.

Dia menambahkan, dari regulasi yang telah ditetapkan Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, harga lobster saat ini telah naik. Patokan harga lobster dari Permen KP Nomor 7 tahun 2024 yaitu Rp 8.500 per ekor, hal ini menurut dia, lebih mahal daripada sebelumnya hanya Rp 3.000 per ekornya.

"Jadi sekarang para pencari benur itu yang kemudian nyetor benurnya itu ditetapkan minimal harganya Rp8.500 per ekor ya, dibeli dari petani untuk peraturan yang sudah ditetapkan oleh Menteri Kelautan Perikanan," kata dia.

Sebelumnya, kasus penyelundupan BBL terjadi di wilayah Lebak, Banten pada Selasa, 1 Oktober 2024. Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Korpolairud) Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri menyatakan, telah menyita hampir 134 ribu ekor benih lobster senilai Rp 32,8 miliar dalam kasus tersebut.

“Dari 134 ribu BBL ini, kami berhasil menyelamatkan kerugian negara sebanyak Rp 32,8 miliar lebih dengan asumsi satu benih itu di kisaran, pasar gelapnya kalau berhasil diekspor sebesar Rp 200-250 ribu, tergantung dari jenis variannya,” kata Kepala Subdirektorat Penegakkan Hukum Ditpolair, Komisaris Besar Donny Charles Go dalam konferensi pers di Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Jumat, 4 Oktober 2024.

Menurut dia, benih lobster tersebut terdiri dari 121.350 ekor lobster jenis pasir dan 12.648 ekor lobster jenis mutiara. Benih-benih lobster senilai puluhan miliar rupiah itu kemudian dilepasliarkan ke laut di wilayah Pandeglang, Banten. Donny menyampaikan perdagangan benih lobster ilegal termasuk dalam tindak pidana perikanan. “Kasusnya berupa pengelolaan hasil laut yang dilakukan tanpa izin,” ujar dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus